Komisi II DPR akhirnya sepakati RUU Pilkada dibawa ke paripurna
7 Fraksi menerima, sedangkan 3 fraksi memberikan catatan terhadap draft RUU.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menegaskan bahwa ada 7 fraksi yang menerima dengan penuh RUU Pilkada. Sedangkan Fraksi PKB, Gerindra, dan PKS memberikan catatan. Namun seluruh fraksi di DPR menyatakan setuju untuk dibahas di sidang paripurna Kamis (2/5) mendatang.
"(3 fraksi) Tidak menolak dengan halus. Itu sudah dikatakan menyetujui dan tanda tangan. Tapi ada tiga fraksi memberikan catatan," kata Rambe di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/5).
Menurut Politikus Partai Golkar ini, catatan yang diberikan 3 fraksi tersebut beragam. Salah satunya ialah terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
"Tidak mungkin pembuat undang-undang yang melaksanakan dan dia sendiri yang me-judicial review terhadap undang-undang yang dibentuknya. Harus ada masyarakat yang lain," tuturnya.
Solusi untuk menengahi hal tersebut, lanjut Rambe adalah syarat petahana harus mengajukan cuti. Hal tersebut harus dilakukan semenjak 3 hari setelah penetapan sebagai calon hingga 3 hari sebelum pemungutan suara.
"Akhirnya petahana dibuat tidak mundur tapi cutinya di luar tanggungan negara yang ditetapkan, itu kan jalan keluarnya," tuturnya.
Menurut rambe draft RUU Pilkada ini sudah final. Akan dia sampaikan di rapat paripurna. Dia juga akan menyampaikan catatan yang diberikan oleh beberapa fraksi.
"Tanggal 2 Juni akan kita bawa, tadi keputusannya begitu. Tetapi saya selaku ketua komisi II dari hasil draft ini, saya sampaikan bahwa ada catatan dari fraksi ini, catatannya ini," ungkapnya.
Sedangkan perbaikan pengaturan terkait penanganan pelanggaran Pilkada yang dilakukan Panja ialah, menyepakati untuk tindak pidana Pilkada dilakukan penguatan fungsi sentra Gakkumdu yang mengikutsertakan peran penyidik Kepolisian. Hal tersebut dieksekusi dengan cara mempersingkat alur penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilihan, sengketa tata usaha negara.
Pemilihan dimulai dari upaya hukum secara berjenjang yang dimulai dari Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, dan berakhir di Mahkamah Agung (MA), perselisihan hasil dengan menggunakan acuan total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir.