Sedihnya Koalisi Majapahit ditinggal Demokrat & PAN lawan Tri-Sakti
Surat rekom dari DPP PAN itu diserahkan siang tadi (19/8) dengan dikawal beberapa petinggi Demokrat Surabaya.
Partai Koalisi Majapahit meradang. Tak hanya kecewa ditinggal dua partai koleganya, Demokrat dan Partai Amanah Nasional (PAN), mereka juga menyesalkan penyerahan surat rekomendasi yang asli dari PAN untuk Dhimam Abror ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, Jawa Timur.
Surat rekom dari DPP PAN itu diserahkan siang tadi (19/8) dengan dikawal beberapa petinggi Demokrat Surabaya.
Menyikapi masalah ini, Ketua Pokja Koalisi Majapahit, AH Thony mengatakan, dengan menyerahkan rekom yang asli itu, justru makin menjerumuskan KPU pada pelanggaran yang lebih banyak lagi, selain pelanggaran membuka kembali masa perpanjangan pendaftaran tahap dua sesuai arahan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Karena seperti diketahui, saat masa perpanjangan pendaftaran bakalan calon peserta Pilkada serentak pada 1 hingga 3 Agustus lalu, masih ada tujuh daerah, salah satunya Surabaya, yang masih memiliki calon tunggal. Bawaslu merekomendasi KPU untuk kembali membuka masa perpanjangan pendaftaran tahap dua, yaitu pada 9 hingga 11 Agustus.
Namun, rekomendasi Bawaslu kepada KPU ini, oleh Koalisi Majapahit dianggap menabrak undang-undang. Koalisi partai yang dihuni tujuh partai politik, seperti ini Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, Golkar, PKB dan PPP ini, sepakat untuk tidak ikut aturan main KPU yang dianggap melanggar konstitusi tersebut.
Koalisi Majapahit memutuskan untuk tidak mengusung calon dan tetap menginginkan Pilwali Surabaya digelar 2017.
Sayangnya, Demokrat dan PAN harus meninggalkan koalisi partai yang tak menginginkan hajatan lima tahunan di Kota Pahlawan ini digelar di 2015. Demokrat-PAN, memilih mengusung Rasiyo-Dhimam Abror untuk melawan incumbent Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana (Tri-Sakti) di Pilwali Surabaya pada 9 Desember mendatang.
Ketika mendaftarkan pasangan Rasiyo-Abror, surat rekomendasi dari DPP PAN diajukan ke KPU Kota Surabaya dalam bentuk scan yang diambil dari faksimile. Hari ini, Rabu (19/8), sesuai jadwal yang ditentukan KPU, sebagai tahap perbaikan berkas, PAN menyerahkan rekom yang asli untuk Abror.
"Ya itu justru semakin memperbanyak jumlah pasal peraturan yang dilanggar KPU,"kata AH Thony yang juga Sekretaris DPC Gerindra Surabaya saat dikonfirmasi wartawan via telepon selulernya.
Inisiator Koalisi Majapahit ini juga menuding KPU dan Panwas Kota Surabaya, tidak menjalankan regulasi sebagaimana mestinya, seperti diamanatkan Undang-Undang Pemilu dan PKPU Nomor 12/2015. Thony juga menyebut, Demokrat dan PAN tidak cermat dalam menyiapkan syarat wajib pendaftaran untuk pasangan calon (Paslon) yang diusungnya, yaitu Rasiyo-Abror.
"Akhirnya, Pak Rasiyo dan Mas Abror dalam posisi sebagai korban?. Selain itu, KPU dan Panwas juga kurang cermat menerapkan PKPU Nomor 12 Tahun 2015, Pasal 42," tudingnya.
Thony menjelaskan, penerimaan surat rekomendasi itu sah-sah saja. Dengan catatan, bila kepentingannya tidak berkaitan dengan tahapan pendaftaran Pilkada.
"Kalau tidak berkaitan dengan pendaftaran, dan tidak bertujuan untuk memberi kesempatan perbaikan bagi Paslon, tidak masalah," katanya.
Sebaliknya, masih kata dia, bila penerimaan rekom tersebut dimaksudkan sebagai bentuk 'garansi' bagi Paslon, itu melanggar aturan.
"Kalau maksud KPU begitu, ya justru makin memperbanyak jumlah pasal peraturan yang dilanggar," tegasnya.
Dia berpendapat, penerimaan rekom itu, bertentangan dengan Pasal 40 PKPU Nomor 9 Tahun 2015, tentang pencalonan wali kota dan wakil wali kota. Pada pasal tersebut menyebut; KPU dilarang menerima perubahan dokumen persyaratan penyalonan dan atau syarat calon setelah pendaftaran, kecuali perubahan dokumen kepengurusan Parpol pengusung Paslon.
"Bunyi pasal pada ayat satu itu sudah jelas, kok," ketus alumni Universitas Gajah Mada (UGM) ini.
Menurutnya, pelanggaran-pelanggaran ini terjadi, karena ada pihak-pihak, yang dalam batasan tertentu, sengaja mempermainkan aturan penyelenggara Pilkada.
"Mereka (pihak tertentu) itu, bermain tanpa didasari pengetahuan cukup terhadap Pilkada kali ini. Cuma, ketika tahu yang dilakukan salah, lalu berusaha ingin menutupi kesalahan itu," tandasnya tanpa menyebut person yang dimaksudnya pihak tertentu tersebut.
Sementara menyikapi adanya sinyal perpecahan di tubuh Koalisi Majapahit ini, Ketua DPD PAN Surabaya, Surat mengaku tak bisa berbuat banyak. Sebab, instruksi mengusung calon, berasal dari DPP partainya.
"PAN dengan segala hormat, kami akan berbicara dengan Pak Sutadi (BF Sutadi, Ketua DPC Gerindra Surabaya), dan tentu akan bicara juga dengan Koalisi Majapahit, bahwa? rekom DPP meminta kami (DPD PAN Surabaya) untuk mengusung calon," aku Surat.
Surat juga berharap, semua koleganya di Koalisi Majapahit ikut mendukung suksesnya Pilwali Surabaya di tahun ini. "Sampai sekarang, pembicaraan kami dengan Demokrat masih dalam koalisi. Syukur-syukur (Koalisi Majapahit) mau bersama-sama untuk menyukseskan Pilwali," harap Surat.
Baca juga:
Serius usung Rasiyo-Abror, PAN serahkan rekom asli ke KPU Surabaya
PDIP bantah merger dengan Demokrat di Pilkada Surabaya dan Pacitan
Tes kesehatan Pilwali Surabaya, tulang Rasiyo bermasalah
Parpol di Surabaya dianggap 'gagap' cari kompetitor Risma
Rekomendasi dikirim via faks, Rasiyo-Abror sah jadi lawan Risma
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Apa yang dimaksud dengan Pilkada? Pilkada adalah proses demokratis di Indonesia yang memungkinkan warga untuk memilih pemimpin lokal mereka, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.