Ada potensi kerugian negara pada merger XL-Axis
Pasalnya, ada pemain lain yang akan melampaui pasarnya jika XL dan Axis merger
Bukan hanya meminta klarifikasi dari Menkominfo Tifatul Sembiring, aksi merger antara PT XL Axiata dengan PT Axis Telekom diduga bisa berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Anggota DPR Chandra Tirta Wijaya mengatakan Menkominfo Tifatul Sembiring keliru dalam mengambil keputusan terkait merger XL-Axis. Untuk itu, tambahnya, Komisi I DPR akan meminta Menkominfo memberikan klarifikasi kepada DPR.
"Merger antara XL-Axis tersebut berisiko merugikan negara, akibat peralihan frekuensi dari perusahaan Arab Saudi itu kepada perusahaan Malaysia. Penguasaan frekuensi kepada asing selama ini justru pemanfaatannya tidak maksimal," tegas Chandra.
Menurutnya, industri seluler perlu ditata dengan lebih efisien, adil dan transparan, dengan berorientasi kemudahan konsumen sehingga alokasi frekuensi harus sesuai dengan ukuran dan daya jangkau masing-masing operator.
"Yang terjadi saat ini adalah ketidakadilan di industri dan adanya kepentingan korporasi yang membuat mereka mangkir untuk menepati komitmen modern licensing," ujarnya.
Pemegang saham pengendali XL adalah Axiata Investments (66,5 persen). Axiata Group Berhard dipimpin oleh Dato' Sri Jamaludin Ibrahim asal Malaysia, sedangkan Saudi Telecom Company (STC), perusahaan Arab Saudi merupakan pemegang saham terbesar Axis dengan kepemilikan 80,1 persen saham.
Pasca merger, XL kini menguasai 22,5 Mhz di rentang spektrum 900 MHz dan 1800 MHz (2G), serta 15 Mhz di 2100 MHz (3G). Dengan dua senjata ini, XL diprediksi akan mampu menguasai pasar industri seluler dalam tempo 3-5 tahun ke depan, khususnya layanan data. Ini berarti operator Malaysia akan semakin dominan di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Ikhsan Mojo menilai merger XL dan Axis berpotensi mengganggu pangsa pasar di industri telekomunikasi Indonesia.
Pasalnya, ada pemain lain yang akan melampaui pasarnya jika XL dan Axis merger. Terlebih lagi, konsentrasi pasar perlu diperhatikan regulator dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak terjadi pelanggaran seperti 2008-2009.
"Tercium kebusukan dalam merger XL dan Axis karena adanya konsentrasi pasar yang tinggi, ini patut dicurigai karena bisa menimbulkan kerugian bagi konsumen dan negara," ujarnya.