Singgung Buzzer, Pidato AHY Dinilai Tajam dan Menyentuh Hal Krusial
Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan pidato politik dalam rangka HUT 50 Tahun CSIS. Dalam pidatonya, AHY banyak mengkritik pemerintah, mulai dari demokrasi hingga fenomena buzzer.
Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan pidato politik dalam rangka HUT 50 Tahun CSIS. Dalam pidatonya, AHY banyak mengkritik pemerintah, mulai dari demokrasi hingga fenomena buzzer.
Menanggapi hal itu, Akademisi dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura Sulfikar Amir menilai, kritik yang dilakukan AHY dalam pidatonya adalah hal wajar.
-
Kapan AHY mulai bertugas sebagai ketua partai Demokrat? Sebelum bertugas sebagai ketua partai Demokrat di tahun 2016, AHY sempat menduduki pangkat Mayor.
-
Apa yang diusulkan oleh Partai Demokrat terkait penunjukan Gubernur Jakarta? Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg Fraksi Demokrat Herman Khaeron. Dia mengatakan, pihaknya tetap mengusulkan agar Gubernur Jakarta dipilih secara langsung. "Kami berpandangan tetap, Pilgub DKI dipilih secara langsung. Bahkan wali kota juga sebaiknya dipilih langsung," kata Herman Khaeron.
-
Apa jabatan AHY saat ini? Jadi Menteri Saat ini sebagai seorang menteri, momen seperti ini sering terlihat dalam unggahan-unggahan IG-nya.
-
Apa yang dibahas Indonesia di Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta? “AIPA ke-44 nanti juga akan membahas persoalan kesejahteraan, masyarakat, dan planet (prosperity, people, and planet),” kata Putu, Rabu (26/7/2023).
-
Apa sikap AHY yang dipuji oleh Sudirman Said? Mengajak seluruh kader untuk “move on” memberi signal yang menunjukkan kedewasaan politik Juru Bicara Bacapres Anies Baswedan Sudirman Said memuji sikap Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengajak kader memaafkan dan move on fokus menyongsong peluang menuju Pilpres 2024.
-
Kapan AHY menerima Bintang Mahaputera Nararya? Agus Yudhoyono, yang baru saja dianugerahi Bintang Mahaputera Nararya oleh Presiden Jokowi, tampak didampingi oleh Annisa Pohan. AHY, seperti yang telah kita ketahui, merupakan salah satu menteri yang mendapatkan penghargaan tersebut di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu (14/8) yang lalu.
"Sangat-sangat menarik. Mas AHY menyentuh beberapa isu krusial seperti pandemi, kualitas demokrasi yang menurun, efek disrupsi hingga buzzer," kata Sulfikar, dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8).
Lebih lanjut, Associate Professor of Science, Technology and Society ini melanjutkan, akan menarik jika soal resiliensi ini bisa diperkuat melalui peran-peran institusi karena domainnya Demokrat sebagai partai politik.
"Dalam gambar besarnya, resiliensi mencakup bagaimana kita berpolitik, bagaimana demokrasi disusun, bagaimana proses pembuatan kebijakan dilakukan, bagaimana partisipasi publik itu didorong dan lain-lain," katanya.
Sementara itu, Pengamat politik Ubedilah Badrun dari UNJ melihat, pidato Ketum AHY ini cukup berbeda dengan pidato Ketum-ketum parpol lain sebelumnya.
"Sebagai partai non pemerintah, wajar jika pidato AHY ini bernada cukup tajam. Kalau tidak kritis, apa bedanya Demokrat dengan partai-partai koalisi pemerintah?" kata Ubedilah.
Secara khusus, salah satu mantan pemimpin gerakan mahasiswa tahun 1998 ini menyoroti bagian pidato AHY yang mempertanyakan mengapa kritik terhadap pemerintah selalu dianggap sebagai lawan.
"Betul kata mas AHY bahwa pada dasarnya kita ingin rakyat selamat. Itulah sebabnya berbagai elemen masyarakat sipil mengkritik dan memberi masukan," kata Ubedillah.
Pidato AHY
Sebelumnya, AHY menutup rangkaian pidato para Ketua Umum partai politik dalam rangka 50 tahun CSIS. Tampil sebagai Ketua Umum termuda, AHY menekankan tentang perlunya memperkuat daya tahan dan daya saing bangsa untuk mencapai puncak kejayaan bangsa pada tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka.
AHY juga menyinggung soal pesta demokrasi di pemilu nasional dan daerah, serta fenomena buzzer yang dianggap kerap menyebar fitnah dan kebohongan.
Menurutnya seharusnya Pemilu dan Pilkada menjadi ajang kontestasi intelektual, kapasitas kepemimpinan, dan integritas. Namun pada kenyataannya, politik uang menyesaki politik elektoral dengan pragmatisme dan transaksional, bukan gagasan, visi misi dan program aksi figur.
"Tapi pada kenyataannya, politik kita semakin disesaki oleh pragmatisme dan transaksionalisme. Artinya, demi kemenangan elektoral, politik uang, menjadi jalan pintas, tentu bagi mereka yang punya uang berlimpah," katanya dalam pidato kebangsaan yang digelar CSIS Indonesia, Senin (23/8).
Berikutnya, AHY mengungkapkan, politik identitas sangat berbahaya karena dampak jangka panjangnya perpecahan. Dia menjelaskan, sejumlah kalangan menggunakan politik identitas untuk memenangkan dukungan elektoral dengan menyentuh sentimen primordial atau identitas tertentu karena dianggap membawa kemenangan.
"Harganya terlalu tinggi. Kebhinekaan adalah kekuatan; sebaliknya, bisa menjadi sumber perpecahan bangsa, jika kita tidak merawatnya dengan baik. Jangan pula bentur-benturkan Pancasila dengan agama. Semua agama mengajarkan kebaikan dan kemuliaan. Artinya, nilai-nilai agama, compatible dengan nilai-nilai Pancasila," terangnya.
Terakhir adalah post-truth politics. Politik fitnah dan saling membunuh karakter itu semakin mudah diorkestrasi di tengah era digital. Hoaks, kampanye hitam, ujaran kebencian dan lainnya dianggap sebagai norma baru dalam kehidupan demokrasi hari ini.
AHY mengatakan, post-truth politics melahirkan profesi baru yaitu buzzer. Pekerjaannya memproduksi dan menyebar fitnah dan kebohongan.
"Kenyataannya, justru sekarang ada profesi baru, yaitu pasukan buzzer, yang memang pekerjaannya adalah memproduksi dan menyebar fitnah dan kebohongan, termasuk menghabisi karakter seseorang, atau suatu kelompok, yang dianggap berbeda sikap dan pandangan," tutupnya.
Sumber: Liputan6.com