Fenomena Kegiatan Dakwah Perempuan di Ranah Online
Teknologi internet telah melahirkan media sosial. Dan di era digital ini media sosial menjelma menjadi “medium baru” yang dimanfaatkan untuk hampir seluruh kegiatan manusia termasuk praktik dakwah (kegiatan keagamaan). Praktik dakwah secara online melalui media sosial menjadi realitas baru di tengah masyarakat.
Teknologi internet telah melahirkan media sosial. Dan di era digital ini media sosial menjelma menjadi “medium baru” yang dimanfaatkan untuk hampir seluruh kegiatan manusia termasuk praktik dakwah (kegiatan keagamaan). Praktik dakwah secara online melalui media sosial menjadi realitas baru di tengah masyarakat.
Dengan norma media sosial seperti follower, like, dan subscribe, semakin banyak pelaku dakwah muncul di ruang media sosial. Menariknya, mereka tidak jarang tidak berlatar keilmuan agama, tapi justru dengan ragam latar belakang profesi, seperti pesohor/selebritis, intelektual muda muslim, hingga para pelaku hijrah.
-
Siapa yang dipuji oleh netizen? Alyssa Daguise sering mendapatkan pujian atas gaya berpakaiannya yang modis.
-
Siapa yang dipuji netizen karena penampilannya yang menawan? Selalu totalitas dalam penampilannya di layar kaca, Ayu Ting Ting sering mendapatkan pujian dari netizen karena gayanya yang selalu menawan, bahkan disebut-sebut mirip dengan onnie onnie Korea.
-
Kata-kata lucu apa yang dibagikan di media sosial? Kata-Kata lucu yang dibagikan di medsos bisa menjadi hiburan bagi orang lain.
-
Kenapa netizen meragukan identitas wanita dalam foto tersebut? Netizen menariknya meragukan identitas wanita tersebut, karena mereka menganggap postur tubuhnya tidak sama dengan Okie Agustina.
-
Siapa yang dijodohkan oleh netizen? Yang unik adalah bahwa kedua pedangdut ini bisa saling kenal karena dijodohkan oleh netizen, hal tersebut mereka sampaikan saat diundang dalam acara Brownies yang disiarkan di salah satu stasiun televisi swasta.
Sesuai karakter media sosial, salah satunya popularitas, seseorang bisa ditasbihkan menjadi “pemuka agama” bila memiliki follower, subscriber, atau viewer banyak. Mereka menjadi tempat rujukan dari persoalan agama warga digital. Hal yang sulit terjadi pada kegiatan dakwah offline (luring). Otoritas keagamaan dalam kegiatan dakwah online ini pun menjadi milik followers, sebagai representasi jamaah yang secara umum menjadi “legitimasi” pemuka agama di masyarakat.
Fenomena inilah yang coba diangkat oleh Dr Bintan Humeira MSi, dalam penelitian disertasinya untuk Program Doktor Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).
Menurut Dr Bintan, konstruksi otoritas keagamaan perempuan muslim di ranah online (daring) yang dimediasi media sosial pada hakikatnya tak terlepas dari praktik sosialnya di ruang offline (luring). Sebaliknya, apa yang berlangsung di ruang luring dipengaruhi pula oleh praktik sosialnya di ruang daring.
“Hal ini terjadi karena ‘logika’ media sosial yang memposisikan tindakan follower menjadi penting dalam memelihara eksistensi subyek. Norma media sosial dengan praktik like, comment, dan share menjadi realitas subyektif yang diinternalisasi oleh subyek dan mengonstruksi subyek sebagai sosok populer sekaligus ‘rujukan’ baru dalam praktik keagamaan,” papar Dr Bintan Humeira M.Si, saat mempertahankan penelitian disertasinya di hadapan para penguji dalam sidang terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi FISIP UI secara daring, kemarin (9/8).
Dia menjelaskan subyek penelitiannya adalah perempuan biasa yang memanfaatkan media sosial (Facebook) dan kini memiliki follower dengan jumlah ratusan ribu. Padahal subyek bukanlah perempuan yang memiliki latar berlakang pendidikan agama, seperti kebanyakan pendakwah (ustazah) di ruang luring. Namun, kemudian oleh follower-nya, subyek “dikukuhkan” sehingga memiliki otoritas keagamaan layaknya para pendakwah di ruang luring.
Menariknya, riset ini menemukan bahwa justru aktor dominan yang mempengaruhi konstruksi keagamaan subyek adalah sang suami. Sebab suami bertindak sebagai significant others dalam konstruksi realitas subyek baik dalam momen internalisasi maupun ekternalisasi subyek. Oleh karena itu bisa dikatakan realitas obyektif yang dimapankan melalui habitualisasi subyek di media sosial melalui unggahan berulang dan relasi daring, merupakan representasi dari realitas suami.
“Contohnya sebelum mengunggah status, subjek selalu mendiskusikan terlebih dahulu, apakah status yang diunggah itu pantas atau tidak pantas terhadap para pembacanya. Nah, ukuran pantas tidak pantas itu, dari sudut pandang suaminya,” jelas Bintan yang juga pengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fenomena kegiatan dakwah perempuan di media sosial ini “dibedah” dengan menggunakan teori konstruksi sosial atas realitas Berger dan Luckmaan. Pada teorinya, ada dialektika antara tiga momen konstruksi tersebut baik dalam tindakan individu di ruang luring maupun daring untuk membentuk realitas obyektif dan subyektif. Selain itu, karakteristik media sosial memberikan pengaruh atas proses konstruksi yang berlangsung. Oleh sebab itu, penelitian ini juga mengambil pemikiran tentang konstruksi realitas sosial termediasi Couldry dan Hepp (2017) untuk menelaah bagaimana proses konstruksi di ruang daring berlangsung secara khas, terkait dengan karakteristik media dan atribut individu.
Menggunakan metode studi kasus kualitatif dengan orientasi konstruktivistik, Bintan memperlakukan kasusnya secara holistic (menyeluruh) dengan mempertimbangkan elemen-elemen yang terkait satu sama lain dilihat dalam beragam konteks dengan proses pengambilan data dan analisis termasuk wawancara mendalam, dipadukan dengan studi dokumen dan pengamatan terlibat di ruang daring. Penelitian dilakukan selama rentang waktu 2018-2021.
Dalam menyelesaikan program doktor ini, Bintan Humeira dipromotori oleh Prof Dr Billy K Sarwono MA, dengan Kopromotor adalah Dr Arief Subhan MA.
Para penguji pada sidang ini adalah Prof Dr Ilya R Sunarwinadi MSi; Dr Pinckey Triputra MSc; Inaya Rakhmani MA, PhD; Dr Irwansyah MA; Dr Eriyanto MSi; dan Dr Atnike Sigiro. Sidang promosi sendiri dipimpin oleh Julian Aldrin Pasha MA, PhD.
(mdk/sya)