Refly Harun Nilai Demokrat Bisa Jadi Rumah Baru Bagi Dinasti Jokowi
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menganalisa terkait pengambilalihan kekuasaan Partai Demokrat. Menurutnya, Demokrat bisa menjadi rumah baru bagi Presiden Jokowi untuk memperkuat dinasti politiknya setelah tidak menjabat.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menganalisa terkait pengambilalihan kekuasaan Partai Demokrat. Menurutnya, Demokrat bisa menjadi rumah baru bagi Presiden Jokowi untuk memperkuat dinasti politiknya setelah tidak menjabat.
Menurutnya, Demokrat bisa menjadi tempat untuk keluarga Jokowi. Seperti menantunya, Bobby Nasution yang kini menjabat wali kota Medan. Kemudian, putra Jokowi Gibran Rakabuming yang kini menjabat walikota Solo.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden? Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Kapan gugatan terhadap Presiden Jokowi dilayangkan? Dilansir di situs SIPP PTUN Jakarta, Senin (15/1/2024), gugatan itu telah teregister dengan nomor perkara 11/G/TF/2024/PTUN.JKT tertanggal 12 Januari 2024.
-
Apa yang menurut Fahri Hamzah menjadi bukti dari efek persatuan Jokowi dan Prabowo? "Efek persatuan mereka itu luar biasa, telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi game changer, perubahan yang punya efek dahsyat pada perekonomian dan masyarakat secara umum," sambungnya.
"Bagi Presiden Jokowi Demokrat bisa menjadi rumah baru lagi pasca tidak menjabat sebagai presiden, tetapi karena ada dinasti politik yang sudah dibangun kita tahu ada Bobby Nasution in waiting untuk pemilihan gubernur Sumatera Utara," kata dia di akun Youtubenya, Senin (8/3).
Seperti diketahui, KSP Moeldoko mencoba mengambilalih Partai Demokrat dari kepemimpinan menggunakan Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumut, pada 5 Maret lalu. Kepengurusan tersebut tengah didaftarkan ke Kemenkum HAM.
"Gibran untuk pemilihan gubernur Jawa Tengah bahkan ada yang mengatakan DKI, tetapi saya condong ke Jawa Tengah, dan Kaesang yang menunggu untuk menggantikan Gibran di Solo untuk Wali kota," sambungnya.
Menurutnya, tiga orang ini akan menjadi ujung tombak dinasti politik Jokowi yang baru. Maka dari itu, Jokowi memerlukan rumah politik.
"Rumah itu rasanya tidak mungkin ke PDIP, karena rasanya tidak bersikap welcome. Bahkan ketika Jokowi menjadi Presiden sekalipun, bukan orang nomor satu dia partai itu, bahkan dianggap petugas partai," ucapnya.
Kenapa Bukan PSI?
Sementara, jika berlabuh ke PSI rasanya terlalu kecil bagi Jokowi. Sebab, partai itu belum lolos ambang batas parlemen dan belum tentu bisa lolos pada Pemilu 2024.
"Karena itu bisa jadi rumah baru bagi presiden Jokowi pasca tidak menjabat atau sebelum stepdown itu adalah Demokrat, dengan catatan bahwa penguasaan Demokrat oleh Moeldoko mulus," tuturnya.
Maka dari itu, Refly akan memperhatikan sejauh mana kisruh Partai Demokrat akan berakhir. Apakah pemerintahan Jokowi akan membela Moeldoko yang kini menjadi Ketum Demokrat versi Kongres Luar Biasa atau tidak.
“Sekarang kita akan lihat bagaimana campur tangan, bagaimana sikap pemerintahan Jokowi dalam melihat konflik partai ini, apakah mereka mendukung Moeldoko dengan cara halus," kata dia.
Namun, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan sikap pemerintah netral. Hingga kini tidak menganggap agenda dan hasil KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebab, yang terdaftar di Kemenkum HAM adalah kepengurusan AHY.
”Sampai saat ini pemerintah tidak menganggap. Secara hukum tidak tahu ada KLB atau tidak. Meskipun kita mendengar dan melihat (agenda KLB) tapi secara hukum tidak bisa mengatakan itu KLB sebelum dilaporkan secara resmi hasilnya kepada pemerintah," kata Mahfud dalam video yang diterima merdeka.com, Minggu (7/3).
Mahfud menjelaskan, pemerintah baru akan menangani KLB Demokrat secara hukum jika penyelenggara sudah melaporkan hasilnya. Ada dua dasar yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan KLB Partai Demokrat.
Pertama, Undang-Undang Partai Politik. Kedua berdasarkan AD-ART Partai Demokrat yang yang diserahkan terakhir atau yang berlaku saat ini.
"Bagi pemerintah, AD-ART yang terakhir itu adalah AD-ART yang diserahkan tahun 2020. Maaf ya kemarin saya mungkin keliru menyebut tahun 2005. Yang betul AD-ART yang dikerahkan tahun 2020 bernomor MHH 9 Tahun 2020 bertanggal 18 Mei 2020," lanjut Mahfud.
Dia menegaskan, setiap permasalahan yang terjadi harus diselesaikan atas dasar hukum yang berlaku. Dia juga mengatakan, pemerintah masih menganggap Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua Umum Partai Demokrat. Oleh sebab itu, dia menyatakan, pemerintah secara terbuka siap menilai permasalahan ini berdasarkan hukum.
"Nah berdasarkan itu maka yang jadi ketua umum Demokrat sampai saat ini adalah AHY. Nanti akan timbul persoalan apakah AD-ART yang jadi dasar disebut KLB di Deli Serdang itu sah atau tidak, itu nanti akan dinilai secara terbuka," ujarnya.
"Karena secara hukum itu logika masyarakat, tidak boleh main-main. Itu AD/ART yang sah sampai sekarang," tutupnya.
(mdk/rnd)