Wiranto kecewa gugatan Yusril ditolak MK
"Berarti ada satu pemaksaan kehendak melalui UU, yang kemudian memasung hak rakyat," kata Wiranto.
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) sangat menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang membatalkan uji materi UU Pilpres Nomor 42 tahun 2008. Keputusan ini dinilai merampas hak politik masyarakat dalam mencari pemimpin yang berkualitas untuk bangsa.
"Patut disayangkan memang langsung ditolak mentah-mentah oleh MK , yang berarti presidential threshold (PT) akan tetap berjalan," ujar Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dalam keterangan pers yang diterima merdeka.com, Jumat (21/3).
Wiranto menilai, ada paksaan dalam pemilu kepada hak pilih rakyat. Dia melihat putusan ini justru memasung keinginan rakyat untuk mencari calon pemimpin yang sesuai keinginan.
"Berarti ada satu pemaksaan kehendak melalui UU, yang kemudian memasung hak rakyat, memasung hak politik rakyat, memasung keinginan rakyat untuk memilih calon-calon potensial negeri ini," tegas dia.
Putusan MK final dan mengikat, sehingga Wiranto hanya bisa berharap, ke depan DPR bisa mengubah UU tersebut. Khususnya soal Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen yang dinilai mengebiri hak pilih rakyat.
"Berarti persidangan di DPR untuk menentukan berapa persen akan dilanjutkan," kata Wiranto .
Menurut Wiranto , pasca digugurkannya uji materi UU Pilpres oleh MK setidaknya ada tiga kerugian yang ditimbulkan. Pertama hilangnya hak masyarakat untuk mendapatkan kesempatan memilih calon pemimpin yang lebih banyak.
Kerugian kedua, kata dia, kepentingan negara di mana pembatasan itu akan membuat negara kehilangan peluang untuk memilih putra putri terbaiknya negeri ini.
"Yang sekiranya punya integritas, kompetensi untuk membawa negeri ini menang, eksis dalam persaingan global jadi tidak diperbolehkan muncul," katanya.
Kerugian ketiga, lanjut dia, akan timbul kerancuan dari penerapan perundang-undangan hingga akibatnya akan timbul potensi digugatnya hasil pemilu ke depan.
"Problemnya adalah kita paham bahwa apa yang kita laksanakan ini adalah hal yang salah, tapi kita melakukan hal yang haram dari sudut konstitusi. Sebab di satu sisi MK mengatakan bahwa pemilu yang dipisahkan itu melanggar UU. Sementara pelaksanaannya nanti 2019," tukasnya.
Soal berapa persen PT seharusnya, dia hanya ingin, setiap partai yang lolos menjadi peserta pemilu dapat mengajukan capres dan cawapres. Artinya, PT disamakan oleh Parliamentary Threshold sebesar 3,5 persen.
"Sehingga frasa dari UU itu bisa tertangkap bahwa setiap partai yang telah lolos ikut pemilu dengan parliamentary threshold berhak untuk mencalonkan presiden dan wapresnya," pungkasnya.