Penyakit Autoimun Tidak Bisa Disembuhkan Namun Bisa Dikendalikan, Ketahui Faktor Risikonya
Penyakit autoimun dan alergi kerap menimbulkan gejala yang sama dan perlu dibedakan untuk membantu pengendaliannya.
Penyakit autoimun dan alergi merupakan kondisi kesehatan yang kompleks, ketika sistem imun tubuh, yang seharusnya berfungsi untuk melindungi tubuh dari ancaman eksternal, justru menyerang sel-sel sehat dalam tubuh sendiri. Fenomena ini sering kali disamakan dengan sebuah ironi medis, di mana perlindungan yang seharusnya menjadi benteng, justru menjadi musuh dalam selimut.
Menurut Prof. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, Chairman of Alive atau Allergy, Immunology, Autoimmune, and Vaccine Center Eka Hospital, meskipun autoimun dan alergi sama-sama berkaitan dengan masalah imun tubuh yang hiperaktif, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam jenis antibodi yang terlibat. Alergi terjadi ketika antibodi jenis Immunoglobulin E (IGE) dalam tubuh berlebihan, yang kemudian memicu reaksi seperti gatal, asma, dan gejala lainnya.
-
Apa itu penyakit autoimun? Penyakit autoimun merupakan keadaan di mana sistem imun tubuh menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
-
Kenapa penyakit autoimun terjadi? Meskipun penyebab pasti dari penyakit autoimun belum sepenuhnya dipahami, ada beberapa faktor yang diduga berkontribusi pada perkembangan penyakit autoimun.
-
Gimana caranya mengurangi risiko penyakit autoimun? Pola makan sehat, olahraga, dan vaksinasi dapat kurangi risiko penyakit autoimun.
-
Mengapa menjaga kesehatan sangat penting bagi penderita autoimun? Kondisi ini bisa sangat memengaruhi kualitas hidup dan bahkan mengancam jiwa jika organ-organ vital terkena dampaknya.
-
Bagaimana penyakit autoimun menyerang tubuh? Pada pengidap penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuhnya justru akan menyerang tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan Anda akan melepaskan protein yang disebut autoantibodi untuk menyerang sel-sel yang sehat.
-
Kenapa penyakit autoimun bisa dikurangi risikonya? Penyakit autoimun, meskipun tidak dapat sepenuhnya dicegah karena faktor genetik, dapat diurangi risikonya dengan mengadopsi pola makan sehat dan gaya hidup yang tepat.
"Kalau alergi itu, antibodi jenis IGE hiperaktif, kelebihan. Jadi timbulnya itu seperti sensasi gatal, asma, dan sebagainya. Ini ada faktor pencetusnya, bisa karena makanan, udara, dan sebagainya, ini pun harus di cek atau tes alergi," jelas Iris.
Di sisi lain, autoimun melibatkan antibodi jenis Immunoglobulin G (IGG), yang seharusnya berfungsi melindungi tubuh dari penyakit. Namun, pada penderita autoimun, antibodi IGG ini mengalami kesalahan identifikasi, sehingga mereka menganggap sel-sel sehat dalam tubuh sebagai ancaman dan menyerang mereka.
"Jadi dia salah sangka, tubuh dikira musuh, virus, menyerang sel-sel sehat. Bisa di sel hati, ginjal, kulit, seperti itu," tambah Iris. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai organ dan sistem dalam tubuh, mulai dari kulit hingga organ vital seperti ginjal dan hati.
Penyakit autoimun dan alergi, seperti halnya penyakit kronis lainnya seperti diabetes dan hipertensi, tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, kabar baiknya adalah bahwa kondisi ini dapat dikendalikan.
"Alergi, autoimun bisa sembuh enggak? Sama seperti diabetes dan hipertensi, yakni tidak bisa sembuh, tapi bisa dikontrol dan dikendalikan," ujar Iris. Pendekatan pengobatan untuk autoimun dan alergi berfokus pada mengenali pencetus gejala, penggunaan obat-obatan, serta terapi yang dirancang untuk "menidurkan" antibodi yang hiperaktif, sehingga pasien dapat menjalani kehidupan normal tanpa gangguan yang berarti.
Penting untuk dicatat bahwa pasien autoimun dan alergi harus berhati-hati dalam menjalani gaya hidup mereka, terutama dalam hal asupan makanan dan paparan lingkungan. Misalnya, pada pasien autoimun, menghindari konsumsi gluten sering kali menjadi bagian dari pengobatan diet yang dianjurkan.
"Makanya, bila seseorang sudah terkena autoimun, ada juga diet khusus, terutama diet gluten. Segala macam bentuk gluten harus diganti, bisa pakai tepung tapioka, tepung sagu, tepung beras, sekarang sudah banyak produk-produk bagus," kata Iris.
Faktor Risiko Autoimun
Meskipun semua orang memiliki potensi untuk terkena penyakit autoimun, faktor genetik memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang lebih rentan terhadap kondisi ini. Menurut Iris, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan pria, dengan rasio 8 atau 9 banding 1, karena peran hormon estrogen yang lebih dominan pada wanita.
"Biasanya 8 atau 9 banding 1 adalah perempuan, karena perempuan punya hormon hesterogen lebih banyak. Sementara kita tahu, hormon hesterogen ini mempunyai peran dalam memunculkan autoimun," jelasnya.
Selain faktor genetik, faktor lingkungan dan pola makan juga berperan signifikan dalam perkembangan penyakit autoimun. Konsumsi zat aditif makanan, seperti vetsin dan pewarna buatan, serta gluten, dapat meningkatkan risiko seseorang terkena autoimun. Oleh karena itu, diet yang tepat menjadi bagian penting dalam pengelolaan penyakit ini.
Manajemen Tanpa Ketergantungan Obat
Satu hal yang sering ditanyakan oleh pasien autoimun dan alergi adalah apakah mereka bisa lepas dari obat-obatan. Iris menjelaskan bahwa meskipun penyakit ini tidak bisa sepenuhnya hilang, ada kemungkinan untuk mengurangi ketergantungan pada obat jika faktor pencetus dapat dihindari.
"Cari faktor pencetusnya apa, minum obat, itu pun tidak bisa sembuh total, jadi kita buat penyakitnya tidur, melemah dan pasien bisa hidup normal," tuturnya.
Namun, pasien harus tetap waspada terhadap faktor pencetus yang dapat mengaktifkan kembali penyakit. Sebagai contoh, jika seorang pasien yang sensitif terhadap gluten secara tidak sengaja mengonsumsinya, gejala-gejala seperti nyeri pada tubuh dapat muncul kembali. Oleh karena itu, disiplin dalam menjalani diet dan gaya hidup yang sehat sangatlah penting.
Untuk menjawab kebutuhan masyarakat dalam mengelola kondisi autoimun, alergi, dan masalah imunologi lainnya, Eka Hospital telah menyediakan Allergy Immunology Autoimmune & Vaccine Clinic (ALIVE). Klinik ini menawarkan layanan diagnosis, pengobatan, dan manajemen yang komprehensif untuk berbagai kondisi terkait imunologi dan alergi.
"Allergy Immunology Autoimmune & Vaccine Clinic (ALIVE) hadir sebagai respons terhadap tuntutan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. ALIVE memiliki visi menjadi pusat unggulan dalam penanganan alergi, immunologi, dan penyakit autoimun, serta memberikan pelayanan vaksinasi yang optimal,” ungkap drg. Rina Setiawati, Chief Operating Officer (COO) Eka Hospital Group.