Tito Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Ini Respons Demokrat
Dengan pilkada langsung, Demokrat menilai masyarakat bisa memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat
Demokrat merespons Menteri Tito terkait Pilkada langsung bisa menghambat pembangunan daerah
Tito Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Ini Respons Demokrat
Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menanggapi, pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai, sistem pilkada langsung menghambat pembangunan, karena terkadang gubernur dan bupati atau wali kota tak akur.
"Tentu sangat wajar saja gitu kalau beliau menyampaikan itu dalam diskusi ini kan di Parlemen bagaimana pun hari ini kita sama-sama mengenakan akses pemilihan langsung," kata Herzaky, kepada wartawan, di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa (11/6).
Kendati demikian, dia menilai, sistem pemilu yang diterapkan saat ini sudah baik. Dengan pilkada langsung, masyarakat bisa memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat.
"Yang selalu disampaikan oleh ketum kami Mas AHY bahwa kita hanya akan memilih pemimpin yang benar-benar dekat dengan rakyat dan selalu berupaya memberikan solusi untuk rakyat dan itu hanya bisa dicapai melalui pilkada secara langsung," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai, pilkada dapat menghambat pembangunan untuk rakyat.
Sebab, sering menimbulkan ketidakakuran antara gubernur dan bupati hingga wali kota karena urusan politik.
Hal itu dia sampaikan saat rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/6).
"Kita melihat bahwa ini momentum untuk menyelesaikan pembangunan tanpa hambatan politik karena kalau kita alami selama ini sering terjadi hubungan kurang harmonis antara gubernur dengan bupati/wali kota," kata Tito.
"Apalagi kalau partainya berbeda, satu partai yang sama saja belum tentu kompak, rivalitas, apalagi kalau partainya berbeda sering kali menimbulkan friksi. Ada hambatan politis di sana, itu mengganggu pembangunan untuk rakyat," sambung dia.
Dia pun membandingkan dengan proses penunjukan penjabat oleh pemerintah. Tak ada konflik, apalagi mengeluarkan biaya politik.
"Nah PJ tidak ada, dia bukan kader partai politik, mereka birokrat, sehingga tidak perlu terjadi konflik politik antara bupati/wali kota. Kedua, enggak ada biaya politik. Kita tidak pernah ada transaksional pada mereka, enggak tahu di bawah saya, kalau ada ketanggap, ketanggap tuh, tanggung jawab," ujar dia.
Lebih lanjut, dia mengaku akan melakukan studi terkait sistem pemilihan pilkada. Apakah lebih baju pilkada dipilih oleh masyarakat atau dipilih oleh pemerintah.
"Kita ingin membuat kajian dengan metodologi yang melibatkan ahli, untuk melihat baik dengan cara kuantitatif maupun kualitatif, kira-kira bagus mana antara dua gelombang ini," tutur Tito.
"Kalau yang hasil pilkada yang lebih bagus itu akan memperkuat sistem pemilihan rekrutmen melalui Pilkada. Kalau ternyata yang ini yang lebih bagus kelompok yang hasil rekrutmen penugasan itu juga perlu menjadi pertimbangan," pungkas Tito.