Facebook jadi sarana efektif untuk cari bibit-bibit teroris?
Benarkah Facebook, Twitter dan jejaring sosial adalah sarana paling efektif untuk perekrutan anggota teroris baru?
Sampai sekarang, jaringan teroris di Indonesia masih belum terurai secara penuh. Kabarnya, Facebook adalah salah satu sarana untuk merekrut anggota baru.
Pada bulan Mei lalu, Densus 88 berhasil mengamankan Sefa Riano dan Achmad Taufik serta menyita 5 bom pipa dan seperangkat baju dan rangkaian kabel di dalam tas pelaku.
Dari investigasi yang dilakukan, ternyata selain mempublikasikan misinya, Riano juga menggunakan Facebook untuk mendapatkan anggota baru.
Menjadi satu hal yang sangat miris ketika jejaring sosial terbesar di dunia ini akhirnya digunakan untuk hal-hal yang negatif.
Dalam catatan Associated Press yang dilansir ulang oleh News Yahoo (21/06), penyalahgunaan Facebook untuk tujuan negatif ini cukup beralasan karena hanya dengan biaya yang murah atau juga menggunakan perangkat mobile, maka setiap orang di Indonesia dapat terhubung dengan jejaring sosial ini kapan dan di manapun berada.
Bahkan Facebook merupakan salah satu cara paling efektif bagi pihak teroris yang ingin mempublikasikan misinya serta melakukan perekrutan anggota baru.
Hal ini dikarenakan pengguna Facebook di Indonesia menduduki peringkat keempat dunia. Hanya dengan membuat fanspage atau grup tertutup, maka segala hal dapat saja dilakukan.
Dengan maraknya grup radikal seperti ini, juru bicara Facebook, Fred Wolens menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menolerir setiap grup yang berbau teroris. Bahkan Facebook tidak segan untuk menghapus grup tersebut secara permanen.
Walaupun Facebook 'membunuh' satu fanspage atau grup yang diduga sebagai sarana para teroris berkumpul, namun kemudahan untuk menciptakan grup atau fanspage baru membuat hal tersebut tidak terlalu berpengaruh.
Muhammad Taufiqurrohman, seorang analis dari Center for Radicalism and De-radicalization Studies mengatakan bahwa selama 2 tahun terakhir ini, sedikitnya ada 50 sampai 100 militan atau anggota teroris baru di Indonesia yang berhasil direkrut.
Bahkan menurut dia ada sekitar 18 grup Facebook radikal di Indonesia dengan total jumlah anggota sekitar 7000 orang. Menurut pihak kepolisian, beberapa grup tersebut fokus pada diskusi Islam dan lainnya lebih ke arah kekerasan seperti membuat bom dan kriminal lainnya.
Menurut pihak kepolisian Indonesia selain Facebook, beberapa media online pengumpul masa lain juga kerap dijadikan ajang publikasi serta propaganda, seperti YouTube salah satunya.
Tentunya, bukan kali ini saja, sekitar bulan Oktober tahun 2012 lalu, PBB mengungkapkan satu fakta bahwa Facebook dan Twitter adalah sarana paling efektif yang digunakan oleh para teroris untuk merekrut simpatisan.
Memang, segala hal ini memiliki sisi positif dan negatif. Semuanya tergantung dari para penggunanya. Apabila ingin beraktivitas secara baik dan sehat tentunya alur yang juga positif. Begitu pula sebaliknya.