Mengintip Komposisi Kabinet Jokowi-Ma'ruf & Tantangannya ke Depan
Kabinet Indonesia Maju di era Jokowi-Ma'ruf Amin mendapat beragam penilaian, mulai dari yang paling pro dan yang paling kontra
Kabinet Indonesia Maju telah resmi terbentuk. Sebanyak 38 menteri/pejabat setingkat menteri dan 12 wakil menteri telah dilantik Presiden Jokowi.
Komposisi kabinet baru Jokowi-Ma'ruf pun mendapat ragam penilaian dari publik. Ada yang menilai sudah ideal, tapi ada pula yang menilai sebaliknya.
-
Apa yang terjadi di Bukber Kabinet Jokowi? Bukber Kabinet Jokowi Tak Dihadiri Semua Menteri 01 & 03, Sri Mulyani: Sangat Terbatas
-
Apa yang mungkin diberikan Jokowi untuk Kabinet Prabowo? Tak hanya memberikan pendapat, mantan Wali Kota Solo tersebut juga bisa memberikan usulan nama untuk kabinet mendatang.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
Kualitas Menteri
Para menteri Kabinet Indonesia Maju baru saja dilantik Presiden Jokowi. Namun, kualitasnya dinilai peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara justru mengalami penurunan dibanding periode pertama Jokowi.
Menurutnya, penurunan kualitas terjadi karena pemilihan menteri yang tidak sesuai kapasitas pada pos kementerian strategis. Hal itu disebabkan faktor politis mendominasi pemilihan menteri dibanding faktor profesionalitas menteri.
"Saya kasih catatan merah ke Menko Perekonomian, Pak Airlangga. Idealnya memang bukan politisi yang menduduki jabatan itu karena pos menko sangat strategis. Lagipula kinerja Pak Airlangga di Kementerian Perindustrian bisa dibilang jauh dari harapan," kata dia.
Dia memberi contoh deindustrialisasi prematur terus berlanjut, dan Airlangga gagal menahan laju deindustrialisasi. Pada tahun 2015 kuartal II, share manufaktur terhadap PDB sebesar 20,8% kemudian di tahun 2019 kuartal yang sama turun ke 19,5%. Laju pertumbuhan manufaktur pun 3,54% jauh di bawah pertumbuhan ekonomi yakni 5,05%.
"Saya kira pak Darmin lebih paham kebijakan makro ekonomi dibandingkan Airlangga," jelas dia.
Dia menilai, pasca pengumuman kabinet tidak ada Jokowi effect, apalagi Sri Mulyani Indrawati (SMI) effect. Setelah pengumuman kabinet pun dana asing keluar Rp230 miliar, artinya ada distrust atau ketidakpercayaan pasar.
"Banyak yang kasihan kenapa SMI mau mengemban tugas yang amat berat. Nanti soal CAD ke Bu SMI, nanti soal neraca dagang dan rupiah ke Bu SMI. Padahal fungsi utamanya kan menjaga APBN agar efektif," tandasnya.
Terlalu Banyak Politisi
Dia menilai, komposisi kabinet jauh dari ekspektasi pelaku usaha dan investor karena terlalu banyak politisi yang menduduki jabatan strategis bidang ekonomi. Padahal yang dibutuhkan adalah profesional sehingga antisipasi resesi global bisa lebih optimal.
"Pak Jokowi tersandera koalisi gemuk," katanya.
Dampaknya, kata dia, menyebabkan kredibilitas tim ekonomi otomatis menurun. Sebab yang diharapkan untuk menangani persoalan perekonomian nantinya hanya Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Tak Fokus Jelang 2024
Selain kredibilitas, lanjut dia, biasanya menteri titipan parpol juga beresiko terpecah fokusnya menjelang pemilu 2024. Kemungkinan menteri titipan parpol, bekerja efektif hanya sampai tahun 2022, setelah itu memikirkan pemenangan partainya di pemilu berikutnya.
Karena itu, menurutnya, investasi yang mau masuk akhirnya berpikir ulang karena ada masalah kredibilitas dan kebijakan yang dibuat nantinya lebih ditumpangi kepentingan politis.
Tantangan Global ke Depan
Sementara itu, Dosen Program Studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Agus Heruarto Hadna mengatakan, Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat mengkhawatirkan. Karenanya langkah-langkah antisipasi mutlak diperlukan agar mampu menghadapi berbagai kendala yang menghadang di depan.
"Aspek pertama adalah ekonomi. Luar biasa tantangan kita. Di masa depan kita tidak lagi mengandalkan sumber daya alam (SDA), sebab semua SDA akan berkurang. Jadi mau tidak mau keunggulan komparatif yang menjadi keunggulan kita dan harus ditingkatkan, adalah keunggulan kompetitif," jelas dia.
Dia menjelaskan keunggulan kompetitif yang dimaksud adalah penguasaan teknologi tinggi melalui digitalisasi dan industri digital di Indonesia menjadi pasar besar yang menjadi potensi melimpah yang harus dioptimalkan. Apalagi Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang berpeluang terhadap pasar digital.
"Teknologi digital bersifat populis sehingga sangat mungkin untuk dioptimalkan. Sementara itu, selama periode pertama Jokowi hanya menghasilkan 1 teknologi Gesit atau motor listrik. Padahal anggarannya mencapai sekitar Rp26 triliun. Jadi penguasaan teknologi di Indonesia, bermasalah, dan riset belum menjadi dasar bagi pembangunan Indonesia," katanya.
Aspek kedua, kata dia, adalah perekonomian dunia ke depan yang sangat tidak pasti atau uncertainty. Dengan demikian, kondisi ini harus direspons segera, utamanya melalui digitalisasi untuk menopang ekonomi Indonesia.
Menurutnya, tantangan ke depan adalah soal ketidakpastian dalam kancah globalisasi, menjadi penting untuk diperhatikan serius.
"Pemerintah harus bisa mengembangkan kebijakan perekonomian yang inovatif dengan berbagai terobosan atau breakthrough. Maksud saya, kebijakan-kebijakan ekonomi tidak boleh dipandang sebagai business as usual, harus ada terobosan besar," katanya.
(mdk/dan)