KPU rawan ditekan partai politik soal revisi UU Pilkada
"KPU harus mengikuti prosedur hukum tapi dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak tunduk pada tekanan manapun."
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa KPU tidak perlu tunduk pada DPR dan pemerintah dalam pembuatan dan penetapan Peraturan KPU sebagai arahan teknis penyelenggaraan pilkada. Hal ini berkaitan dengan rencana Komisi II DPR ingin menggolkan dua partai yang sedang bersengketa untuk ikut dalam Pilkada serentak Desember nanti.
"KPU harus mengikuti prosedur hukum tapi dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak tunduk pada tekanan manapun," ujar Jimly di gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Jumat (15/5).
Jimly menilai kisruh internal partai sekarang ini membuat KPU berada di bawah tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Menurutnya, satu kubu partai berkonflik ini menguasi parlemen, sementara kubu yang lain menguasai pemerintahan.
"Dua kubu ini pasti akan pengaruhi KPU dalam pembuatan PKPU. Tetapi, KPU harus independen dan mandiri serta hanya tunduk pada hukum," tegasnya.
Jimly memang mengakui bahwa lembaga seperti KPU, Bawaslu dan DKPP, sebelum menetapkan peraturan harus lebih dahulu melakukan dengar pendapat dengan DPR dan pemerintah.
Dengar pendapat ini, katanya hanya konsultasi untuk mendapatkan pertimbangan, tidak bersifat mutlak.
"Dengar pendapat dan konsultasi hanya minta pertimbangan, tidak mutlak. KPU bisa abaikan pertimbangan tersebut karena KPU adalah lembaga nasional yang independen dan mandiri," tandasnya.
Jimly menganjurkan jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan Peraturan KPU, maka mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
"Menurut saya PKPU sudah tepat dan konstitusional. Para pihak yang gak setuju bisa Judicial Review ke MA," pungkasnya.