Yorrys akui elektabilitas Golkar merosot karena kasus korupsi
Dia memaparkan, rangkaian kasus yang meninpa para kader Golkar. Mulai dari kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu, sampai dengan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP.
Partai Golkar kini sedang dirundung masalah lantaran banyak kader yang tersangkut kasus korupsi. Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan DPP Golkar Yorrys Raweyai mengakui, elektabilitas partainya kini menurun karena hal tersebut.
"Kita tidak bisa pungkiri dari hasil survei terjadi penurunan. Kita sudah tahu hasil survei kita terakhir itu naik 7 persen. Yang tadinya kita dari enam bulan itu naik dari 11 jadi 15 persen. Tetapi mulai tersandung dengan berbagai macam kasus. Kasus yang muncul sekarang. Survei bulan Mei itu kan 7,1," katanya di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/7).
Dia memaparkan, rangkaian kasus yang meninpa para kader Golkar. Mulai dari kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu, sampai dengan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP.
"Secara politik kalo kita, sementara yang sudah dipanggil dalam kasus ini kalau kita dalam kasus ini hampir semua kader golkar yang pada saat 2009-2014 itu berada di komisi II. Ini hampir semua yang kena. Ini harus kita sikapi secara arif bijaksana," pungkasnya.
Sebelumnya, Senin kemarin (17/7) KPK telah menetapkan Ketua Umum Golkar Setya Novanto sebagai tersangka ke empat dari kasus pengadaan e-KTP. Kemudian sore tadi (19/7) giliran Politisi Golkar lainnya, Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka ke lima dari kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 Triliun itu.
"Markus Nari (MN) ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam pengadaan paket penerapan e-KTP tahun 2011-2013 pada Kemendagri yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sehingga negara diduga mengalami kerugian sekurangnya Rp 2,3 triliun dari total nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Markus Nari diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek KTP-e di DPR.
Terhadap Markus Nari disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan Novanto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, KPK juga sudah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam kasus tersebut.