Gara-gara AI Tampilan Santa Claus Berubah Jadi Begini
AI mengubah citra Santa Claus menjadi lebih inklusif, mencerminkan evolusi tradisi Natal dan teknologi, serta menawarkan pengalaman unik bagi anak-anak.
Kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI) telah mengubah banyak aspek kehidupan, mulai dari belanja hingga cara bersosialisasi. Kini, teknologi ini juga merambah tradisi Natal dengan reimajinasi Santa Claus yang lebih inklusif dan modern.
Menurut Paula Vivas, kepala pemasaran di platform aset visual FreePik, AI memberikan peluang luar biasa untuk membayangkan ulang bagaimana Santa akan tampil di masa depan seiring perubahan zaman.
“Reimajinasi inklusif Santa ini tidak hanya merayakan keberagaman dunia kita. Tetapi juga menunjukkan bagaimana tokoh ikonik dapat berevolusi bersama perkembangan masyarakat,” ujar Vivas.
Dalam beberapa dekade mendatang, sosok Santa mungkin akan jauh berbeda dari yang kita kenal sekarang. Dengan bantuan AI, Santa dapat tampil dalam berbagai bentuk, bahkan sebagai perempuan. Perubahan ini dianggap sebagai cerminan dari kemajuan masyarakat yang semakin inklusif.
Namun, ini bukan pertama kalinya teknologi menciptakan kontroversi dalam upayanya untuk mencerminkan keberagaman. Sebelumnya, chatbot Gemini milik Google juga sempat menuai kritik karena menghasilkan gambar-gambar yang dianggap tidak akurat secara historis, seperti Viking kulit hitam dan tentara Nazi yang “beragam.”
Interaksi AI dengan Generasi Alpha
Tradisi menulis daftar hadiah untuk Santa kini mulai tergeser oleh teknologi yang memungkinkan anak-anak menerima panggilan pribadi dari Santa berkat AI. Melalui platform seperti SantaPhoneCalls.com, anak-anak dapat berbicara langsung dengan Santa yang mengetahui nama, keinginan, dan hobi mereka.
Dengan biaya USD9,95, mereka bisa mendapatkan panggilan satu kali, atau memilih paket USD14,95 untuk obrolan selama lima menit lengkap dengan rekaman sebagai kenang-kenangan.
Meskipun pengalaman ini menarik, beberapa orang tua merasa skeptis terhadap pendekatan baru ini. Tidak semua orang tua setuju dengan ide mempertahankan mitos Santa Claus, meskipun dalam bentuk yang lebih modern.
Beberapa, seperti Sierra McKenzie, seorang ibu Gen Z dengan tiga anak kecil, merasa bahwa membangun kepercayaan anak-anak pada sosok Santa adalah sebuah kebohongan.
“Anak-anak masih bisa menikmati keajaiban Natal tanpa harus percaya pada Santa,” ujar McKenzie.
Namun, bagi mereka yang ingin mempertahankan tradisi ini, Santa Claus di masa depan akan menghadirkan wajah baru yang mencerminkan keberagaman dan perkembangan teknologi. Meski begitu, semangat Natal tetap hadir, meskipun dalam bentuk yang berbeda.