Komisi II bantah revisi UU Pilkada untuk kepentingan Golkar dan PPP
Revisi undang-undang tersebut untuk mencari jalan tengah dari pusaran masalah yang tak kunjung usai.
Wacana mengenai revisi Undang-Undang Pilkada dan Partai Politik dituding berbagai kalangan guna mengakomodir kepentingan dua partai yang saat ini sedang bersengketa di internal, yaitu PPP dan Golkar. Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPR fraksi Golkar Rambe Kamarulzaman menyatakan revisi undang-undang tersebut untuk mencari jalan tengah dari pusaran masalah yang tak kunjung usai.
"Kami tidak mengubah UU Pilkada untuk memasukkan dua parpol yang bersengketa," ujar Rambe dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (12/5).
Menurut Rambe, sebenarnya KPU sudah memiliki aturan mengenai ketentuan yang mengatur tentang perselisihan partai. Rambe mengatakan, dalam aturan tersebut dijelaskan apabila sebuah partai ingin mengikuti Pilkada, mereka harus memiliki kekuatan hukum yang inkracht, sebelum masa pendaftaran pada 26-28 Juli mendatang.
Namun, jika belum ada keputusan inkracht, kedua kubu yang berselisih harus melakukan islah. "Kalau sampai pendaftaran belum ada keputusan inkracht dan belum islah lalu bagaimana," ujar Rambe.
Oleh karena itu, lanjut Rambe, Komisi II akhirnya mengusulkan agar parpol dapat mengikuti pilkada, harus mengantongi putusan sementara yang ada sebelum memasuki masa pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum.
"Tetapi itu tidak bisa dimasukkan ke PKPU karena tidak ada payung hukumnya. Karena itulah, kita revisi Undang-Undang Pilkada untuk menciptakan payung hukum ini," ujar politisi Golkar kubu Aburizal Bakrie tersebut.
Namun hal itu masih tidak dapat memastikan, mengenai siapa yang akan mengantongi putusan sementara pengadilan menjelang masa pendaftaran di KPU nanti. "Jadi, tidak ada yang diuntungkan di situ," pungkasnya.