PDIP sindir Demokrat: Berkoalisi jangan buat syarat awal kalkulatif-transaksional
"Menurut penilaian kami lebih banyak kendala internal Demokrat sendiri," kata Hendrawan.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan adanya halangan bagi Demokrat untuk bergabung pada koalisi pemerintah. Hal itu dia ungkapkan seusai Demokrat bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto,di Mega Kuningan, Jakarta Selatan (25/7).
Menganggapi ucapan tersebut, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Hendrawan Supratikno mengatakan permasalahan itu bukan dari internal partainya. Melainkan dari internal Demokrat sendiri.
-
Kenapa PDIP bisa menjadi partai pemenang Pemilu 2019? PDIP berhasil menarik pemilih dengan agenda-agenda politiknya dan berhasil meraih kepercayaan masyarakat. Dengan perolehan suara yang signifikan, PDIP memperoleh kekuatan politik yang kuat dan pengaruh yang besar dalam pemerintahan.
-
Kapan PDIP menang di pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Kenapa PDIP menang di pemilu 2019? Kemenangan ini juga menunjukkan bahwa citra dan program kerja yang ditawarkan oleh PDIP dapat diterima oleh masyarakat luas.
-
Bagaimana PDIP bisa menang di pemilu 2019? PDIP berhasil meraih kemenangan yang signifikan dalam pemilu 2019 dan menjadi partai pemenang dengan persentase suara tertinggi, menunjukkan popularitas dan kepercayaan yang dimiliki oleh partai ini di mata masyarakat Indonesia.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
"Ketika dia menyebutkan ada hambatan dan kendala, itu mestinya teman-teman media menanyakan kendala ekternal atau internal. Menurut penilaian kami lebih banyak kendala internal Demokrat sendiri," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/7).
Hendrawan mengatakan ada juga psikologi politik yang dialami Demokrat. Yakni tentang kesan partai yang tidak mengusung bakal calon presiden maupun wakil presiden akan seperti dirugikan karena tidak ada barang yang dijual.
"Itu sebabnya ada psikologi politik kalau partai politik yang ukurannya sudah menengah. Kalau kecil tidak masalah, lebih lincah. Tapi kalau sudah ukurannya menengah seperti Demokrat, Gerindra kalau dia tidak mengusung calon itu, oleh mereka dipersepsikan merugikan perolehan kursi legislatif," ungkapnya.
Anggota Komisi XI DPR ini membandingkan Pemilu 2019 dengan Pemilu beberapa tahun lalu. Karena pemilu presiden dan legislatifnya dilaksanakan bersamaan.
"Ini konsekuensi. Kalau dulu lain, hancur hancuran tarung di Pileg baru kursi yang kita peroleh menentukan siapa capres yang kita Usung. Kalau ini enggak ini bareng, ini kampanye bersamaan, selain mengkampanyekan partai politik dan dirinya sendiri di caleg ini juga mengkampanyekan presiden dan wakil presidennya," ucapnya.
Selain itu, Hendrawan juga beranggapan ada ekspektasi yang terlalu besar di internal Demokrat saat ingin bergabung di koalisi Jokowi. Padahal, tambah dia, dalam berkoalisi tidak boleh langsung mengedepankan transaksional.
"Bisa jadi ekspektasi Partai Demokrat kelewat besar sebagai sedimen atau sindrom sebagai partai terbesar di masa lalu. Berkoalisi harusnya mengedepankan komitmen, jangan membuat syarat-syarat awal kalkulatif-transaksional," tandasnya.
(mdk/ded)