Setelah Bambang DH mundur, Risma kini 'jomblo' pimpin Surabaya
Pemkot Surabaya disebut-sebut tak menghendaki Wisnu Sakti Buana menggantikan Bambang DH.
Setelah Bambang Dwi Hartono mundur sebagai wakil wali kota Surabaya karena maju sebagai calon gubernur Jawa Timur periode 2014-2019, hingga kini kursi pendamping Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, masih kosong.
Sebagai pengganti, karena kursi itu menjadi hak PDI Perjuangan (PDIP) selaku partai pengusung Risma-Bambang, berhak menunjuk salah satu dari dua kandidat pengganti Bambang, yaitu Wakil Ketua DPRD Surabaya Wisnu Sakti Buana, dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya, Syaifudin Zuhri.
Namun hingga kini, penunjukan itu belum dilakukan. Sebab, panitia pemilihan belum terbentuk.
Menurut Ketua DPRD Surabaya, Muhammad Machmud, terkait jadwal pemilihan wakil wali kota, DPRD belum bisa memastikan. Dia mengaku sudah berbuat banyak untuk memuluskan proses pemilihan Wawali Surabaya, namun hingga kini proses pemilihan belum ada kepastian.
"Kami sudah berupaya, bahkan mulai permintaan agenda rapat Banmus, rapat pimpinan dan lainnya selalu kami penuhi. Itu semata untuk membantu fraksi PDIP mengambil hak jabatan wakil wali kota, tapi ya begitu, sampai sekarang saya sendiri belum bisa memastikan kapan pemilihannya bisa dilaksanakan," kata Machmud, Jumat (6/9).
Sementara itu, molornya pembentukan panitia pemilihan pengganti Bambang ini juga diyakini ada campur tangan kubu Pemkot Surabaya yang tak menghendaki Wisnu Sakti Buana menggantikan Bambang menyelesaikan sisa masa jabatan sampai 2015.
Beberapa sumber di internal Pemkot Surabaya juga mengatakan, indikasi intervensi kubu pemkot tersebut merupakan kehendak Tri Risma sendiri yang tak ingin terganggu oleh unsur politik dalam menentukan kebijakan di Kota Surabaya.
Keputusan untuk tidak lagi melibatkan unsur politik di internal pemkot itu bukan tanpa alasan. Rekam jejak kepemimpinan Tri Risma sejak dilantik menjadi wali kota pada 2010 silam, hubungannya dengan politisi PDIP tidak berjalan mulus, meski partai berlambang kepala banteng ini menjadi kendaraan politik Tri Risma-Bambang menuju kursi Surabaya 1.
Salah satu alasan kenapa Risma enggan melibatkan orang PDIP untuk menuntaskan masa jabatannya adalah, keterlibatan PDIP dan Wisnu Sakti Buana karena mendukung pemakzulan Tri Risma pada 2011 silam.
Saat itu, Ketua DPRD Surabaya masih dijabat Wishnu Wardhana. Awal 2011 silam, Wishnu Wardhana sempat akan menurunkan wali kota kelahiran Kediri, itu dari jabatannya, karena kebijakan Risma dinilai tidak populis. Misalnya menaikkan pajak reklame 400 persen untuk papan reklame raksasa dan penurunan 40 persen untuk papan reklame di bawah 8 meter.
Kemudian keberaniannya mendukung warga menentang pembangunan tol tengah kota sejauh 23 km dari Waru, Sidoarjo sampai Tanjung Perak, Surabaya. Padahal, proyek tersebut sudah disetujui oleh DPRD Surabaya dan merupakan proyek nasional dengan biaya mencapai Rp 8 triliun.
Kebijakan pertama Risma setelah terpilih sebagai wali kota itu merupakan wujud kepeduliannya untuk mencegah Kota Pahlawan menjadi 'hutan reklame' seperti kota-kota besar lainnya.
Selain merusak pemandangan kota, berdirinya 'hutan reklame' juga bisa mengancam keselamatan pengguna jalan. Papan reklame besar bisa saja menimpa pengguna jalan seperti kasus di beberapa kota besar lainnya.
Sementara pemotongan pajak untuk papan reklame kecil semata-mata untuk memacu pengusaha menengah ke bawah agar lebih mudah beriklan.
Tak hanya itu, kebijakan Risma dalam menjalankan pemerintahan juga cenderung berjalan sendiri, terbukti Bambang yang kala itu menjadi wakilnya, sempat merasa dipinggirkan karena tidak pernah dilibatkan.
"Di samping tak ingin di rusuhi (diganggu), wali kota jelas takut dengan masuknya Wisnu Sakti Buana, jika nanti benar-benar menggantikan Bambang. Apalagi selama ini Risma sudah menata orang-orangnya untuk duduk di posisi strategis. Bahkan, ini ada kaitannya dengan Pilwali mendatang," ujar sumber itu.
Dia mengatakan, usaha untuk menghambat langkah Wisnu Sakti menggantikan Bambang juga ditengarai melibatkan internal DPRD Surabaya. Bahkan, muncul indikasi perang politik transaksional menggunakan money politik.
"Jika sebelumnya muncul kabar ada kompensasi bagi anggota dewan yang memuluskan langkah Wisnu Sakti, kita kubu Pemkot juga melakukan hal serupa dan menggunakan tangan beberapa anggota dewan. Ada komunikasi antara kubu pemkot dan internal dewan untuk menghambat laju Wisnu Sakti menjadi wakil wali kota," terang orang dekat Risma ini.
Sementara itu, Risma setiap kali ditanya soal siapa pengganti Bambang DH, dia selalu menolak berkomentar. "Jangan tanya itu," kata Risma singkat.
Hingga kini penetapan panitia pemilihan wakil wali kota masih belum terbentuk. Dari tujuh fraksi di DPR, hanya tiga yang sudah mengirimkan wakilnya, yaitu Fraksi PDIP, Fraksi PD, dan Fraksi PDS, sedangkan FPG, FPKS, FPKB, dan APKINDO (Gabungan) belum mengirimkan nama anggotanya untuk menjadi panitia pemilihan.