Tiga Tokoh Politik Berkubu Bikin Keki
Kamis (23/6) pagi, Puri Cikeas, Bogor kedatangan tamu istimewa. Mantan wakil presiden sekaligus, Politikus senior Golkar, Jusuf Kalla (JK). Dia diterima langsung oleh pemilik rumah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kamis (23/6) pagi, Puri Cikeas, Bogor kedatangan tamu istimewa. Mantan wakil presiden sekaligus, Politikus senior Golkar, Jusuf Kalla (JK). Dia diterima langsung oleh pemilik rumah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Keduanya berbincang hangat. Nostalgia saat memimpin Indonesia periode 2004-2009 lalu. SBY juga memamerkan buah karya lukisannya. Hobi baru SBY usai ditinggal sang istri tercinta Ani Yudhoyono.
-
Kapan Surya Paloh bertemu dengan Prabowo dan menegaskan dukungan NasDem terhadap pemerintahannya? Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bertemu dengan presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, di Kertanegara, Jakarta, Kamis (25/4). Dalam pertemuan itu, Surya Paloh menegaskan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo dengan Gibran Rakabuming Raka nanti
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Kapan Partai Kasih dideklarasikan? Sekelompok anak muda Indonesia asal Papua mendeklarasikan mendirikan partai nasional yang diberi nama Partai Kasih pada Minggu 23 Juni 2024 di Jakarta.
-
Siapa yang mendirikan Partai Kasih? Sekelompok anak muda Indonesia asal Papua mendeklarasikan mendirikan partai nasional yang diberi nama Partai Kasih pada Minggu 23 Juni 2024 di Jakarta.
-
Bagaimana Demokrat akan mendekati partai lain? Selain itu, dia menuturkan bahwa Demokrat membuka komunikasi dengan pihak manapun. Sehingga, ujarnya segala kemungkinan yang ada bakal dikaji secara mendalam.
-
Apa jabatan Sudaryono di Partai Gerindra? Diketahui, sebelumnya Sudaryono merupakan asisten pribadi (aspri) Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto pada 2010 lalu. Tak hanya itu, Sudaryono merupakan Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah.
Di saat bersamaan, putra SBY, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertemu dengan Ketum NasDem Surya Paloh di tempat berbeda. AHY dan Paloh berbincang di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta Selatan.
Tiga tokoh politik tengah menjalin komunikasi jelang Pemilu 2024. Tujuannya satu. Mengalahkan hegemoni PDIP. Hal ini dilihat oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno.
©2022 Liputan6.com/Angga Yuniar
Adi mengatakan, semakin kuatnya sinyal tersebut karena pertemuan antara SBY dengan JK bersamaan dengan pertemuan AHY dan Surya Paloh.
Adi menyatakan, NasDem menominasikan Anies Baswedan sebagai kandidat capres. Menurut dia, hal itu pilihan paling realistis. Menurut dia, Ganjar Pranowo bukan pilihan tepat karena kader PDIP.
"Kalau Andika Perkasa pasti diprotes publik sebagai jenderal aktif yang tak boleh berpolitik. Maka pilihan rasional adalah Anies," kata Adi Prayitno, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (24/6).
Menurutnya, jika NasDem benar mengusung Anies sebagai capres, maka Demokrat pasti akan tertarik untuk bergabung. Adi menyakini hal itu sudah dipastikan bahwa poros tersebut untuk mengalahkan PDI Perjuangan.
"Ketika Anies (diusung) maka Demokrat tertarik bergabung, kenapa? Tentu kepentingannya sama ingin mengalahkan dominasi PDIP yang dua periode memenangkan pertarungan," ucapnya.
"Artinya ketika NasDem mengusung nama seperti Anies secara tidak langsung kan ingin bikin front terbuka dengan PDIP bahkan dengan pemerintah," sambung Adi.
Bikin PDIP Keki
Politisi PDIP Andreas Hugo Pareira menyindir pertemuan SBY-JK dan AHY-Paloh di saat bersamaan. Dia berujar, rakyat tidak memilih para tokoh untuk menjadi 'king maker'. Tetapi, rakyat pilih calon presiden pada 2024.
