Kritik pedas untuk Fadli Zon dkk karena hadiri kampanye Donald Trump
Kritik paling deras justru datang dari rekan mereka sesama anggota DPR.
Kehadiran dua unsur pimpinan DPR, Setya Novanto dan Fadli Zon, dalam acara jumpa pers kampanye yang digelar bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, menuai kritik pedas.
Sebab, lawatan mereka ke AS sedianya untuk menghadiri Konferensi Dunia IV Pimpinan Parlemen Dunia di markas PBB yang berlangsung 31 Agustus-2 September.
Kritik paling deras justru datang dari rekan mereka sesama anggota DPR. Hal ini wajar mengingat Trump, yang dikenal rasis dan anti-imigran ini, memperkenalkan Novanto sebagai Ketua DPR RI.
"Bapak dan Ibu sekalian, ini adalah orang yang luar biasa, dia adalah kau tahu, Ketua DPR Indonesia datang ingin bertemu dengan saya, Setya Novanto. Salah satu orang paling kuat di Indonesia, pria hebat yang bertemu dengan saya hari ini," kata Trump.
Menanggapi kritik tersebut, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, kedatangannya bersama Novanto di kampanye Donald Trump tidak sengaja. Sebelum itu, mereka membicarakan bisnis dengan Donald Trump. Namun diperkenalkan saat jumpa pers oleh Trump.
"Kami bertemu Donald Trump Pukul 13.00 (waktu Amerika) di kantornya di Trump Plaza lantai 26. Informal saja," kata Fadli dalam pesan singkat, Jumat (4/9).
Usai pertemuan tertutup itu, Fadli menyatakan Trump mengajak rombongannya turun untuk melihat jumpa pers yang akhirnya heboh karena diunggah Youtube itu.
"Setelah sekitar 30 menit sambil santai makan-makan dan foto, diajak turun melihat konferensi persnya di lobi di gedung yang sama. Jadi itu acara konferensi pers yang menjelaskan soal imigrasi dan lain-lain," terang Fadli.
Soal Trump yang memperkenalkan Novanto sebagai orang besar dari Indonesia, menurut Fadli, hal itu hanya merupakan improvisasinya saja.
"Itu improvisasi saja. Karena kami sambil jalan akan pamitan tentu sebagai sopan santun harus menunggu tuan rumah selesai. Menurut saya, Trump adalah pengusaha sukses yang punya visi. Meski sekarang dianggap kontroversial terutama soal imigrasi ilegal dan perbatasan, namun ia membuktikan sebagai pengusaha sukses,"" ujarnya.
Berikut kritik-kritik pedas kepada Fadli dkk terkait kehadirannya dalam kampanye Trump:
-
Apa yang dikerjakan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendapat pujian dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni? “Sebagai mitra kerja kepolisian, Komisi III bangga sekali dengan kinerja Polri di bawah kepemimpinan Pak Kapolri Listyo Sigit. Polri tak hanya menjadi lebih humanis, tapi juga jadi jauh lebih inklusif. Kita bisa sebut semuanya, mulai dari kesetaraan gender, kesetaraan akses masuk tanpa pungli, dan kini pemberian kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk mengabdi. Terobosan yang luar biasa,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Selasa (27/2).
-
Apa posisi Said Abdullah di DPR RI? Dengan perolehan suara sebanyak itu, Said yang kini masih duduk sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu berhasil kembali mengamankan kursinya di Senayan untuk kali kelima berturut-turut.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Apa yang diminta oleh DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI terkait Wisma Atlet? Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua meminta Pemprov memanfaatkan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat rekapitulasi dan gudang logistik Pemilu 2024.
-
Apa yang dilakukan Menhan Prabowo Subianto bersama Kasau Marsekal Fadjar Prasetyo? Prabowo duduk di kursi belakang pesawat F-16. Pilot membawanya terbang pada ketinggian 10.000 kaki.
-
Siapa yang menjadi Panglima TNI saat Jenderal Surono berjuang bersama Barisan Keamanan Raktay (BKR)? Saat Indonesia merdeka, Surono dan kawan-kawannya bergabung dengan Barisan Keamanan Raktay (BKR) di Banyumas. Di sinilah Surono selalu mendampingi Soedirman yang kelak menjadi Panglima TNI.
Politisi PDIP sebut Fadli dan Novanto tak gunakan nalar
Anggota Komisi I DPR dari PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, mengatakan kehadiran Setya Novanto dan Fadli Zon dalam kampanye Donald Trump tidak boleh terjadi kalau saja mereka paham aturan keprotokolan, dan memahami 'standing position' sebagai pejabat negara .
Pertama, kata Hasanuddin, mereka ke sana dalam tugas negara dan dengan biaya negara pula untuk hadir sebagai undangan di sidang PBB.
"Seharusnya tak ada kunjungan lain yang dapat menimbulkan masalah politik," ujar Hasanuddin di Jakarta, kemarin.
