Saling cibir kubu Jokowi dan Prabowo soal koalisi
Muncul kabar parpol anggota koalisi Prabowo-Hatta bakal menyeberang ke Jokowi-JK jika pasangan itu menang.
Sejak masa kampanye terbuka pilpres digelar, saling sindir antar masing-masing kubu capres cawapres kerap terjadi. Tak jarang 'perang' statement antara masing-masing kubu pasangan capres cawapres kerap terjadi di media.
Kini pasca pencoblosan pilpres usai digelar 9 Juli lalu, saling sindir bahkan serang antar kubu capres cawapres tetap terjadi. Masalah koalisi parpol menjadi salah satu isunya.
Seperti diketahui, tak lama setelah pencoblosan pilpres berlangsung, sejumlah lembaga mengeluarkan hitung cepatnya (quick count). Delapan lembaga menyatakan Jokowi - JK menang, sementara lima lembaga menyatakan Prabowo - Hatta yang menang.
Konstelasi politik pun semakin dinamis. Muncul kabar parpol anggota koalisi Prabowo - Hatta bakal menyeberang ke Jokowi - JK jika pasangan itu menang.
Kubu Prabowo - Hatta lantas langsung mendeklarasikan koalisi permanen parpol-parpol pendukungnya. Salah satu tujuannya, meski seandainya Prabowo - Hatta kalah pilpres, koalisi parpol pendukung akan tetap bersama di DPR.
Sementara, kubu Jokowi - JK membuka pintu jika ada anggota koalisi Prabowo - Hatta yang ingin bergabung jika Jokowi - JK menang pilpres. Mereka juga mengkritik koalisi permanen parpol pendukung Prabowo - Hatta yang telah dideklarasikan.
Berikut saling cibir antara kubu Jokowi - JK dengan Prabowo - Hatta mengenai koalisi seperti dirangkum merdeka.com, Jumat (18/7):
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Apa yang di lakukan Prabowo saat mendampingi Jokowi dalam rapat? Ini setiap rapat ada rapat internal rapat-rapat terbatas, Pak Prabowo selalu mendampingi pak Presiden," kata Budi, saat diwawancarai kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/3).
-
Bagaimana Prabowo bisa menyatu dengan Jokowi? Saat Pilpres 2019 Prabowo merupakan lawan Jokowi, namun setelah Jokowi terpilih menjadi presiden Prabowo pun merapat kedalam kabinet Jokowi.
-
Kenapa Prabowo bertemu Jokowi di Istana? Juru Bicara Menteri Pertahanam Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut, pertemuan Prabowo dengan Jokowi untuk koordinasi terkait tugas-tugas pemerintahan.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
JK sebut koalisi Prabowo tak akan berlangsung lama
Partai koalisi pengusung pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa mendeklarasikan Koalisi Merah Putih, Senin (14/7). Dalam koalisi tersebut terdapat beberapa partai seperti, Gerindra, Golkar, PPP, PKS dan PAN, tetapi Partai Demokrat tidak hadir elite DPP-nya.
Pendamping calon presiden Joko Widodo (Jokowi), Jusuf Kalla (JK) menilai, Koalisi Merah Putih hanya salah satu bentuk dari dinamisnya perpolitikan di Indonesia. Dia menyakini koalisi permanen itu tidak akan mengganggu konsentrasi dirinya dan pasangannya.
"Ndak. Ndak (ganggu). Selalu saya katakan, politik sangat dinamis. Hari ini boleh koalisi dengan A, bulan depan bisa dengan B. Sesuai dengan situasi yang ada," jelasnya di kediamannya, Jalan Lembang nomor 9, Menteng, Jakarta Pusat.
JK mengungkapkan, koalisi permanen tidak akan berlangsung lama jika pasangan yang mereka usung kalah. Sebab banyak partai pengusung Prabowo - Hatta yang ingin merapat kepada partai pengusung Jokowi - JK.
"Ya itu sama sekali tidak. Karena seperti tadi, sudah banyak ingin bersama-sama kita. Bagaimana jadinya mau permanen kalau sudah ada keinginan untuk bersama-sama," ungkapnya.
Dia menambahkan, semangat untuk membangun koalisi ini hanya sebagai langkah antisipasi jika Prabowo - Hatta menang. Sehingga dapat mengamankan kepastian kursi menteri untuk masing-masing partai.
"Ya mungkin harapannya kalau menang, bikin kabinet bersama-sama. Itu biasa saja," tutup JK.
Eva Sundari: Nanti cuma Gerindra yang oposisi
Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari mencibir koalisi permanen yang dibentuk oleh Kubu Prabowo - Hatta . Dia yakin, banyak parpol yang bakal merapat ke Kubu Jokowi - JK dan hanya menyisakan Gerindra sebagai oposisi kelak.
Eva mengatakan, gelagat Demokrat akan merapat sudah terlihat. Contohnya, kata dia, orang dekat Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ruhut Sitompul sudah ada di kubunya.
"Demokrat sudah merapat, contohnya Ruhut," kata Eva saat dihubungi wartawan, Kamis (17/7).
