Paul Papa Resi, Kader Pertama Demokrat di NTT Pilih Dukung Moeldoko
Paul Papa Resi bukan orang baru di Demokrat. Dia merupakan kader Demokrat pertama di NTT, yang kini beralih mendukung Moeldoko.
DPD Demokrat NTT bersama 22 DPC telah menyatakan sikap setia kepada kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Deklarasi setia digelar Sabtu 13 Maret lalu di Kupang.
Namun, Wakil Ketua BPOKK DPD Partai Demokrat Provinsi Nusa Tenggara Timur, Paul Papa Resi menolak mendukung AHY. Dia lebih memilih ikut gerbong Moeldoko yang gelar KLB di Deli Serdang awal Maret lalu.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Bagaimana Demokrat akan mendekati partai lain? Selain itu, dia menuturkan bahwa Demokrat membuka komunikasi dengan pihak manapun. Sehingga, ujarnya segala kemungkinan yang ada bakal dikaji secara mendalam.
-
Siapa yang memberi tugas khusus kepada Demokrat? Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan Prabowo memberikan tugas khusus kepada Demokrat untuk bisa memenangkan dirinya di Jawa Timur.
-
Apa yang akan dilakukan Demokrat kedepan? Lebih lanjut, Herman menyatakan bukan tidak mungkin Demokrat ke depan akan membentuk poros baru atau bergabung dalam koalisi yang sudah ada. Segala kemunginan, ujar dia bisa saja terjadi.
-
Bagaimana Demokrat akan membantu kemenangan Prabowo? Kita harap nanti kalau Partai Demokrat sudah menyatakan secara resmi, itu juga akan tentu memberikan masukan-masukan melalui kader-kader atau putra putri terbaik untuk dipersatu di tim pemenangan," kata Budi.
-
Kapan Pemilu yang ingin dimenangkan Demokrat? Pembekalan bertujuan untuk memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Paul Papa Resi bukan orang baru di Demokrat. Dia merupakan kader Demokrat pertama di NTT, yang kini beralih mendukung Moeldoko.
Dia kini menjabat sebagai Wakil ketua DPC Demokrat Timor Tengah Selatan.
Paul mengaku, memilih membelot ke kubu Moeldoko karena, partai Demokrat yang dipimpin AHY saat ini, sudah tidak sesuai dengan azas pendiriannya.
"Ini kan soal pilihan politik sebenarnya, saya memang selalu memilih untuk kontra. Selalu berada pada posisi yang tidak nyaman, untuk melatih diri saya lebih matang dalam menghadapi tantangan, saya juga tidak mau ikut-ikut lah," katanya, Jumat (18/3).
©2021 Merdeka.com/ananias petrus
Selain itu, Paul yang masuk ke Demokrat sejak tahun 2006 ini menilai, aturannya sudah tidak sesuai dengan marwah partai setelah adanya perubahan AD/RT.
"Ini partai politik, bukan perusahaan. Mengelola perusahaan, bapak turun, anak naik dan semua keluarga bisa menjadi komisaris dan lain-lain. Kelola partai politik kan harus ada pertimbangan-pertimbangan sendiri, apakah yang lain suka atau tidak sehingga setelah ada isu KLB ini, saya berposisi untuk mendukung, tidak ada pertimbangan lain," katanya.
Paul mengaku, saat dilakukan KLB di Deli Serdang dirinya dihubungi untuk ikut, namun karena terkendala urusan penting di kampung, harus dibatalkan.
Anggap Aneh Setia pada AHY
Ditanya mengenai respon para kader Demokrat di kabupaten Timor Tengah Selatan, setelah mengetahui wakil ketua mereka mendukung Moeldoko, Paul menyatakan, semuanya masih setia dengan AHY, karena adanya surat pernyataan kesetiaan kepada AHY.
"Saya menjadi bingung, kalau setia kepada AHY ini agak berbeda, kalau setia kepada Demokrat mungkin iya, kita semua pasti setia. AHY kan hanya ketua umum masa kita harus setia, kan tidak pas konteksnya. Makanya saya memilih untuk berbeda kan wajar," ujarnya.
Bahkan, menurut Paul, tidak semua ketua DPC yang dilantik merupakan kader Partai Demokrat.
"Orang luar yang mana, orang dalam yang mana yang dilantik jadi ketua DPC saya tahu semua. Karena saya hadir waktu itu sebagai wakil ketua BPOKK di provinsi jadi saya tahu. Ada yang mengatakan Moeldoko bukan sebagai kader Demokrat itu wajar, ada yang kartu anggota baru diterbitkan dua hari lalu, terus hari ini ada pemilihan ketua DPC dan dipilih tidak ada persoalan," tambahnya.
Jika setelah pemberitaan ini dirinya ditegur, Paul merasa itu hal biasa karena setiap pilihan pasti akan ada risikonya.
"Soal pilihan politik itu kan biasa, setiap kita ambil posisi politik pasti ada konsekuensinya ya jadi biasa lah," tutupnya.
(mdk/rnd)