Serangan politik terhadap para capres dinilai sudah makin brutal
Serangan politik dalam pilpres kali ini dibagi menjadi dua kategori, yakni kampanye negatif dan kampanye hitam.
Serangan politik dalam pertarungan menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) tanggal 9 Juli mendatang sudah semakin tajam dan cenderung menghalalkan segala cara. Serangan politik yang cenderung kampanye hitam seperti surat palsu, transkrip palsu, dinilai bukti ada ketakutan kalah berkompetisi sehingga apapun dilakukan untuk menyerang lawan.
"Sudah brutal. Baik yang dilakukan calon maupun timnya, ini sudah sangat kalap, sudah main kayu ibaratnya," ujar Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit di Jakarta, Kamis (19/6).
Arbi menilai, sengitnya pertarungan dan tajamnya saling serang karena Pilpres 2014 ini hanya diikuti oleh dua pasang calon. Oleh karena itu, bagi yang merasa peluang menangnya kecil akan melakukan serangan membabibuta bagi pasangan calon yang punya peluang menangnya lebih besar.
"Kalau hanya dua calon seperti sekarang, kalah ya kalah, tidak akan ada harapan bisa bertarung di putaran dua seperti kalau calonnya lebih banyak," jelas dia.
Menurut Arbi, saat ini di mana dinamika politik semakin memanas lantaran kedua pasangan calon memang sama-sama melakukan serangan politik. Hanya saja, lanjut dia, ada serangan yang masuk kategori kampanye negatif dan ada yang masuk kategori kampanye hitam. Yang tidak boleh, kata dia, adalah kampanye hitam yakni kampanye atau menyerang lawan politik dengan berbasis fitnah.
"Bagi yang merasa diserang, silakan saja melakukan serangan balik, yang penting punya dasar, bukan fitnah. Jadi calon pemimpin enggak boleh cengeng," pungkas dia.