Salah, anggapan sirip hiu bisa tingkatkan gairah seksual
Erikar juga menyalahkan jika ada anggapan hiu terdapat protein tinggi dan kolagen yang dapat membuat kulit awet muda.
Para praktisi kesehatan dan pakar kuliner mengimbau masyarakat tidak mengonsumsi produk-produk dari ikan hiu. Selain mengganggu ekosistem laut dengan adanya perburuannya, produk hiu juga bukan makanan yang baik untuk kesehatan.
"Siapa bilang makan sirip hiu badan lebih sehat? Kenyataannya, untuk membuat tampilannya lebih menarik, sirip hiu sering ditambahkan Hidrogen Peroksida yang dapat meningkatkan radikal bebas dan berbahaya bagi tubuh manusia," kata praktisi kesehatan Erikar Lebang di Jakarta, Jumat (10/5).
Pernyataan tersebut dia sampaikan pada peluncuran kampanye bertajuk SOSharks (Save Our Sharks), yakni sebuah kampanye publik yang diadakan oleh World Wildlife Fund (WWF) Indonesia bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk menghentikan konsumsi berbagai produk dan komoditi hiu di pasar swalayan, toko online, hotel, dan restoran serta menghentikan promosi kuliner hiu di media massa.
Erikar mengatakan sampai sekarang masih banyak anggapan salah dalam masyarakat yang menilai bahwa produk hiu dapat menyehatkan tubuh karena mengandung protein yang tinggi dan kolagen yang dapat membuat kulit awet muda.
"Padahal cara memasak sirip dan daging ikan hiu itu dengan panas yang tinggi dan waktu yang lama maka kemungkinan besar proteinnya sudah hilang. Selain itu, ceker ayam mengandung kolagen yang lebih tinggi dibanding sirip ikan hiu," jelasnya.
Direktur Eksekutif WWF Indonesia Efransjah mengatakan bahwa masyarakat cenderung mengonsumsi produk ikan hiu karena terjebak oleh pemikiran yang sudah terbangun sejak dahulu. Dia menambahkan ada juga anggapan salah lainnya dalam masyarakat mengenai khasiat dari sirip ikan hiu yang dikatakan dapat meningkatkan gairah dan kemampuan seksual seorang pria.
Bahkan, kata dia, kebiasaan itu ternyata terbawa hingga ke zaman modern ini karena masyarakat seringkali menganggap produk pangan dari ikan hiu sebagai makanan yang berhubungan dengan "Wealth, Power, and Prestige" (Kekayaan, Kekuasaan, dan Gengsi).