Gagasan Nuzulul Quran dari Haji Agus Salim
Gagasan penetapan nuzulul Quran dicetuskan oleh bapak modernisme Islam Indonesia, Haji Agus Salim.
Di dalam Ramadan, Allah SWT menetapkan satu malam istimewa. Jika seorang Muslim beribadah di malam ini, sama halnya dia beribadah selama 1.000 bulan. Dan juga di malam itu, Alquran di turunkan oleh Allah SWT, dialah lailatul qadr.
Allah berfirman dalam surrah Al-Qadr ayat 1-5 "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."
Secara harfiah, lailatul qadr berarti malam penentuan atau kepastian. Di Indonesia, lailatul qadr juga dikenal dengan nuzulul Quran. Untuk bangsa Indonesia, hal ini menjadi menarik karena terdapat tradisi nasional memperingati secara resmi malam diturunkannya Alquran yang ditetapkan pada tanggal 17 Ramadan, yang memiliki kesamaan dengan tanggal kemerdekaan Indonesia.
Menurut cendekiawan muslim Nurcholish Madjid, gagasan penetapan nuzulul Quran dicetuskan oleh bapak modernisme Islam Indonesia, Haji Agus Salim, setelah mendapat restu dari Presiden Indonesia Soekarno. Penetapan itu didasarkan pada firman Allah SWT dalam surrah Al-Anfal ayat 41.
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil. Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari yang menentukan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan 'hari yang menentukan' adalah perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadan. Pada perang itu, pasukan Muslimin dan musyrik bertemu dalam pertempuran. Perang Badar disebut hari penentuan karena perang itu adalah pertama kalinya Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya menang telak.
"Kemenangan yang benar, tauhid, atas yang palsu, dan syirik. Jika seandainya waktu itu Nabi Muhammad kalah dalam perang, maka pupuslah sudah agama yang mereka bela dan tegakkan," kata Cak Nur, panggilan Nurcholish dalam buku dialog Ramadan bersama Cak Nur.
Jika memang penetapan nuzulul Quran di Indonesia terjadi pada 17 Ramadan disamakan dengan lailatul qadr, maka hal ini agak berbeda dengan Hadits Rosullulah yang menerangkan keberadaan lailatul pada 10 malam terakhir Ramadan. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim.
Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan."
Meski demikian, tradisi peringatan resmi nuzulul Quran merupakan perkara baik yang perlu dipertahankan karena telah terbukti membawa hikmah bagi bangsa Indonesia. "Namun adanya perbedaan tersebut, ada baiknya dicari penyelesaian, sehingga tidak mengganggu," pungkas Cak Nur.