'Pilkada Surabaya cuma 1 calon bukti kaderisasi parpol tak berjalan'
Sesuai aturan Pilkada, setiap daerah yang menggelar hajatan lima tahunan itu, harus memiliki minimal dua pasang calon.
Pilwali Surabaya, Jawa Timur, diprediksi memunculkan calon 'boneka' demi menyelamatkan gelaran pilkada yang bakal digelar serentak Desember 2015 mendatang. Sebab, hingga batas akhir pendaftaran kandidat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa kemarin (KPU), Kota Pahlawan ini masih dihuni calon tunggal, yaitu Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana, dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Jika pada perpanjangan waktu pendaftaran nanti, yaitu pada 1 hingga 3 Agustus masih tetap tak satupun calon yang mendaftar, maka Pilwali Surabaya terancam diundur hingga 2017 mendatang.
Sesuai aturan Pilkada, setiap daerah yang menggelar hajatan lima tahunan itu, harus memiliki minimal dua pasang calon. Sementara di Surabaya, baru Risma-Whisnu yang mendaftar. Maka Pilkada serentak untuk kota yang dulu dikenal sebagai Hujung Galuh semasa Kerajaan Jenggala ini, berpotensi diundur 2017, jika masa perpanjangan pendaftaran masih sepi peminat.
Terkait fenomena calon tunggal dan prediksi munculnya calon 'boneka' di Pilwali Surabaya ini, Wakil Ketua Pemuda Demokrat Jawa Timur, Hadi Margo menilai sebagai kemunduran demokrasi di Tanah Air.
Sebab kata dia, Pilkada bukan dalam konteks menang dan kalah, tapi lebih mendorong keberanian calon pemimpin masa depan dalam memberi pelayanan terbaik pada masyarakat.
"Munculnya calon boneka sangat merugikan makna Pancasila. Sebab, kepala daerah merupakan salah satu kaderisasi bagi partai politik, jika tak ada calon lain, maka kaderisasi partai menjadi mandek," terang Hadi Margo, Rabu (29/7).
Sejauh ini, keinginan Koalisi Majapahit, yang terdiri dari Gerindra, PKB, PAN, PKS, Golkar dan Demokrat untuk mencari lawan tangguh bagi pasangan petahana Risma-Whisnu, masih belum muncul. Bahkan, bisa dibilang Koalisi Majapahit gagal berkoalisi. Ini jika pada batas akhir perpanjangan pendaftaran masih tak ada pasangan yang muncul.
Sedangkan keinginan kuat memasang calon boneka agar pasangan Risma-Whisnu mendapat lawan, dan Pilwali Surabaya tidak ditunda sampai 2017 seperti bunyi Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015, bisa dipastikan pilkada di Kota Pahlawan ini merugikan rakyat.
"Kondisi ini menunjukkan, rakyat tidak mempunyai pilihan untuk menentukan siapa pemimpin yang layak memerintah lima tahun ke depan," ungkapnya.
Seperti diketahui, pada hari akhir pendaftaran Selasa kemarin (28), yang ditutup pada pukul 16.00 WIB, dua pasang bakal calon dikabarkan akan mendaftar menjadi lawan tanding Risma-Whisnu. Mereka adalah Syamsul Arifin-Warsito dan Sukoto-Suwandi.
Namun hingga Kantor KPUD Surabaya sepi aktivitas (pendaftaran ditutup) tak satupun yang mendaftar, KPUD Surabaya akhirnya memutuskan memperpanjang pendaftaran selama tiga hari pada 1 hingga 3 Agustus mendatang.