Pengamat: Revolusi mental bukan ide komunis
Bachtiar menyebut konsep revolusi mental adalah konsep Mahatma Gandhi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menuduh konsep revolusi mental dekat dengan komunis. Fadli menyebut Karl Marx menggunakan istilah "revolusi mental" dalam bukunya berjudul "Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte" yang terbit tahun 1869.
Fadli juga mengungkapkan revolusi mental juga menjadi tujuan dari "May Four Enlightenment Movement" (Gerakan 4 Mei, yang menjadi perlawanan rakyat pertama untuk menentang kekuasaan kekaisaran) di China 1919. Gerakan itu, diprakarsai Chen Duxui, pendiri Partai Komunis Cina (PKC).
Klaim Fadli ini dibantah oleh Bachtiar Alam, Antropolog yang juga dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Seperti dikutip Detik.com, Bachtiar menyebut konsep revolusi mental adalah konsep Mahatma Gandhi. Bachtiar mengutip dalam buku Gandhi's Experiments with Truth: Essential Writings by and about Mahatma Gandhi (Richard L. Johnson ed., 2007), Gandhi mengedepankan argumen bahwa kemerdekaan politik (self-rule) harus berdasarkan pada revolusi mental, yaitu perubahan total mental rakyat negara jajahan.
"Sebagai seorang ahli ilmu sosial, saya merasa penilaian Fadli Zon bahwa konsep revolusi mentalnya Jokowi lebih dekat ke komunisme perlu diluruskan," kata Bachtiar.
Konsep revolusi mental menduduki posisi penting dalam pemikiran Mahatma Gandhi, seorang pejuang kemanusiaan terkemuka abad ke-20 yang dikagumi KH Abudurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden RI ke-4.
"Gus Dur, sebagai seorang pejuang nilai-nilai kemanusiaan di Indonesia, mengagumi pemikiran Gandhi. Pernyataannya yang terkenal berbunyi "I am a follower of Mahatma Gandhi." Ciri yang menonjol dalam pemikiran Gus Dur adalah melihat demokrasi sebagai suatu proses transformasi mental secara terus-menerus dengan bertumpu pada penghargaan terhadap persamaan hak, pluralisme serta kebebasan menyampaikan aspirasi. Di sini tampak jelas pengaruh gagasan revolusi mental Gandhi pada Gus Dur," papar Bachtiar.
"Melihat latar belakang demikian jelaslah bahwa konsep revolusi mental merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran Mahatma Gandhi, Gus Dur, dan Jokowi, dengan konotasi bukan revolusi sosial yang radikal seperti yang dikedepankan dalam paham komunisme, tapi lebih mengacu kepada gerakan moral untuk memperbaiki kehidupan berbangsa berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan universal," tegasnya.
Bachtiar Alam menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (1984), S2 Sosiologi, FISIP UI (1987); AM, Kajian Asia, Harvard University (1989), dan S3 Antropologi Harvard University (1995). Jabatan struktural saat ini adalah Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia.
Sementara pengamat politik dari Universitas Airlangga Fahrul Muzaqqi menyatakan secara prinsip konsep revolusi mental berbeda jauh dengan komunisme. Seperti dikutip suarakawan.com, Sabtu, 28 Juni 2014. Tudingan Fadli hanya sebagai bentuk serangan politik untuk melemahkan posisi pasangan Jokowi - JK yang saat ini lebih unggul. Pasalnya, tidak ada teori yang bisa membuktikan kalau Revolusi Mental itu punya kesamaan dengan Manifesto Komunis.
Justru Revolusi Mental mempunyai kemiripan dengan konsep Tri Sakti yang diusung Bung Karno. Karena itu salah besar menyamakan Revolusi Mental dengan Manifesto Komunis. "Saya berharap kubu Jokowi-JK bisa mensosialisasikan arti Revolusi Mental yang sesungguhnya. Jika tidak, maka tudingan Jokowi mengadopsi Manifesto Komunis bisa merugikan pasangan capres nomor urut dua itu," ujarnya.
Sampai saat ini, diakui komunis masih menjadi phobia atau momok yang ditakuti di masyarakat. Terlebih di Jawa Timur yang merupakan kantong NU dan punya sejarah yang buruk dengan komunis. "Komunis masih menjadi phobia di kalangan masyarakat. Apalagi Jawa Timur sebagai basis NU. Kubu Jokowi - JK harus segera menetralisir serangan dari kubu lawan dengan mensosialisasikan Revolusi Mental secara utuh. Kalau tidak, bisa menggerogoti dukungan kepada Jokowi - JK," tutur Direktur Eksekutif Sonar Media Consulting (SMC) itu.