Kedua, lanjut dia, sebagai pejabat negara Fadli dan Novanto tak etis mendatangi, berdialog dan konpers dengan salah satu calon, siapapun dia.
"Tindakan itu dapat mengundang antipati dari kelompok lawan politik Donald Trump dan akan mengganggu hubungan Indonesia bila Trump kalah," ujarnya.
Di Indonesia saja, kata Hasanuddin, sangat tidak etis kalau sebagai Ketua DPR datang hanya kepada salah satu calon di pilkada, apalagi calon presiden di negeri orang.
"Aneh sekali mereka tidak menggunakan nalarnya. Para pemimpin kita memang harus lebih banyak lagi belajar tentang etika berpolitik dengan negara luar," ujarnya.
DPR harus selidiki kunjungan Setya dkk di kampanye Donal Trump
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyesalkan kehadiran pimpinan DPR Setya Novanto dan Fadli Zon dalam kampanye kandidat Capres AS dari Partai Republik Donal Trump. DPR pun harus menyelidiki kehadiran Setya dkk.
"Kehadiran Ketua DPR, Setya Novanto, berikut delegasi patut disayangkan," ujar Hikmahanto ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (4/9).
Hikmahanto juga meminta DPR untuk menyelidiki motif kunjungan Setnov dan Fadli dalam kampanye Donal tersebut. "Alat perlengkapan DPR perlu menelisik motif kehadiran dan jawaban Ketua DPR dalam kampanye Donald Trump," pungkas dia.
Dalam tayangan tersebut, Donald Trump yang baru selesai dipanggung kembali ke panggung dan memperkenalkan Setya Novanto. Dalam kesempatan itu ada pertanyaan Trump kepada Setya Novanto, apakah rakyat Indonesia menyukai saya? Novanto menjawab ya.
"Jawaban dan kehadiran Setya Novanto yang diperkenalkan sebagai Ketua DPR, seolah memberi endorsement atas kampanye Trump," kata dia.
Selain mengkritik kehadiran mereka, dia juga menilai bentuk kehadiran Setnov dan Fadli bisa saja dimanfaatkan oleh Donal untuk menggalang dukungan dan menyebabkan pengaruh ke dunia.
"Tanpa disadari Ketua DPR dari sebuah negara besar dengan jumlah muslim terbesar dan demokratis telah dimanfaatkan oleh Donald Trump," papar dia.
Terkait itu, Hikmahanto meminta Ketua DPR perlu mengklarifikasi kehadiran dan jawaban atas pertanyaan Donald Trump. Kata dia, hal tersebut dapat saja dianggap sebagai intervensi negara lain terhadap politik dalam negeri suatu negara.
"Ini mengingat kehadiran Setya Novanto menggunakan paspor diplomatik. Terlebih lagi rakyat Indonesia belum tentu tahu siapa itu Donald Trump, terlebih menyukainya," tandasnya.
PKB sebut pertemuan Trump dan Ketua DPR pakai APBN, bikin gaduh
Politikus PKB Lukman Edy mengkritik keras pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan capres Amerika Donald Trump. Apalagi, pertemuan dilakukan menggunakan embel-embel Ketua DPR.
Lukman menilai, pertemuan itu menambah daftar panjang kegaduhan yang dibuat oleh pimpinan DPR. Menurut dia, setiap perbuatan yang dilakukan oleh pimpinan DPR disaksikan oleh rakyat. Termasuk polemik karpet merah khusus pimpinan yang dinilai juga bikin gaduh.
"Ini tambahan bagi pimpinan DPR yang hari ini banyak bikin gaduh. Saya kira kita anggota DPR setiap hari mencatat apa yang dilakukan oleh pimpinan DPR, jangan dikira kita tidak catat. Soal karpet merah saja kita cacat," kata Lukman di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (4/9).
Lukman menambahkan, kegaduhan yang kerap dilakukan pimpinan DPR ini ada saatnya nanti diungkap. Hal itu dilakukan sebagai senjata melengserkan pimpinan DPR.
"Tak sampai ke DK DPR. Hanya catatan saja. Kalau ada timingnya, kita bisa keluarkan daftar dosanya. Tapi ini bisa terjadi pergeseran kekuatan DPR ditambah kinerja yang buruk bisa jadi dikocok ulang," imbuhnya.
Lukman menyatakan bahwa pertemuan Donald Trump dengan Setya Novanto dan Fadli Zon negatif. Sebab, kata dia, pertemuan itu dilakukan dengan menggunakan duit APBN.
"Kenapa negatif? Dia ke AS atas biaya APBN untuk pertemuan parlemen. Kalau kemudian di sela perjalanan ada kunjungan pribadi hadir dalam forum politik yang tidak ada hubungannya dengan meningkatkan diplomasi AS-Indonesia, saya kira buang-buang waktu saja," pungkas dia.