Pengamat: Satu Frekuensi, Alumni 212 Berpeluang Dukung Prabowo di 2024
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Khoirul Umam menilai, terbuka peluang alumni 212 mendukung Prabowo.
Khoirul Umam menilai, terbuka peluang alumni 212 mendukung Prabowo.
Pengamat: Satu Frekuensi, Alumni 212 Berpeluang Dukung Prabowo di 2024
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Khoirul Umam menilai, terbuka peluang alumni 212 mendukung Prabowo.
Apalagi, alumni 212 punya historis mendukung Prabowo di Pemilu 2019 lalu. Sehingga, terbuka alumni 212 kembali dukung Prabowo.
"Bukan tidak mungkin dia akan berada dalam satu gerbong barangkali yang dalam konteks ideologis political positioning di pemilu-pemilu sebelumnya berada di titik berbeda, tetapi di 2024 barang kali akan berada dalam satu gerbong yang sama," kata Khoirul Umam, Kamis (21/9).
Direktur Eksekutif Indostrategic menilai, dalam kontestasi 2024 akan muncul istilah ‘alien’ politik hasil mutasi ideologi yang beragam
Khoirul mencontohkan, deklarasi capres-cawapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Narasi yang berkembang menyebut duet ini memadukan organisasi ekstra kampus HMI dan PMII yang selama ini kerap berbeda pandangan. Selain itu, Pilpres 2024 juga mempertemukan PKS dan PKB yang dianggap seperti minyak dan air.
Sehingga hal ini membuka peluang alumni 212 juga berada dalam satu gerbong bersama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di kubu Prabowo Subianto.
"Ada juga yang punya kedekatan dengan PBNU tetapi kekuatan politik yang meng-endorse dia justru mesin politiknya dari kekuatan Muhammadiyah. Ini alien-alien baru," kata Khoirul.
Menurut Khoirul, bergabungnya PSI dengan GNPF dan PA 212 untuk mendukung Prabowo hal yang mungkin terjadi. Banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut. Salah satunya, pilihan politik yang kian terbatas.
Dia mengatakan, alumni 212 cenderung akan mendukung capres yang memiliki kesamaan cara pandang. Satu frekuensi yang sama dalam konteks politik ke depan, dan tidak memiliki resistensi ideologis.
Di sisi lain, Khoirul Melihat, hampir tidak mungkin alumni 212 mendukung bakal capres PDIP, Ganjar Pranowo
Dengan demikian, pilihan politik yang tersedia bagi alumni 212 tersisa Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
"Prabowo itu agak unik sekarang itu. Dia bisa meleburkan elemen yang dulu membenci dia, dan mendukung dia. Saya tidak tahu apakah dia atau timnya relatif lebih telaten dalam membangun jaringan sel-sel kekuatan politik,"
Pengamat Politik Khoirul Umam
Khoirul melihat, Prabowo dan tim pemenangannya saat ini cukup lihai dan telaten dalam merangkul kelompok-kelompok yang sebelumnya berseberangan
Tak hanya PSI, Prabowo dan timnya mampu merangkul individu dan sel-sel relawan Jokowi yang sebelumnya dinilai tidak mungkin mendukung mantan Danjen Kopassus itu
"Banyak jaringan dan sel-sel relawan Jokowi yang lain kemudian individu-individu yang hampir tidak mungkin dulu mendukung dia dan yang dulu menjadi mesin politik yang sangat efektif untuk mendegradasi dan mendelegitimasi kredibilitas politik dia sekarang berada di belakang Prabowo untuk memberikan back up dan support di Pilpres 2024," kata Khoirul.
Survei SMRC
Sebelumnya, survei SMRC menyatakan, arah dukungan pendukung gerakan 212 lebih kepada Prabowo dan Anies Baswedan.
Pendiri SMRC, Saiful Mujani mengatakan,, data dari pelbagai survei menunjukkan Prabowo dan Ganjar paling potensial lolos ke putaran kedua.
Jika calon presiden hanya ada dua, Prabowo berhadapan dengan Ganjar. Umumnya, pendukung gerakan 212 memilih Prabowo.
Sebaliknya, yang tidak mendukung gerakan 212, hanya 38 persen yang memilih Prabowo, 54 persen memilih Ganjar, dan 8 persen tidak jawab.
Sementara dari yang mengaku pernah ikut gerakan atau aksi 212, 57 persen memilih Prabowo, hanya 20 persen memilih Ganjar, dan 23 persen tidak jawab.
Sedangkan yang mengaku tahu tapi tidak pernah ikut aksi tersebut, 47 persen memilih Prabowo, 43 persen Ganjar, dan masih ada 10 persen yang tidak menjawab.
Data ini, menurut Saiful, cukup konsisten. Walaupun elite 212 belum mengambil keputusan resmi, tapi massa pendukungnya di tingkat bawah sudah memiliki preferensi politik.