PDIP: Dalam politik berkeadaban, partai pemenang pemilu pimpin DPR
Lepas dari keadaan yang sudah berjalan, Hasto mengaku ungkapan pikirannya adalah suatu otokritik.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menilai wacana kocok ulang pimpinan DPR setelah dilepas Setya Novanto harus tetap merujuk pada pelaksanaan demokrasi dan sistem presidensial yang berlaku di Indonesia. Dia mengatakan, sebagai partai pemenang pemilu, PDIP mempunyai hak untuk menduduki posisi pimpinan DPR.
Pernyataan itu seakan PDIP belum legowo. Padahal, tatanan pemerintahan sudah berjalan satu tahun lebih.
"Ada suatu situasional politik ketika pimpinan DPR dan kelengkapannya dibentuk dimana kami sebut anomali bahkan tsunami politik karena bagaimana mungkin dalam suatu tatanan yang demokratis apa yang disuarakan rakyat dalam pemilu tidak tercermin dalam susunan dan konfigurasi pimpinan DPR," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (4/1).
"Ini merupakan suatu tindakan yang berlawan dengan suara rakyat itu sendiri. Kalau kita berbicara tentang politik yang berkeadaban, tentu saja parpol pemenang wajar mendapat tempat dalam susunan di DPR," imbuh dia.
Lepas dari keadaan yang sudah berjalan, Hasto mengaku ungkapan pikirannya adalah suatu otokritik. "Ketika oleh suatu kekuatan di DPR kemudian suara rakyat dibungkam tentu saja menciptakan anomali dan krisis politik. Ini otokritik. Politik bukan menang-menangan kuasa mayoritas lawan minoritas," tukas Hasto.
UU MD3 yang berlaku sekarang ini memilih pimpinan DPR dengan cara voting. Beda dengan UU MD3 sebelumnya, pimpinan DPR berasal dari pemenang pemilu. Untuk mewujudkan kembali hal itu, Hasto menyadari adanya kesulitan untuk mengubah UU MD3. Hal yang penting, kata dia adalah belajar dari kegaduhan politik masa lalu agar tidak terulang kembali.
"Untuk mengubah UU MD3 perlu tahapan-tahapan, kesepakatan bersama pemerintah dan DPR. Bagi PDIP, kegaduhan politik masa lalu menjadi pelajaran penting dan bagaimana kita semua bersatu," pungkas dia.