Gejala Penyakit Autoimun: Sering Lelah, Rambut Rontok, dan Demam
Penyebab orang mengalami autoimun adalah faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup.
Bagi seseorang yang terdapat riwayat keluarga alergi atau autoimun, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalaminya.
Gejala Penyakit Autoimun: Sering Lelah, Rambut Rontok, dan Demam
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Alergi Imunologi Eka Hospital Cibubur Yovita Mulyakusuma mengatakan sering merasa lelah, demam, nyeri sendi, rambut rontok, ruam-ruam di kulit merupakan tanda seseorang mengalami gejala autoimun.
"Namun pada kondisi imunodefisiensi, gejalanya berupa terkena infeksi berulang, peningkatan risiko infeksi yang serius, dan penyembuhan yang lambat dari penyakit ringan," kata Yovita, Rabu (28/2).
Dia menjelaskan, autoimun adalah sistem kekebalan tubuh secara berlebihan dan keliru mengenali sel tubuhnya sendiri yang sehat sebagai zat asing.
Penyebab orang mengalami autoimun adalah faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup. Bagi seseorang yang terdapat riwayat keluarga alergi atau autoimun, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalaminya.
"Namun berbagai hal seperti jenis kelamin, stress, paparan zat kimia, paparan alergen, diet, infeksi dan lain-lain, ikut berperan dalam terjadinya kondisi alergi dan autoimun tersebut," katanya.
Yovita menambahkan, ada beberapa jenis contoh penyakit gangguan autoimun di antaranya alopecia areata, yakni penyakit pada kulit yang menyebabkan kerontokan rambut hingga terjadi kebotakan.
Diabetes tipe 1 yang menyerang organ pankreas atau penyakit lupus eritematosus sistemik di mana sistem kekebalan tubuh dapat menyerang berbagai sistem organ dari kulit, darah, ginjal, sendi, paru hingga otak.
Kondisi autoimun lain yang bersifat sistemik dan cukup sering dijumpai, antara lain sindrom Sjorgen, sclerosis sistemik, psoriasis.
"Penanganan yang tepat dan segera ditujukan untuk dapat segera mengontrol aktivitas penyakitnya dan mengurangi terjadinya kerusakan organ," katanya.
Sementara dokter dari Rumah Sakit Prof Dr IGNG Ngoerah, Pande Ketut Kurniari mengatakan, perlu edukasi dan sosialisasi lebih masif kepada masyarakat awam guna menyingkirkan stigma bahwa penyakit autoimun menakutkan.
"Stigma tersebut lahir karena ketidakpahaman masyarakat tentang penyakit itu," ujarnya.
Menurut dia, penyakit autoimun sudah ada sejak dahulu. Namun tidak sefamiliar penyakit lain, seperti kencing manis, hipertensi, dan lain-lain.
"Jadi, bagaimana menghadapi stigma? Satu, kita harus memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan lebih luas lagi bahwa autoimun itu bukan penyakit menular, bukan penyakit keturunan," katanya.
Dia menjelaskan, penyakit autoimun adalah ketika imun pribadi menyerang diri sendiri. n
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan penyakit autoimun, yaitu karakteristik genetik yang dibawa sejak lahir, dan kedua adalah faktor yang menyebabkan autoimun tersebut aktif, seperti lingkungan atau infeksi.
Adapun faktor-faktor yang membuat autoimun aktif, katanya, banyak hal. Misalnya stresor atau hal-hal yang membuat seseorang stres, makanan, sinar matahari, dan lingkungan.
Dia juga mengatakan, penyakit autoimun dapat diobati. Autoimun tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan.
"Oleh karena itu, terminologi atau nama yang dipakai untuk penanganan kondisi tersebut adalah remisi, bukan penyembuhan," ujarnya.
Pande mengatakan, apabila semakin cepat diobati, maka akan lebih baik. Apabila menunggu hingga penyakit tersebut lebih berat, maka akan lebih sulit diobati.
"Satu hal yang harus dipegang bahwa tidak selamanya pasien autoimun itu minum obat seumur hidup ya. Itu garis bawahnya ya. Jangan takut. Jadi kalau dia misalkan sudah tidak ada keluhan, kita sebut sebagai remisi. Kemudian dia tidak minum obat dan tidak ada keluhan, itu adalah tujuan terapi yang paling utama,"
kata dia.
merdeka.com
Pande pun menuturkan sekarang kasus autoimun tinggi karena kesadaran masyarakat sudah meningkat, sehingga mereka mau memeriksakan diri dan mendapatkan diagnosis.
"Untuk dapat berdamai dengan autoimun, perlu dilakukan sejumlah langkah untuk hidup sehat, seperti mengendalikan stres, berolahraga sesuai kemampuan, dan memakan makanan yang sehat," katanya.