Pilgub Jabar, Dede Yusuf menyerahkan keputusan pada SBY
"Saya sedang istikharah. Mungkin nanti diulang tahun saya yang ke-51, September nanti saya akan kasih jawaban," ungkap Dede.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Efendi disebut-sebut akan kembali maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018. Namun Dede Yusuf belum mau bicara banyak ihwal Pilgub Jabar yang dinilainya masih terlalu jauh.
Sebagai kader Partai Demokrat, Dede Yusuf menyerahkan pada pimpinan partai berlambang segitiga mercy itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya belum dapatkan orientasi ke arah sana. Mengapa karena belum ada instruksi partai. Partai tempat saya bernaung Demokrat itu ada kewenangan Majelis Tinggi yakni Pak SBY. Itu belum ada instruksi. Makanya saya fokus di bidang pekerjaan saya," kata Dede Yusuf usai meluncurkan buku 'Bersaing atau Tenggelam' di Gramedia, Kota Bandung, Senin (6/3).
Dede yang pernah menjadi wakil gubernur itu juga menyatakan, secara pribadi masih belum memiliki sikap apakah memang harus maju atau tidak pada Pilgub Jabar. Dirinya lebih melakukan salat istikharah, untuk meminta petunjuk agar bisa diberikan keputusan terbaik.
"Saya sedang istikharah. Mungkin nanti diulang tahun saya yang ke-51, September nanti saya akan kasih jawaban," ungkapnya.
Dede wakil gubernur Jabar periode 2008-2013 itu mengaku memang beberapa kali ada komunikasi politik dengan orang orang parpol di DPR RI. Hanya saja komunikasi itu hanya sebatas silaturahmi yang tidak mengikat pada sebuah keputusan.
"Parpol masih komunikasi. Di DPR juga orang parpol. Dialog dilakukan. Saya tetap tunggu instruksi kalau memang diturunkan partai. Sebagai kader saya enggak mau melangkah. Semua pembicaraan hanya sifatnya silaturahmi saja. Demokrat juga belum ada. Jadi bicara masih ngalor ngidul. Masih raba-raba dulu ya," jela aktor laga tersebut.
Di saat yang bersamaan, Dede juga meluncurkan sebuah buku berjudul 'Bersaing atau Tenggelam: Indonesia Bukan Bangsa kuli'. Buku kedua yang dibuat Dede Yusuf ini menuangkan sebuah gagasan tentang kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Selain itu buku juga menuliskan bagaimana persiapan orang mencari kerja di era MEA ini.
"Kadang-kadang hasil pertemuan saya dengan pemerintah dan stakeholder lainnya pengen saya ceritakan tapi mungkin tidak semua orang mau mendengar. Makannya saya berpikir, kenapa enggak dibukukan? di sini ada gagasan-gasan saya. Mungkin buku ini untuk beberapa orang hanya bacaan. Tapi kalau jadi regulasi ya Alhamdulillah," kata Dede.
Selama sepuluh tahun terjun di dunia politik, Dede merasa terketuk untuk menuangkan pemikiran-pemikirannya selama ini yang tidak terealisasi langsung di pemerintahan. Banyak kegelisahan yang dialami ketenagakerjaan sehingga merasa bertanggung jawab dengan menuangkan gagasan-gagasan itu dalam sebuah literasi.
Misalnya, masyarakat mengambil jalan pintas dengan menjadi seorang TKI, bahkan TKI illegal dengan pekerjaan informal seperti pembantu rumah tangga, buruh kasar, buruh pabrik dan lain sebagainya. "Saya pernah datang ke sebuah desa di Garut sana. Di sana orang tersebut bekerja sebagai tukang becak di Serang dengan penghasilan kadang Rp 15, 20, sampai Rp 50 ribu," ujarnya.
Dari sana, Dede ingin membentuk sebuah pemahaman bahwa dari pada menarik becak lebih baik diberi modal Rp 5 juta di Kios Pasar Limbangan untuk berdagang. Dari berdagang barangkali bisa menghasilkan sesuatu yang besar. "Saya beberapa bulan balik ke sana ternyata orang itu balik lagi menjadi tukang becak," katanya. Alasannya karena penjualan buah di Pasar tidak menguntungkan. "Lah saya herankan. Saya tanya katanya satu bulan buahnya enggak laku dan bangkrut."
Pola itulah yang membuat dirinya harus merasa setiap orang punya cara untuk berjualan. "Di sini (buku) diajarkan caranya bersaing dan lain-lain," ujarnya.
Menghadapi potensi 'Bonus Demografi' dia mengatakan, ini adalah momentum yang tepat bagi Indonesia untuk melakukan perbaikan dan berbenah mengakselerasi kemampuan. "Bonus demografi kami bahas juga. Di sini ada jurusnya misalnya menekankan pada kompetensi yang sesuai dengan standarisasi nasional maupun internasional. Selain itu ada konsep ketahanan ekonomi rumah tangga yang produktif dan berdaya saing," terangnya yang menyebut buku itu disusun selama enam bulan.