Zulhas Bela Jokowi soal Boleh Berkampanye & Memihak: Nyalon Presiden Saja Boleh, Apalagi Mendukung
lkifli Hasan sepakat dengan Jokowi bahwa tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye.
Zulhas mengaku jabatan gubernur, bupati, DPR, menteri dan presiden adalah jabatan publik.
- Momen Zulkifli Hasan Ingin Menangis saat Puji Jokowi: Kalau Diteruskan, Cepat Keluar Air Mata Pak
- Zulkifli Hasan Temui Jokowi di Istana, Bahas soal Ini
- Jokowi Diusulkan Pimpin Koalisi Besar, Ini Respons Airlangga dan Zulkifli Hasan
- Zulhas Dukung Jokowi Boleh Memihak di Pilpres 2024: Presiden Ini Jabatan Publik dan Politik
Zulhas Bela Jokowi soal Boleh Berkampanye & Memihak: Nyalon Presiden Saja Boleh, Apalagi Mendukung
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di Pemilu 2024.
Zulhas mengaku jabatan gubernur, bupati, DPR, menteri dan presiden adalah jabatan publik.
"Jadi gubernur, bupati, DPR, saya menteri, presiden itu jabatan publik. Jadi saya boleh nyalon presiden, saya boleh nyalon gubernur, saya boleh nyalon bupati, DPR. Kalau nyalon aja boleh apalagi dukung," ujarnya usai kampanye terbatas di GOR Anugrah Makassar, Rabu (24/1).
Zulhas mengaku dirinya yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) boleh mendukung calon presiden dan wakil presiden. Dia kembali menegaskan posisi menteri adalah jabatan politik.
"Saya dukung capres ini, boleh, capres itu, boleh, bahkan presiden. Pertama kalau dia mau kedua dia maju sendiri boleh. Ini jabatan publik, jabatan politik yah," sebutnya.
Zulhas menyebut pihak-pihak yang menyebut presiden tidak netral di Pemilu adalah kubu lawan.
Bahkan, Zulhas menyebut kubu lawan pasti juga ingin mendapatkan dukungan dari presiden.
"Ada yang bilang, kalau gitu enggak usah memihak. Yah kalau lawan pasti maunya dukung dia dong, kan begitu. Tapi itu hak,"
tegasnya.
merdeka.com
Zulhas kembali menyebutkan jabatan bupati, gubernur, DPR, hingga presiden punya hak untuk memilih. Dia menyebut jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) yang tidak bisa mendukung capres dan cawapres.
"Yang tidak boleh itu misalnya sekda, itu enggak bisa. Kalau pejabat publik dipilih 5 tahunan itu haknya dia mau dukung siapa, untuk memilih siapa bahkan maju sendiri boleh," kata dia.
Selain jabatan sekda, penggunaan fasilitas negara juga dilarang.
"Yang tidak boleh memakai uang fasilitas negara. Itu yang enggak boleh. Contohnya menteri maju wapres boleh, ada menteri mendukung capres ini, boleh. Ada menteri mendukung capres satu lagi itu boleh, itu haknya," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
"Itu hak demokrasi setiap orang, setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak," kata Jokowi di Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (24/1).
Jokowi menambahkan, jika ada menteri atau dirinya sebagai presiden akan berkampanye maka dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," wanti dia.
Jokowi menjelaskan, menteri dan presiden bukanlah sekedar pejabat publik, namun juga pejabat politik. Maka dari itu, memihak dan mendukung kandidat tertentu dibolehkan.
"Masa gini enggak boleh? gitu enggak boleh? Berpolitik enggak boleh? Boleh, menteri boleh, Itu saja. Yang mengatur itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara,"
pungkas Jokowi.
merdeka.com