Dalam politik, menurut Eva tidak ada yang permanen, semua fleksibel dan bisa terjadi. Karena itu dia yakin, Jokowi - JK tidak hanya didukung oleh PDIP, PKB, NasDem, Hanura dan PKPI nantinya.
"Proses (komunikasi dengan parpol lain) sedang berlangsung, enggak mungkin ada sikap permanen. Perkembangannya pintu (Jokowi - JK) tidak tertutup," tegas dia.
Termasuk upaya rekonsiliasi antara SBY dan Megawati, dia menyebut, hal itu terus dilakukan. "Sedang dalam proses, kuncinya komunikasi," imbuh anggota Komisi III DPR ini.
Saat ditanya yang paling mungkin bergabung Demokrat atau Golkar?
"Dua-duanya saya kira baik-baik. Nanti saya kira hanya Gerindra yang oposisi," jelas Eva.
Ramadhan Pohan: PDIP lagi panik, makanya jangan arogan
Wasekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan menegaskan tidak ada niat sedikitpun partainya untuk mendukung Jokowi-JK . Menurut dia, Demokrat akan tetap bersama Prabowo-Hatta meskipun hasil pilpres menyatakan Jokowi-JK yang menang.
"Tak ada terbesit apapun kami meloncat ke Jokowi . Ini tak pernah dibahas. Memang tak ada jalan kami berubah haluan. Untuk apa?" kata Ramadhan dalam pesan singkat, Kamis (17/7).
Dia menilai, PDIP sedang panik karena koalisinya minoritas di parlemen jika Jokowi-JK menang. Apalagi, ada UU MD3 yang mengatakan pemenang pemilu tidak otomatis mendapat jatah pimpinan DPR.
"Kayaknya PDIP lagi panik saja. Dulu terlalu arogan bilang tak butuh koalisi, cukup dua atau tiga saja. Sekarang mereka ketar-ketir. Apalagi sejak koalisi PDIP tumbang di MD3 Paripurna DPR RI lalu. Mereka khawatir, jika nanti Jokowi menang Presiden, pemerintahan PDIP lemah dan rapuh," tegas dia.
Karena itu, dia meminta agar PDIP tidak arogan. Sebab dia melihat selama ini partai pimpinan Megawati Soekarnoputri sombong tak mau koalisi.
"Itulah politik. Janganlah pernah arogan, sombong dan tak respek pada pihak-pihak lain. Kini mereka kena batunya," pungkasnya.
JK sebut ada parpol di koalisi Prabowo-Hatta tak siap oposisi
Cawapres Jusuf Kalla (JK) menilai, tidak semua partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih siap untuk menjadi oposisi jika pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa kalah. Bagi partai yang terbiasa berada di pemerintahan, akan sangat sulit menjadi oposisi.
"Ya kalau mau konsekuensi ya oposisi. Tapi saya pikir tentu pilihan-pilihan itu bukan pilihan mudah untuk partai-partai yang terbiasa di pemerintahan," ungkap JK di kediamannya, Jalan Lembang nomor 9, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/7).
JK menambahkan, sampai saat ini belum ada pembicaraan resmi antar partai yang akan bergabung dengan Jokowi - JK. "Saya belum tahu, sekali lagi saya belum dibicarakan. Pengalaman, eh iya ada saja kemungkinan (bergabung), tapi mungkin tidak seperti sekarang," terangnya.
Ketika dikonfirmasi mengenai partai apa saja yang ada kemungkinan merapat, JK enggan buka suara. "Ndak saya tidak bicara partai," tutupnya.
Mubarok sebut Megawati ngambekan
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok menegaskan partainya bulat mendukung koalisi permanen Prabowo-Hatta. Dia enggan mempermasalahkan tidak adanya petinggi Demokrat saat deklarasi koalisi permanen Prabowo-Hatta.
"Enggak ada soal, enggak ada keraguan sedikit pun. Kalau enggak datang (petinggi Demokrat) mungkin ada berbagai acara," katanya saat dihubungi merdeka.com, Senin (14/7).
Mengenai sinyal dari PDIP yang membuka pintu kepada Demokrat untuk bergabung dengan koalisi Jokowi-JK, Mubarok menilai sudah terlambat. Menurutnya, PDIP yang hanya didukung Hanura, NasDem, PKPI dan PKB mulai resah, terlebih setelah UU MD3 disahkan DPR.
"PDIP godain nanti juga bubar (koalisi permanen), itu karena takut. Sekarang UU MD3 diubah, berdasarkan suara terbanyak (ketua DPR), takut sekali," tuturnya.
Seharusnya, lanjut Mubarok, kalau PDIP konsisten sebelum pilpres Megawati mau diajak rekonsiliasi. Tetapi nyatanya, kata dia, Mega tetap bersikeras menolak Demokrat gabung ke koalisi.
"Kalau mau PDIP sebelum pilpres (koalisi). Demokrat mendekat, tetapi ternyata Mega sebagai tokoh nasional ngambek, tetap ngambek," imbuhnya.