Pemilu 2014 rugi Rp 34 M, Komisi II pelototi penyelenggaraan pilkada
Komisi II DPR tak mau ada lagi kerugian negara dalam penyelenggaraan pilkada serentak Desember nanti.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang digelar oleh KPU. Tidak tanggung-tanggung, angka indikasi kerugian tersebut mencapai Rp 34 miliar.
Ketua komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman berjanji akan melakukan evaluasi pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 atas temuan BPK ini.
"Kita akan mengevaluasi tentang pelaksanaan pemilu," janji Rambe di Kompleks Parlemen DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6).
Rambe menyatakan, Komisi II DPR juga akan meminta klarifikasi kepada KPU atas temuan BPK itu. Temuan ini juga menjadikan Komisi II DPR makin ketat memantau penyelenggaraan Pilkada serentak 9 Desember nanti.
"Selanjutnya adalah untuk meminta kepada BPK dan sudah meminta atas audit preliminary audit atas pelaksanaan dari pada Pemilu serentak tanggal 9 Desember nanti," imbuhnya.
Namun sejauh ini, lanjut dia, persiapan sejumlah daerah untuk menggelar pilkada terlihat sudah cukup matang. Hanya saja, Komisi II DPR akan memantau penggunaan anggaran yang digunakan KPU dalam pilkada nanti.
"Tadi, Aziz (Syamsuddin) mengatakan, biaya pengamanan kita akan melaksanakan dengan Kepolisian, KPU, Mendagri, pada tanggal 24. Sudah kita jadwalkan seperti itu," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 34 miliar dalam penggunaan anggaran Pemilu 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemeriksaan BPK pada anggaran Pemilu KPU tersebut berdasarkan pasal 8 ayat 4 huruf e Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 penyelenggaraan Pemilu.
"Total seluruh temuan terhadap ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan sebesar Rp 334.127.902.611.93 yang terdiri dari 7 jenis temuan ketidakpatuhan," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6).
Menurut Taufik, anggaran pemilu sangat besar. Selain pemeriksaan anggaran secara rutin atau setiap tahun, kata Taufik, tujuan BPK melakukan pemeriksaan yaitu melihat kinerja KPU.
"Menilai resiko pengelolaan apakah sudah sesuai dengan ketentuan. Yang dinilai dalam pengelolaan anggaran di Tahun 2013 dari anggaran Rp 2,8 triliun dan realisasi Rp 4,9 triliun, serta di tahun 2014 dari anggaran Rp 6,6 triliun sedangkan realisasi sebesar Rp 9 triliun," tuturnya.
Sedangkan total anggaran yang digunakan untuk tahapan pemilu yang dilaksanakan KPU, lanjut Taufik, sebesar Rp 9,4 triliun dan realisasinya sebesar Rp 13,9 triliun.
"Dari audit yang dilakukan BPK RI untuk tahun 2013 dari nilai sebesar Rp 4,9 triliun tersebut sampel yang diperiksa lingkupnya Rp 41,49 persen yakni Rp 2 triliun. Pada tahun 2014 mengambil sampel sebesar 46,13 persen dari total Rp 9,4 triliun," ungkapnya.
Lanjut Taufik, total yang diperiksa BPK sebesar Rp 6,2 triliun dari Rp 13 triliun atau dengan sampel pemeriksaan 44,50 persen. "Dengan sampel sebesar itu kami memiliki keyakinan yang memadai untuk mengambil kesimpulan atas objek yang sudah kami periksa," pungkasnya.
Taufik mengatakan, hasil itu berdasarkan pemeriksaan terhadap 531 satuan kerja. Dengan sampel yang diperiksa 181 sampel dari pusat, provinsi dan kabupaten atau kota di 33 provinsi.
Dari pemeriksaan ditemukan ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan dengan jumlah yang cukup 'material' untuk mengganti istilah signifikan. Beberapa di antaranya yaitu indikasi kerugian negara Rp 34.349.212.517,69 . Kemudian potensi kerugian negara Rp 2.251.876.257.00. Sedangkan kekurangan penerimaan Rp 7.354.932.367.89. Ditemukan juga pemborosan senilai Rp 9.772.195.440.11.
"Yang tidak diyakini kewajarannya Rp 93.058.747.083.40, lebih pungut pajak Rp 1.356.334.734 , temuan administrasi Rp 185.984.604.211.62," pungkas Taufik.