Presiden PKS Bicara Manuver Prabowo, Oposisi dan Rekonsiliasi
PKS kini seolah ditinggal sendirian menjadi 'oposisi' setelah mitranya Gerindra merapat ke pemerintah. Pertemuan Prabowo dengan Jokowi dan dilanjutkan dengan Surya Paloh memperkuat sinyal Gerindra akan mendapat jatah menteri di kabinet mendatang.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini seolah ditinggal sendirian menjadi 'oposisi' setelah mitranya Gerindra merapat ke pemerintah. Pertemuan Prabowo dengan Jokowi dan dilanjutkan dengan Surya Paloh memperkuat sinyal Gerindra akan mendapat jatah menteri di kabinet mendatang.
Presiden PKS Mohammad Sohibul Iman mengatakan, partainya menghormati sikap politik Prabowo karena sudah diberi tahu sebelumnya.
-
Kapan Jokowi memanggil dua menteri PKB tersebut? Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil dua menteri Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia (Mendes-PDTT) Abdul Halim Iskandar dan Menaker Ida Fauziyah.
-
Mengapa Pak Jokowi diundang ke Apel Kader Partai Gerindra? Bapak Presiden diundang acara Apel Kader Partai Gerindra pada hari Sabtu, 31 Agustus 2024 Pukul 19.00 WIB. Rencana Bapak Presiden akan hadir dan memberi Sambutan
-
Apa yang dibahas Jokowi saat memanggil dua menteri PKB itu? Menurut dia, Jokowi memuji raihan suara PKB dalam Pileg 2024."Kalau yang kita baca ya, pujian presiden terhadap pencapaian PKB dan juga ucapan kekaguman kepada ketua umum kami, Gus Muhaimin, karena dalam situasi pileg PKB justru mengalami kenaikan yang signifikan," kata Maman di gedung DPR, Senayan, Jakarta Senin (18/3).
-
Kenapa PKS menyarankan Jokowi mengundang Ganjar, Prabowo, dan Anies makan siang di Istana? Menurut Aboe, langkah tersebut menunjukkan sikap pemimpin yang bijak. "Saya sarankan Bapak Presiden yang terhormat, undanglah capres-capres yang Bapak anggap layak jadi presiden untuk makan siang sambil santai, ngobrol-ngobrol, curhat-curhat bersama, keren."
-
Bagaimana menurut PKS, pertemuan Jokowi dengan para capres bisa membangun persatuan Indonesia? Dia menilai, jika pertemuan antara Jokowi dan ketiga kandidat capres terkuat itu terlaksana, maka persatuan Indonesia akan semakin baik. Sebab, seluruh tokoh terlihat bekerja sama membangun bangsa. "Bagus, saya senang itu. Itu berpikir matang dan dewasa. NKRI ini negara lagi baik-baik. Segala sesuatu kalau digabung dengan pemikiran-pemikiran positif untuk membangun NKRI ke depan itu positif."
-
Siapa yang mengusulkan Jokowi sebagai pemimpin koalisi Prabowo-Gibran? Usulan tersebut merupakan aspirasi dan pendapat dari sejumlah pihak.
"Kami menghormati sikap politik Pak Prabowo Subianto dan Gerindra, tidak ada masalah. Perlu diketahui, sekitar 2 atau 3 pekan lalu, Pak Prabowo Subianto juga silaturahim kepada kami di kediaman Ustaz Salim (Salim Segaf Al-Jufri). Pak Prabowo Subianto menyampaikan apa-apa saja yang sudah dan akan beliau lakukan sebagai sikap politik Gerindra," kata Sohibul kepada Liputan6.com, Senin (14/10).
Dalam pertemuan itu, lanjut Sohibul, PKS dan Gerindra saling memberi masukan dan menghargai sikap politik masing-masing. "Lalu kami diskusi banyak hal, saling memberi masukan dan gagasan. Tentu kami tidak ikut campur dengan sikap politik masing-masing," lanjut dia.
Dia menyadari, sekalipun PKS berusaha berpolitik secara rasional, tapi sifat dasar manusia adalah boundedly rational atau tetap ada batasnya. "Sehingga bisa saja sikap politik yang dianggap rasional oleh PKS, belum tentu dianggap rasional oleh Gerindra," ungkap Sohibul.
Karenanya, menurut dia, yang pas adalah saling menghormati. "Jangan ada upaya-upaya reduksi seolah kalau gabung dengan pemerintah berarti begini, dan kalau tidak mau gabung berarti begitu. Itu childish," kata Sohibul.
Dia mengajak, lebih baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. "Republik sudah 3 per 4 abad, masa perilaku politik seperti anak-anak yang di bawah seperempat abad. Jangan ngambekan," ujarnya.
Oposisi dan Rekonsiliasi
Soal rekonsiliasi, Sohibul menegaskan, ketegangan politik yang terjadi selama pertarungan Pilpres 2019 lalu memang harus dicairkan. Tapi bukan dengan cara bergabung dengan pemerintahan.
"Menurut saya rekonsiliasi mutlak diperlukan. Tapi rekonsiliasi tidak otomatis dihasilkan, kalau semua ikut dalam pemerintahan," tegasnya.
Menurut dia, rekonsiliasi yang memilih bergabung ke pemerintah, justru bisa menimbulkan masalah-masalah baru.
"Misalnya, masuknya partai-partai yang kalah dalam Pilpres, justru akan menimbulkan kegaduhan di partai-partai yang jadi pengusung pemenang. Ini berarti memindahkan kegaduhan saja, rekonsiliasi tidak terjadi," ungkap Sohibul.
"Apalagi kalau disertai cara berpolitik yang tidak dewasa, seperti melibatkan urusan-urusan pribadi, like and dislike, dan sebagainya, maka rekonsiliasi itu jadi utopia sekalipun semua gabung dengan pemerintah," tutur Sohibul.
Dia meminta baik pemerintah maupun yang mengatasnamakan penyeimbang, harus bisa berpolitik secara dewasa, rasional, dan berbasis rule of law, maka tidak akan ada fragmentasi bangsa.
"Jadi tolong jangan pertentangkan antara oposisi dengan rekonsiliasi. Keduanya sama-sama mutlak diperlukan. Yang penting bagaimana menempatkan keduanya secara benar. Jadi bukan bertanya milih yang mana, tapi bagaimana mengelola keduanya," pungkasnya.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
(mdk/bal)