Tak Terbujuk Rayu Kekuasaan, PDIP dan PKS Bisa Jadi Oposisi Kuat di Parlemen Gabung Kekuatan Sipil
PDIP dan PKS punya pengalaman menunjukan kekuatan di parlemen asal konsisten tetap menjadi oposisi dan tidak terlibat dalam pembicaraan bagi-bagi jatah menteri.
PDIP dan PKS punya pengalaman menunjukan kekuatan di parlemen asal konsisten tetap menjadi oposisi dan tidak terlibat dalam pembicaraan bagi-bagi jatah menteri.
- PDIP Kembali Singgung Demokrasi Dikebiri Jokowi & Parcok: Mahalnya Kedaulatan Rakyat
- Bagaimana Pengaruh PDIP di Parlemen Jika Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran?
- PDIP Kritik Putusan MA Batas Usia Calon Kepala Daerah: Hukum Kembali Diakali Demi Loloskan Putra Penguasa
- PDIP Ungkap Akar Rumput Kubu 01 dan 03 Suarakan untuk Bergabung: Demokrasi Harus Diselamatkan
Tak Terbujuk Rayu Kekuasaan, PDIP dan PKS Bisa Jadi Oposisi Kuat di Parlemen Gabung Kekuatan Sipil
Peneliti Formappi Lucius Karus berharap PDIP dan PKS menjadi oposisi untuk mengawasi perjalanan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Lucius teringat pada sikap PDIP pada periode 2009-2014 yang pernah menjadi oposisi di era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Lucius mengatakan, meski suara PDIP dan PKS kalah dari jumlah partai politik pendukung penguasa, tapi keduanya bisa menggabungkan kekuatannya dengan sipil.
"Kalau dia bisa menggabungkan kekuatannya dengan kekuatan masyarakat sipil, kekuatan publik, itu dengan mudah DPR bisa dipaksa untuk mengikuti aspirasi publik, itu pernah dilakukan oleh PDIP di era menjadi oposisi di tahun 2009-2014," kata Lucius di kantor Formappi, Jakarta, Senin (13/5).
Lucius meyakini PDIP dan PKS punya pengalaman menunjukan kekuatan di parlemen asal konsisten tetap menjadi oposisi dan tidak terlibat dalam pembicaraan bagi-bagi jatah menteri.
Menurut Lucius, PDIP dan PKS punya pengalaman untuk menggalang kekuatan masyarakat sipil. Jika kekuatan mereka bersatu dengan publik, maka bisa menekan parlemen dalam proses pengambilan keputusan.
"Jadi tugas kita sekarang mendorong agar PDIP tidak terbujuk oleh rayuan kekuasaan sehingga ada jaminan bagi kita, ada check and balances yang cukup berpengaruh di 5 tahun mendatang," ujar Lucius
Lucius menyebut apabila PDIP dan PKS bergabung ke pemerintahan, maka demokrasi di Indonesia sudah selesai. Terlebih, presiden terpilih Prabowo Subianto sudah menyindir para pihak yang tidak mau kerja sama untuk tidak mengganggu.
"Kalau tidak, demokrasi sudah selesai. Karena sudah dibilang oleh presiden terpilih 'kalau jadi oposisi diam saja' gitu. Atau 'duduk di pinggir jalan tapi enggak usah ganggu presiden, deh, enggak usah ganggu koalisi'," kata Lucius.
Dia menilai, perkataan Prabowo itu adalah sinyal buruk untuk demokrasi karena secara tidak langsung menyuruh orang berhenti berbicara. Maka dari itu, kekuatan PDIP, PKS dan publik dibutuhkan guna mengawasi demokrasi.
"Kalau menyuruh orang berhenti ngomong, menyuruh oposisi diam, itu si tidak baik saja untuk demokrasi ke depan. Mengapa kita butuh PDIP, kenapa kita butuh PKS yang sudah berpengalaman sebagai oposisi, tinggal nanti membangun konsolidasi koordinasi saja dengan gerakan publik," tutur Lucius.
"Untuk merawat demokrasi, bukan untuk menjatuhkan atau untuk tujuan yang negatif untuk presiden dan wakil presiden terpilih maupun koalisi mereka," pungkas Lucius.