Pilgub Jatim, pertaruhan terakhir jago Demokrat di Jawa
Soal kekalahan calon kepala daerah Demokrat, Marzuki Alie sempat beralasan itu karena salah pilih calon.
Selama ini Partai Demokrat kurang beruntung dalam pertarungan memperebutkan kursi gubernur di Jawa. Setidaknya itu tercatat dalam 4 kali pilgub, di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten. Padahal, secara geografis Pulau Jawa ini memiliki 6 provinsi dengan basis utama pemilih untuk pemilu nasional, termasuk pemilu 2014 mendatang.
Dalam kompetisi 4 pilgub terakhir, kekuatan partai politik di Pulau Jawa masih didominasi PDI Perjuangan yang memenangi 2 kali pilgub, memenangkan Joko Widodo (Jokowi) di DKI Jakarta dan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah. Golkar juga menguasai dua daerah, mendudukkan Ratu Atut di Banten dan Sultan Hamengkubuwono di Yogyakarta (Jabatan Gubernur Yogyakarta sesuai UU memang milik keluarga sultan). Sementara PKS lebih baik dari Demokrat, partai ini bisa memenangkan Ahmad Heryawan di Jawa Barat.
Dari enam provinsi di Jawa, sekarang hanya tersisa satu kompetisi, yakni di Jawa Timur (Jatim) yang baru Kamis hari ini (29/8) menggelar pilgub. Di Pulau Jawa, basis massa pemilih di Jatim ini merupakan yang terbesar kedua dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pilgub 2013 sebesar 30.034.249 jiwa, kalah dari DPT Jabar 32.536.980 jiwa, tapi lebih besar dari DPT Jateng sebesar 27.385.985 jiwa.
Dengan basis masa pemilih sebesar itu, Jawa Timur menjadi salah satu wilayah yang dibidik oleh parpol untuk meraup suara pada 2014 mendatang. Bagi partai politik, kontes pilgub itu bisa disebut sebagai ajang pemanasan mesin partai jelang 2014 nanti.
Jatim juga memiliki kultur berbeda dengan daerah lain. Di daerah ini basis massa kaum sarungan, santri atau massa 'ijo' yang diidentikkan dengan massa Nahdliyin, sedikit lebih besar dibanding dengan basis massa lain, misalnya kelompok abangan atau traditional jawa di wilayah Matraman. Oleh sebab itu, selalu ada kejutan dalam Pilgub Jatim, sebab dewasa ini konstelasi politik telah memburamkan sekat kelompok sosial masyarakat itu.
Demokrat misalnya, bersama PKS berhasil merangsek masuk dalam radar politik yang harus diperhitungkan. Itu bisa dilihat pada pilgub 2008 lalu. Dua partai itu berhasil menghantarkan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) menang pada putaran kedua Pilgub Jatim. Meski sebelumnya, tiga lembaga survei memprediksi KarSa kalah dari pasangan Khofifah-Mudjiono (KaJi) di putaran kedua.
Bahkan hasil hitung cepat (quick count) waktu itu juga menandaskan bahwa KarSa kalah. Lembaga Survei Indonesia (LSI) misalnya menyebut KaJi menang 50, 44 persen dan KarSa mendapat 49,56 persen. Sementara Lingkaran Survei Nasional (LSN) menyebut KaJi unggul 50,76 persen dan KarSa 49,24 persen. Lembaga Survei Nasional (LSN) pun merilis hasil mirip, KaJi memperoleh 50,71 persen, sedangan KarSa 49, 29 persen.
Waktu itu, pada putaran kedua KarSa mendapat limpahan suara dari PKB. Sebelumnya, pada putaran pertama PKB mendukung pasangan Achmadi-Suhartono, tapi kalah. Sementara seteru KarSa, pasangan KaJi diusung oleh PPP, pada putaran kedua mendapat limpahan suara dari PDIP, setelah calon yang diusung partai berlogo banteng itu, Sutjipto-Ridwan Hisjam tersisih pada putaran pertama.
-
Apa yang akan dilakukan Khofifah di Pilgub Jatim? Ketua Tim Kampanye Daerah Jawa Timur Prabowo-Gibran, Khofifah Indar Parawansa menyatakan akan kembali mengikuti kontestasi pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Timur 2024.
-
Apa komitmen PKB terkait Pilgub Jabar? PKB sudah lama berkomitmen mengambil poros yang berlawanan dengan Ridwan Kamil. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Syaiful Huda membeberkan bahwa partainya berkomitmen untuk selalu memilih poros yang berlawanan dari Ridwan Kamil.
