Filosofi Tersembunyi di Balik Pacu Jawi Khas Minang, Tak Hanya Sekedar Balapan Sapi
Permainan rakyat yang bersifat menghibur ini sudah dilaksanakan ratusan tahun lalu yang sampai sekarang masih terus dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Permainan rakyat yang bersifat menghibur ini sudah dilaksanakan ratusan tahun lalu yang sampai sekarang masih terus dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Filosofi Tersembunyi di Balik Pacu Jawi Khas Minang, Tak Hanya Sekedar Balapan Sapi
Indonesia begitu kaya dengan hiburan masyarakat yang unik dan menarik. Tak terkecuali di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat terdapat sebuah hiburan yang sudah dilakukan ratusan tahun yang lalu yaitu Pacu Jawi.
Meski namanya seperti di Jawa, tetapi kata Pacu Jawi rupanya berasal dari bahasa Minangkabau yang berati Balapan Sapi.
Tidak jauh berbeda dengan karapan sapi dari Madura, dalam kegiatan ini tidak ada pemenang resmi dan dilakukan tanpa lawan tanding. (Foto: Wikipedia)
-
Kenapa Ngalungi Sapi dilakukan? 'Tujuannya zaman dahulu sapi dibancaki, terutama yang dipakai di kebun. Sapi dibawa ke kebun. Lalu dikalungi kupat lepet,' ujar Sugiartono (57), tokoh masyarakat Suku Samin atau dikenal sebagai Sedulur Sikep di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Blora.
-
Kenapa Sapi Gumarang menggambarkan pertanian? Kesenian Sasapian atau Sapi Gumarang ini memiliki makna yang kuat tentang penggambaran suburnya pertanian di Bandung Barat. Sapi digambarkan sebagai hewan yang mewakili kemakmuran masyarakat desa di masa silam.
-
Apa tradisi di Kampung Jawa Malaysia? Selain itu, bila ada warga kampung itu yang menikah, mereka juga melaksanakan tradisi rewang.
-
Apa makna tradisi Bajapuik di Minang? Tradisi ini dilakukan ketika prosesi perkawinan dalam adat Padang Pariaman yang terbilang cukup unik dan tidak ada di tradisi manapun.
-
Apa tradisi unik di Sumatera Selatan? Salah satunya adalah tradisi unik yang ada di Sumatra Selatan yakni saling bertukar takjil dengan tetangga di sekitar kampung tempat tinggal.
-
Apa yang dilakukan dalam tradisi Ngalungi Sapi? Tradisi tersebut ditandai dengan membuat ketupat dan lepet yang dikalungkan ke sapi.
Dalam pelaksanaannya, Pacu Jawi ini digelar setelah masa panen tiba. Pada tahun 2013, nagari-nagari Tanah Datar bergiliran menyelenggarakannya setiap dua bulan, dan tiap giliran terdiri dari empat acara yang diselenggarakan pada hari Rabu atau Sabtu.
Kendati demikian, tidak diketahui pasti kapan munculnya Pacu Jawi di Tanah Datar dan sekitarnya. Akan tetapi tradisi yang satu ini konon sudah berlangsung selama ratusan tahun dan sudah diwariskan secara turun-temurun.
Awal Mula Pacu Jawi
Dikutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Pacu Jawi sendiri bagian dari upaya para petani dalam menemukan cara untuk membajak sawah mereka dengan baik dan benar. Dulunya, mereka masih menggunakan metode tradisional dalam mengolah sawah.
Penemu Pacu Jawi, DT Tantejo Gurhano yang juga orang tetua di sana pun mencari cara untuk mengolah sawahnya agar subur dan mudah ditanami. Akhirnya ia pun menemukan cara dengan mengandalkan Jawi atau Sapi.
Tantejo pun menyuruh dua orang lainnya untuk menjadi joki agar Jawi bisa terarah dan teratur. Dengan membajak menggunakan Jawi inilah tanah Tantejo menjadi subur serta kualitas tanah yang gembur.
Dirasa berhasil menggunakan metode pembajakan dengan Jawi, masyarakat sekitar yang memiliki sawah pun meniru cara yang dilakukan Tantejo. Melalui kotoran Jawi juga membantu meningkatkan kualitas tanah.
Permainan Pacu Jawi
Dalam pelaksanaannya, Pacu Jawi sendiri bukanlah untuk saling adu kecepatan dan mencari pemenang. Setiap peserta harus memiliki sepasang sapi yang dikendalikan oleh joki yang masing-masing berlari secara bergiliran di sebidang sawah penuh air dan lumpur.
Sapi yang digunakan pun sekitar usia 2 sampai 13 tahun lalu diikat pada sebuah alat bajak yang terbuat dari kayu. Lintasan yang digunakan untuk Pacu Jawi ini bervariasi, ada yang mulai dari 60 meter, 100 meter, bahkan hingga 250 meter.
Dalam permainan ini, joki-lah yang memegang peran penting. Pasalnya, ia ditugaskan untuk mengendalikan sepasang sapi dengan memegang ekornya tanpa menggunakan pecut. Kemudian tali-tali yang mengikat antara alat bajak dengan sapi juga dibuat longgar.
Maka dari itu, sang joki harus mampu mengendalikan kedua sapi agar tidak terpisah dan bisa berlari lurus hingga ke garis finis.
Filosofi Tersembunyi Pacu Jawi
Kegiatan Pacu Jawi ini bukanlah hanya bagian dari menghibur saja. Namun bagi masyarakat setempat kegiatan tersebut menyimpan banyak nilai-nilai filosofi.
Sapi-sapi yang dapat berlari dengan lurus mengajarkan kita untuk tetap mengikuti jalan yang benar atau lurus.
Selain itu, dari sapi-sapi yang memiliki kemampuan lebih saat berada di arena Pacu Jawi juga meningkatkan harga jualnya di pasaran. Para penonton juga bisa menilai sapi berdasarkan kecepatan, kekuatan, dan kemampuan berlari lurus.
Dalam acara ini dapat diikuti oleh ratusan sapi termasuk dari daerah sekitar maupun dari daerah-daerah luar. Bahkan, dinas terkait menyediakan dana dan truk untuk mengangkut para sapi.
Macam-macam Balapan Sapi
Di Indonesia, terdapat beberapa kegiatan yang mirip seperti Pacu Jawi dan Karapan Sapi yang sudah begitu populer di kalangan masyarakat. Pertama ada Malean Sampi di NTB yang berati mengejar sapi dan untuk menyambut panen.
Kedua, ada Kerap Raja yang menjadi jenis karapan sapi terbesar kedua di Madura. Ketiga ada ada Makepung Lampit yang ada di Bali.