Politkus PPP sebut ucapan Prabowo soal PT 20% justru sebagai lelucon
Presidential Treshold atau ambang batas pemilihan calon Presiden sudah disahkan DPR sebesar 20 persen. Keputusan itu dianggap lelucon Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ucapan Prabowo justru dianggap aneh anggota DPR fraksi PPP Achmad Baidowi.
Presidential Treshold atau ambang batas pemilihan calon Presiden sudah disahkan DPR sebesar 20 persen. Keputusan itu dianggap lelucon Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ucapan Prabowo justru dianggap aneh anggota DPR fraksi PPP Achmad Baidowi.
Baidowi mengatakan bahwa sebenarnya ucapan dari Prabowo itu lucu. Karena dari pemilu Presiden sebelumnya, Prabowo sudah merasakan Presidential Treshold 20 persen.
"Justru pernyataan tersebut lelucon. Angka 20 persen itu sudah dipakai pada 2009 dan 2014 di mana Pak Prabowo juga sebagai kontestan. Lalu kenapa hari ini disebut sebagai lelucon?" kata Achmad Baidowi, saat di hubungi, di Jakarta, Jumat (28/7).
Anggota Komisi III DPR itu juga mengatakan bahwa adanya ambang batas itu agar tidak sembarang orang bisa menjadi orang nomer satu di Indonesia. Presidential Treshold 20 persen juga masih tetap berlaku sampai ada putusan inkrah dari Mahkamah Konstitusi (MK).
"Menjadi calon Presiden itu tidak sembarang orang, kalau terlalu banyak justru seperti lelucon karena rame nanti dianggap mirip pasar," ujarnya.
"Terkait putusan MK tak ada klausul yang membatalkan ketentuan Presiden Treshold. Juga tidak ada larangan hasil pemilu 2014 dipake sebagai acuan Presiden Treshold, karena masih transisi," pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, Prabowo kecewa dengan putusan ambang batas Presidential Threshold sebesar 20-25 persen. "Presidential threshold 20 persen itu lelucon politik yang menipu rakyat," kata Prabowo.
Dalam pengesahan Undang-undang Pemilu itu, Partai Gerindra memilih keluar (walkout). Prabowo mengaku, itu merupakan perintahnya langsung kepada kader partainya di DPR. Sebab, pihaknya tidak ingin menjadi bahan tertawaan rakyat.
"Undang-undang Pemilu baru saja dilahirkan, disahkan oleh DPR RI. Yang kita tidak ikut bertanggungjawab. Karena kita tidak mau diketawakan sejarah," tegasnya.