-
Siapa saja yang mendukung Khofifah di Pilgub Jatim? PAN, Gerindra, Golkar, dan Demokrat menyatakan kesiapannya untuk mendukung Khofifah di Pilgub Jatim.
-
Siapa yang menepis isu Cak Imin maju di Pilkada Jatim? Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid menepis isu calon wakil presiden nomor urut 1 yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar akan maju pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur 2024. "Gus Muhaimin tidak mungkin, ngapain (maju Pilkada Jatim)," ujar Jazilul di Jakarta, Sabtu (6/4). Ia menegaskan sampai saat ini tidak ada pembahasan mengenai Cak Imin (sapaan akrab Muhaimin Iskandar) akan maju pada Pilkada Jatim.
-
Apa yang diartikan sebagai 'perang bintang' dalam konteks Pilgub Jateng? Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah di Pilgub Jateng Komjen Pol Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maemoen alias Gus Yasin menyebut tanda bintang yang disandangnya hanyalah sebuah pangkat di institusi Polri. Ketika mendaftar kontestasi di Pilkada serentak 2024, praktis bintang-bintang tersebut bakal hilang."Tidak ada perang bintang. Bintang pangkat ya, kalau kita sudah mendaftar, sudah tak ada bintang," kata Ahmad Luthfi di kantor DPW PKB Jateng, Selasa (3/9).
-
Apa yang terjadi pada Pilkada di Jawa Timur? Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di lima wilayah di Jawa Timur dipastikan akan melawan kotak kosong.
Setelah head to head di putaran kedua, KarSa menang dari KaJi. Tiga tahun kemudian, Demokrat merangkul Soekarwo. Dia diangkat sebagai Ketua DPD Demokrat Jatim melalui Musyawarah Daerah Partai pada Juni 2011 lalu. Ketokohan Soekarwo dibidik untuk melanggengkan pamor Demokrat di Jatim. Sayangnya, bandul politik Demokrat di pusat berubah arah, pamor partai itu jeblok. Dalam berbagai survei, citra Demokrat dan SBY merosot.
Penyebab kemerosotan Demokrat banyak, salah satunya karena kasus korupsi yang menjerat sejumlah pengurus teras partai, mulai dari nama Nazaruddin, kemudian menyeret Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum. Di tengah kondisi Demokrat yang terseok-seok itu, partai ini juga terbukti selalu gagal mendudukkan kadernya di kursi gubernur. Padahal, calon yang diusung rata-rata pasangan incumbent.
Dalam Pilgub DKI Jakarta Agustus 2012 lalu misalnya, Demokrat gagal mengangkat kembali Fauzi Bowo sebagai gubernur. Padahal Foke, sapaan gaulnya, waktu itu merupakan calon incumbent yang didukung partai besar dengan dana besar pula.
Demokrat kembali sial dalam pilgub Jabar pada Januari 2013 lalu. Mengusung Dede Yusuf, kader asli yang sebelumnya menjabat wakil gubernur, juga kembali gagal. Bahkan di luar perkiraan banyak survei, perolehan suara yang didulang Dede justru kalah dari perolehan suara Rieke-Teten Masduki yang diusung PDI Perjuangan.
Terakhir adalah Pilgub Jateng pada Mei 2013 lalu. Demokrat yang mengusung Bibit Waluyo sebagai pasangan incumbent juga terperosok. Perolehan suara Bibit kalah dari Ganjar Pranowo, calon dari PDI Perjuangan. Lalu bagaimana di Jatim, kemerosotan pamor Demokrat memang belum terasa di Jatim. Hal itu mungkin baru terasa pada pilgub nanti, apakah Demokrat masih digdaya mengusung Soekarwo-Saifullah sebagai pasangan incumbent.
Kalkulasi politik tidak selalu tepat. Meskipun kedigdayaan KarSa didukung sejumlah lembaga survei, misalnya survei Proximity yang menyebut elektabilitas KarSa 54 persen, sementara Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut 49,8 persen, tapi hasil akhir masih bisa berubah. Yang pasti, Pilgub Jatim ini menjadi ajang pertaruhan terakhir jago Demokrat di Jawa.
Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie, sempat berkomentar soal kegagalan para calon kepala daerah yang diusung Demokrat. Dia mengatakan, Demokrat selalu salah pilih calon saban pilkada. "Ya kesimpulannya, kita salah pilih calon saja," kata dia singkat beberapa waktu lalu. Lalu bagaimana dengan Jatim, akankah Demokrat salah pilih lagi?
(mdk/mtf)