Polemik pergantian di Fraksi Golkar bikin pimpinan DPR terbelah
Langkah Setya Novanto merombak susunan fraksi dan mengganti ketua Banggar telah menimbulkan kegaduhan baru.
Setya Novanto langsung bermanuver setelah mundur dari posisi ketua DPR. Dia mengganti komposisi kepengurusan Fraksi Golkar dengan mencopot Bambang Soesatyo dari sekretaris fraksi. Setya juga mengganti Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit dengan loyalisnya, Kahar Muzakir.
Padahal, posisi Setya belum resmi disahkan, karena ketua fraksi sebelumnya Ade Komarudin masih aktif dan belum resmi menjadi ketua DPR. Polemik pun terjadi terkait pergantian komposisi di Fraksi Golkar. Plt Ketua DPR Fadli Zon menyatakan hak merombak susunan fraksi adalah urusan internal masing-masing parpol. Sedangkan Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai pertukaran posisi antara Setya dan Ade harus disahkan dulu melalui rapat paripurna.
Argumen Fadli Zon yang mendukung Setya adalah pimpinan DPR tak bisa mencampuri keputusan partai manapun. "Kalau orang mengganti alat kelengkapan dewan kan tidak bisa kita campuri. Masalah pergantian fraksi itu hak partai politik," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/1).
Pimpinan DPR hanya bisa menerapkan proses perombakan fraksi Golkar dari masalah mekanisme pergantiannya saja.
"Kita kan tentu kalau masalah internal tak bisa ikut campur. Tapi masalah prosedur kita ikuti peraturan perundang-undangannya. Nanti kita lihat prosesnya. Tetapi secara normatif hukum harus disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku," tuturnya.
Sementara itu, Agus Hermanto menyoroti aksi Setya yang mengganti ketua Banggar.
Dia menegaskan, perombakan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang belum dapat disahkan.
"Belum, jadi sekretariat belum melaporkan, di meja saya juga belum ada surat dimaksud, jadi kami memang belum menerima surat apa-apa dalam hal ini untuk penggantian komposisi daripada fraksi," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/1).
Tak hanya itu, sebelum membahas surat pergantian Ketua DPR dari Setya Novanto ke Ade Komaruddin, pihaknya juga harus membahas surat yang diajukan oleh Golkar kubu Agung Laksono dengan menunjuk Agus Gumiwang sebagai Ketua DPR.
Sebab itu, dia menilai posisi Ketua DPR dan perombakan Alat Kelengkapan Dewan Fraksi Golkar belum dapat disahkan.
"Setelah reses saya masuk, ternyata di meja saya ada surat dari Pak Agus Gumiwang. Ini pun juga disampaikan kepada seluruh pimpinan dan Sekjen. Setelah kita ketemu dengan pimpinan, kita putuskan bahwa nanti pembukaan rapat paripurna kita akan terlebih dahulu rapat pimpinan, beserta Sekjen untuk menyatakan agenda apa yang akan kita tetapkan dalam pembukaan paripurna," ujarnya.
Kecaman keras datang dari kubu Munas Ancol. Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar kubu Munas Ancol, Lawrence Siburian menegaskan bahwa Setya Novanto sebelum resmi menjabat ketua fraksi sudah melanggar etik, AD/ART, konstitusi, dan hukum.
"Kalau mereka sok kuasa sudah tak benar. Dia itu melanggar aturan AD/ART. Dia juga melanggar aturan di DPR tentang tata tertib. Dia juga melanggar etika. Dia bisa melanggar hukum. Makanya jangan terlalu nafsu untuk berkuasa tanpa landasan hukum atau konstitusi," kata Lawrence saat dihubungi merdeka.com, Kamis (7/1).
Menurut Lawrence perombakan fraksi tersebut tidak sah. Sebab hingga saat ini Golkar kubu manapun tidak memiliki SK Menkum HAM yang membuatnya legal di mata hukum.
"Pak Setya Novanto sebagai ketua fraksi itu yang ngangkat siapa? Pak Ical itu bukan DPP Golkar yang sah. Mau atas nama apa? Jadi ini kan sudah menang-menangan, sudah pokoknya saja, itu sudah enggak benar. Harus berdasarkan aturan yang ada yaitu konstitusi partai lalu hukum nasional. Baru di atas hukum itu ada etika," cetusnya.