NasDem Dorong Putusan PN Jakpus agar Tahapan Pemilu 2024 Diulang Dieksaminasi
Putusan itu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan.
Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan mendorong agar putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat soal Pemilu 2024 perlu dieksaminasi. Putusan itu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan.
Eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim).
-
Kapan Pemilu 2024? Sederet petahana calon legislatif (caleg) yang sempat menimbulkan kontroversi di DPR terancam tak lolos parlemen pada Pemilu 2024.
-
Bagaimana Pemilu 2024 diatur? Pelaksanaan Pemilu ini diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Regulasi ini diteken KPU RI Hasyim Asyari di Jakarta, 9 Juni 2022.
-
Mengapa Pemilu 2024 penting? Pemilu memegang peranan penting dalam sistem demokrasi sebagai alat untuk mengekspresikan kehendak rakyat, memilih pemimpin yang dianggap mampu mewakili dan melayani kepentingan rakyat, menciptakan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat, serta memperkuat sistem demokrasi.
-
Apa tujuan utama dari Pemilu 2024? Pemilu merupakan wadah bagi rakyat untuk menjalankan demokrasi demi mempertahankan kedaulatan negara.
-
Kapan Pemilu 2024 akan diadakan? Pemungutan dan Penghitungan Suara: tanggal 14 Februari 2024 - 15 Februari 2024
"Putusan pengadilan yang menyimpang dari substansi dan proses hukum itu sendiri, bahkan telah menjadi kontroversi dalam penerapaan keadilan dipandang perlu dilakukan eksaminasi," ujar Atang Irawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/3).
Menurut Atang, sebagai konsekuensi asas atau prinsip peradilan terbuka untuk umum (open justice principle), maka eksaminasi putusan pengadilan adalah ruang bagi publik untuk menilai apakah sebuah proses persidangan, pertimbangan hukum dan putusannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau keadilan bagi masyarakat apa tidak.
"Maka dibuka ruang bagi publik untuk menilai sebuah putusan hakim dengan tidak mengurangi status dan kedudukan putusan tersebut," katanya.
Eksaminasi ini, kata Atang, sesungguhnya bukan barang baru. Sebab, sudah diatur dalam SEMA No 1 tahun 1967 tentang Eksaminasi. Bahkan, kata Atang, Mahkamah Agung (MA) dalam instruksi menyebutkan bahwa ketua pengadilan atau badan peradilan yang lebih tinggi melakukan pengawasan, jika perlu teguran hingga sampai hukuman jabatan.
Namun, jika memperhatikan konstruksi Pasal 42 UU No 48 Tahun 2009, KY dapat melakukan eksaminasi putusan yang telah incraht sebagai dasar untuk mutasi hakim. Karena itu, putusan PN Jakpus belum dapat dilakukan eksaminasi oleh KY.
Pakar ilmu tata negara ini mengusulkan dilakukan perubahan terhadap UU yang memberikan kewenangan kepada KY untuk melakukan eksaminasi putusan tanpa harus menunggu incraht, sepanjang tidak membatalkan putusan. Akan tetapi, hanya terkait dengan kapasitas dan kualitas hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Demi mencegah konflik kepentingan, lanjut Atang, maka lembaga eksaminasi ini haruslah independen atau di luar organ kekuasaan kehakiman. Sehingga penting penguatan KY dalam rangka eksaminasi publik terhadap putusan-putusan pengadilan.
"Dengan demikian hakim akan berhati-hati menggunakan kebebasaannya bukan sebebas-bebasnya dalam rangka memeriksa dan memutus perkara sehingga akan terhindari dari orkestrasi yustisial yang dapat berakibat turbulensi dalam dunia peradilan," ujar dia.
Atang mengaku miris jika memperhatikan orkestrasi yustisial yang terjadi pada putusan PN Jakpus. Menurut dia, keputusan penundaan pemilu merupakan lompatan dengan ketinggian melampaui batas konstitusi.
"Putusan tersebut layaknya bungee jumping, karena banyak kalangan menilainya sebagai sebuah turbulensi yustisial yang sangat ekstrem," sebutnya.
Dia menjelaskan, pihak yang berwenang memutuskan gugatan UU Pemilu adalah Pengadilan TUN. Kedua, perbuatan melawan hukum pemerintahan juga termasuk domainnya pengadilan TUN, bahkan secara tegas diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2019.
Ketiga, PTUN telah memutus bahwa Penggugat tidak memiliki kepentingan dan termasuk legal standing sehingga tidak diterima oleh PTUN.
Namun, PN Jakarta Pusat justru mengabulkan permohonan bahkan melampuai apa yang dimohonkan (ultra petita).
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024, dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) dengan tergugat KPU, yang dibacakan hari Kamis (2/3/2023), di Gedung PN Jakarta Pusat.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU sudah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Partai PRIMA tidak memenuhi syarat tahapan verifikasi administrasi parpol calon peserta Pemilu.
Selain penundaan Pemilu, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat juga menghukum KPU untuk membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp500 juta.
Ikuti perkembangan terkini seputar berita Pemilu 2024 hanya di merdeka.com
(mdk/ray)