Wantimpres tak merasa terusik dengan keberadaan Tim Independen
Suharso menilai Tim Independen sifatnya hanya sementara dan khusus untuk menangani kasus KPK vs Polri saja.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Tim Independen untuk menyelesaikan perseteruan dua lembaga penegak hukum KPK dan Polri. Tim Independen terdiri dari 9 anggota yang dipilih oleh presiden dan diketuai oleh Buya Syafii Maarif. Banyak kalangan menilai, dengan dibentuknya tim 9 tersebut, maka fungsi Watimpres dipertanyakan.
Menanggapi hal itu, anggota Wantimpres Suharso Manoarfa mengatakan, pembentukan Tim Independen menurutnya adalah hak Presiden untuk mencari solusi menyelesaikan masalah antara KPK dan Polri. Politisi PPP ini menegaskan, dengan dibentuknya tim 9, Jokowi tidak melangkahi hak dan kewajiban Watimpresm
"Tim 9 itu sah-sah saja, Presiden ingin memperkaya informasi silakan. Itu kan hanya ad hoc, hanya untuk kasus itu saja, tapi kita Wantimpres bukan untuk kasus itu saja. Semua pasti kita berikan pertimbangan presiden," kata Suhraso saat ditemui usai acara Mukernas PPP di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (19/2).
Suharso melanjutkan, dalam menjalankan tugasnya wantimpres banyak memberikan pertimbangan kepada Presiden soal persoalan di negeri ini. Dia menambahkan, sebelum Jokowi mengambil keputusan soal pembatalan pelantikan BG, wantimpres juga sudah memberikan rekomendasi kepada kepala negara.
"Kita tidak dalam posisi memberikan penilaian apa yang dilakukan presiden, kami memberikan pertimbangan, dan pertimbangan tidak dishare kepada publik, kalau sebagai warga negara, Menurut saya itu keputusan yang sudah pas lah," jelasnya.
Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim khusus untuk menyelesaikan konflik KPK dan Polri. Tim Independen tersebut terdiri dari para tokoh dan pengamat di bidang hukum dan kepolisian.
Para tokoh yang menjadi tim tersebut adalah mantan Pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie, mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, pakar Kepolisian Bambang Widodo Umar, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dan Tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif.