PKS sebut pemerintah hambat pembahasan RUU Pemilu
Menurutnya, pemerintah yang sebenarnya terkesan memperlambat proses pembahasan RUU Pemilu. Karena pemerintah terlalu ngotot dengan keinginannya di isu krusial termasuk presidential threshold.
Pemerintah mengeluarkan wacana untuk kembali menggunakan Undang-Undang (UU) Pemilu lama jika pembahasan revisi mengalami deadlock. Terutama terkait pembahasan presidential threshold yang kunjung mencapai titik temu.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, keputusan untuk kembali menggunakan UU lama itu tidak adil (fair).
"Saya kira itu tindakan yang tidak fair dari pemerintah main ancam, pastilah bukan langkah demokratis dan perlu dicatat juga keterlambatan karena faktor pemerintah," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/7).
Menurutnya, pemerintah yang sebenarnya terkesan memperlambat proses pembahasan RUU Pemilu. Karena pemerintah terlalu ngotot dengan keinginannya di isu krusial termasuk presidential threshold.
"Karena pemerintah mau ngotot dengan sendiri gitu. Harusnya semua saling berdialog untuk menemukan titik tengah. Jadi menurut saya sebaiknya pemerintah tidak mengembangkan budaya saling mengancam karena itu tidak demokratis dan tidak reformis," ujarnya.
Selain itu, mantan Ketua Majelis Perwakilan Rakyat ini mengungkapkan, penggunaan UU pemilu yang lama sudah tidak sesuai dengan kondisi Indonesia sekarang. Jika hal itu terus dilakukan kata Hidayat akan melanggar konstitusi.
"Kembali pada UU lama ada kondisi sudah sangat berubah. Tidak mungkin UU lama dipake untuk sekarang, dulu belum ada Provinsi Kalimantan Utara, sekarang ada apa mau diabaikan? itu melanggar konstitusi," tuturnya.
Mantan calon Wakil Gubernur DKI Jakarta di tahun 2012 itu-pun menyarankan sebaiknya pemerintah fokus saja untuk menyelesaikan pembahasan RUU Pemilu hingga menemukan titik tengah walau dengan cara voting.
"Jadi menurut saya lanjutkan saja pembahasan. Kalau tidak ketemu yah voting. Dan itu hal yang biasa, berkali-kali pemerintah dan DPR melakukan. voting, tidak perlu dikhawatirkan dan mudah mudahan bisa selesai maksimal 20 Juli mendatang," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengharapkan pemerintah mempertimbangkan kembali rencana untuk kembali menggunakan undang-undang lama. Dia mengingatkan, tanpa adanya revisi maka pelaksana pemilu serentak tidak memiliki landasan hukum selain keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Kalau keserentakan itu kan tidak tercantum dalam undang-undang lama. Apakah itu akan dijabarkan dalam peraturan KPU? Itu dia makanya ada problem legitimasi nanti. Artinya KPU akan membuat peraturan berkenaan keserentakan berlandaskan kepada keputusan Mahkamah Konstitusi bukan berdasarkan undang-undang," kata politisi PKB ini di Gedung DPR, Senin (10/7) malam.