Rapat di Baleg DPR, Gerindra tolak, PDIP ngotot revisi UU KPK
Gerindra nilai revisi UU KPK melukai hati rakyat.
Rapat Baleg DPR pembahasan revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK berlangsung panas. Fraksi Partai Gerindra tegas menolak jika UU KPK dilakukan perubahan.
Anggota Baleg dari Gerindra Aryo Djojohadikusumo mengatakan, revisi UU KPK sama saja mengkebiri eksistensi KPK dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, revisi ini juga mendapat penolakan dari masyarakat.
"4 Item yang akan direvisi secara tidak langsung mengebiri KPK untuk memberantas korupsi. Kami dari fraksi Gerindra terus menyuarakan bahwa revisi undang-undang KPK harus dihentikan karena melukai hati masyarakat," kata Aryo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2).
Menurut Aryo, perdebatan mengenai rencana revisi UU KPK begitu menguat. Sejatinya sudah ada 3 RUU. Versi pertama Oktober 2015, versi dua Desember 2015, dan yang terakhir 1 Februari 2016. Aryo menegaskan bahwa usulan revisi ini berasal dari pemerintah meski pada akhirnya disepakati DPR sebagai pengusul.
"Fraksi Gerindra dengan ini menyatakan menolak revisi undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK. Munculnya keinginan pemerintah merevisi UU KPK dari Juni 2016 hingga saat ini," tuturnya.
Sedangkan Fraksi PDIP setuju draf revisi UU KPK dilanjutkan ke tahap yang lebih tinggi. "Fraksi PDIP menyatakan setuju agar revisi atas perubahan kedua UU 30 tahun 2002 dilanjutkan dilanjutkan dalam pembahasan berikutnya," kata Politikus PDIP Hendrawan Supratikno.
Hendrawan menegaskan, bahwa partainya sepakat pada 4 poin fokus dalam revisi. Menurutnya hal itu yang saat ini dibutuhkan KPK.
"Kita memahami kewenangan yang tidak terkontrol akan menuju pada abuse of power. Ada kewenangan yang ditambahkan pada Dewan Pengawas, jangan sampai kita menggeser abuse KPK ke Dewan Pengawas," pungkasnya.
Seperti diketahui ada 4 poin yang akan direvisi dalam UU KPK. Pertama soal dibentuknya dewan pengawas KPK. Kedua, soal KPK diperkenankan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Ketiga, KPK diperkenankan merekrut penyidik sendiri. Terakhir, KPK boleh menyadap jika telah mendapatkan izin pengadilan.
Baca juga:
Baleg DPR rapat harmonisasi dan penetapan draf revisi UU KPK
Menko Luhut sebut Jokowi setuju revisi UU KPK, asal hanya 4 poin ini
KPK masih butuh penyadapan, revisi UU KPK tidak tepat
KPK tidak perlu Dewan Pengawas karena sudah diawasi Presiden dan DPR
FITRA soal revisi UU KPK: Jokowi harus berani tolak!
'Isu revisi UU ramai saat KPK akan bongkar kasus di DPR dan Istana'
KPK dinilai tidak berjuang melawan pelemahan yang dilakukan DPR
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Apa yang diputuskan oleh Pimpinan DPR terkait revisi UU MD3? "Setelah saya cek barusan pada Ketua Baleg bahwa itu karena existing saja. Sehingga bisa dilakukan mayoritas kita sepakat partai di parlemen untuk tidak melakukan revisi UU MD3 sampai dengan akhir periode jabatan anggota DPR saat ini," kata Dasco, saat diwawancarai di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4).
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.