"Rakyat kan tidak pilih para tokoh-tokoh yang sedang berambisi jadi 'King Maker'. Rakyat akan pilih capres, toh," kata Andreas kepada merdeka.com, Selasa (28/6).
Andreas memahami, soal pertemuan SBY dan JK itu. Dia berkata, semua ingin menang pada Pilpres 2024. "Namanya kontestasi pilpres ya pasti semua juga ingin menang. Tapi sampai sekarang belum ada capresnya tuh," ucapnya.
Politisi PDI Perjuangan Effendi Simbolon mengutarakan pendapatnya terkait pertemuan para elite itu. Dia berujar, manuver mereka mantap.
"Mantap! mantap manuvernya," kata Effendi saat ditemui di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6).
Dengan nada enteng, Effendi malah yakin mereka bisa mengalahkan hegemoni PDIP. Kata dia, SBY, JK dan Ketum NasDem Surya Paloh adalah kekuatan besar. "Bisa dong, mantap itu kekuatan besar, berpadu, berkolaborasi," ucapnya.
PDIP dan NasDem Sulit Bersatu
Menurut Analis Politik Adi Prayitno, ketika NasDem memilih Anies maka sama saja partai Surya Paloh membuat front terbuka dengan PDIP. Kedua partai ini pun bakal berhadapan di 2024 nanti.
"Saya kira sulit membayangkan PDIP dan NasDem berkoalisi di 2024, argumennya dua hal, yang paling mencolok itu ketika NasDem menominasikan Anies Baswedan sebagai salah satu kandidat capres yang akan diusung," kata Adi lewat pesan suara, Kamis (30/6).
"Secara tidak langsung itu NasDem membuat front terbuka kepada PDIP bahwa di 2024 mereka akan pisah jalan dan sangat mungkin akan berhadap-hadapan," sambungnya.
Adi mengatakan, Anies merupakan salah satu sosok yang saat ini berada diluar koalisi pemerintah. Ia juga terkesan selalu di marjinalkan maupun dikucilkan secara politik.
"Jadi mengherankan ketika NasDem memasukkan nama Anies itu secara langsung menantang PDIP, partai partai penguasa lainnya untuk berhadapan di 2024," ujarnya.
Faktor lainnya, hubungan NasDem dan PDIP makin panas dingin lantaran belakangan saling berbalas pantun politik tentang partai sombong. Saling sindir tentang membajak kader orang lain juga mencuat.
"Yang menegaskan dua partai ini secara politik chemistrynya gak dapat," ujarnya.
Hal ini semakin menebalkan keyakinan bahwa hubungan NasDem dan PDIP tidak baik-baik saja. Bahkan pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang tak mau berkoalisi dengan PKS dan Demokrat bukanlah sasaran utama.
"Sasaran utama sebenarnya dari pernyataan Hasto itu tidak mau koalisi dengan NasDem," jelas Adi.
Sementara, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, berkaca dari dinamika politik saat ini, NasDem dan PDIP cenderung sulit bersatu di pilpres 2024.
"Kecenderungannya perhari ini PDIP dan NasDem tidak akan berkoalisi di 2024 yang akan datang alias jalan sendiri sendiri," ungkapnya.
Penyebabnya, komunikasi antara PDIP dan NasDem cenderung buntu dan jarang bagus. Salah satu sebabnya karena perebutan para kepala daerah di berbagai wilayah di Indonesia.
"Terutama pasca pilkada 2020 terjadi persaingan disana," kata Qodari.
Faktor kedua, NasDem ingin menjadi partai besar yang punya logika-logika politik dan belum tentu sama dengan PDIP. Contohnya saat nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa masuk dalam nominasi calon presiden NasDem pada rakernas.
"Itu kan belum tentu sama dengan PDIP, PDIP bisa aja mencalonkan Puan dan kalau benar nanti NasDem mencalonkan Anies misalnya, atau misalnya Ganjar itu kan berarti koalisinya beda, gak sama, jadi akan berhadapan," ucapnya.
"Intinya begitu, perhari ini kalau semuanya linier NasDem punya jalan sendiri, PDIP punya jalan sendiri dan perhari ini itu sesuai dengan analisis yang mengatakan kemungkinan capres dan cawapres ada tiga atau empat pasang," pungkasnya.