Ini lima 'PR' regulasi di mata startup Fintech
Kurangnya kejelasan dan lambatnya proses regulasi berakibat negatif pada pertumbuhan industri Fintech
Ada lima area di industri financial technology (fintech) yang mendesak untuk diregulasi dengan cermat. Pertama, payment gateway, e-money atau e-wallet, mekanisme know your client (KYC), peer to peer lending, dan digital signature.
Fakta ini terungkap berkat survei Deloitte Consulting terhadap 70 dari 90 perusahaan fintech di Indonesia. Mereka diajukan sekitar 46 pertanyaan kualitatif dan kuantitatif tentang tantangan utama yang dihadapi pelaku fintech Indonesia. Kemudian dilakukan pula wawancara kepada lima CEO perusahaan fintech terpilih di periode Juni-Agustus 2016.
-
Apa saja ide bisnis startup yang ditawarkan peserta Jagoan Digital? Dalam presentasi (pitching) Jagoan Digital sejumlah ide bisnis start up diangkat oleh peserta. Seperti layanan jasa servis elektronik, jasa pendidikan, kesehatan hingga pariwisata. Juga ada marketplace untuk UMKM, fashion batik lokal, pertanian hingga produk digital. Selain itu ada juga ide pengembangan usaha dan investasi yang semuanya dikembangkan lewat platform teknologi digital.
-
Kenapa perusahaan startup di bidang teknologi dan informasi berbasis internet disebut unicorn? Dalam mitologi Yunani, unicorn adalah hewan langka mirip kuda yang memiliki tanduk di kepala. Kemudian istilah ini diambil untuk menggambarkan perusahaan startup dengan nilai valuasi yang mencapai 1 miliar dollar.
-
Bagaimana Hadinata Batik menggunakan platform digital untuk mengembangkan bisnisnya? Banyak bermunculan brand batik baru di tengah disrupsi digital menjadi tantangan sekaligus motivasi bagi Hadinata Batik untuk terus berkembang. Hadinata Batik pun terus beradaptasi dengan berinovasi membuat model batik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta bergabung di platform digital seperti Tokopedia dan ShopTokopedia guna mempercepat laju bisnis lewat pemanfaatan platform digital.
-
Siapa saja yang terlibat dalam pendanaan startup nasional ini? PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) melalui entitas Corporate Venture Capital (CVC) MDI Ventures, dan juga Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), berpartisipasi dalam penandatanganan Perjanjian Partisipasi Merah Putih Fund di Jakarta, Senin (4/9).
-
Bagaimana cara IndiBiz mendorong digitalisasi pendidikan? Indibiz, ekosistem solusi digital dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk berkomitmen mendorong digitalisasi pendidikan salah satunya melalui penyelenggaraan Indonesia Digital Learning (IDL).
-
Di mana Sule mengungkapkan keinginannya untuk fokus membangun perusahaan digital? Dalam sebuah wawancara dengan Onadio Leonardo di kanal YouTube The Leonardo's, Sule mengungkapkan keinginannya untuk membesarkan perusahaan digital miliknya.
Erik Koenen, Advisor untuk industri jasa keuangan dari Delloitte Consulting, mengatakan regulasi yang ada saat ini tertinggal dan tidak jelas, seperti 61 persen responden menyebutkan regulasi KYC ketinggalan zaman. Regulasi KYC sejauh ini masih mengharuskan penyedia jasa dan nasabah fintech harus saling bertemu yang merepotkan dan tidak sesuai dengan semangat inovasi fintech.
Kurangnya kejelasan dan lambatnya proses regulasi menghasilkan iklim bisnis yang kurang adil untuk mendorong pertumbuhan lebih besar di industri. Banyak perusahaan yang menyebutkan regulasi saat ini masih dalam wilayah abu-abu (grey area).
Untuk itu, 100 persen responden berpendapat adalah kolaborasi dengan pemerintah dan institusi keuangan sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya adalah solusinya. Sebanyak 44 persen perusahaan fintech menyebutkan kolaborasi merupakan salah satu faktor yang menjadi prioritas mereka. Kemudian 51 persen lainnya berpendapat kolaborasi sebagai hal yang sangat penting dilakukan.
"38 persen perusahaan fintech menekankan bahwa peningkatan penerapan best practices adalah manfaat terbesar dari perluasan kerja sama di antara pemain fintech. Sementara 25 persen lagi menyatakan mereka percaya kolaborasi akan mengembangkan kemampuan mereka memanfaatkan data pasar dan menganalisis profil konsumen merek," ujar Koenen, saat penjelasan surveinya di sela event Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 di ICE BSD City, Tangerang, Senin (29/8) siang.
Hingga kini belum ada paket regulasi yang komprehensif dann jelas sebagai acuan bagi para perusahaan fintech Indonesia dan sebagai landasan bagi pilihan bisnis mereka, seperti dijelaskan dalam survei Deloitte.
Karaniya Dharmasaputra, Sekretaris Jendral Asosiasi Fintech Indonesia, mengomentari survei tersebut, menyatakan Asosiasi akan fokus pada 4 hal yang menjadi perhatian dari survei ini. Yakni kolaborasi, regulasi, talenta, dan literasi-inklusi keuangan. Misalnya bersama Otoritas Jasa keungan dan kalangan perbankan, Asosiasi akan mendorong kolaborasi lebih luas supaya tercipta ekosistem yang cukup ideal bagi pelaku fintech Indonesia.
"Misal di regulasi, kami akan terus berdikusi dengan pemerintah supaya ada regulasi yang jelas soal fintech. Sebab kepastian regulasi fintech juga akan menarik investor untuk masuk ke industri fintech Indonesia," ujarnya.
Kata Karaniya, salah satu temuan utama survei in adalah perusahaan fintech menghadapi berbagai kendala untuk memperdalam inklusi keuangan. Apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia tidak paham atau mendapatkan informasi yang salah tentang sistem keuangan. Karena itu, kami akan terus mendorong terciptanya kolaborasi dan semakin intensfikan program-program edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat supaya tercipta ekosistem fintech yang mendukung di Indonesia.
Lebih detail survei Deloitte juga menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan fintech di Indonesia ingin berkolaborasi dengan institusi keuangan lokal (66,2 persen) dan juga perusahaan Fintech lokal (47,1 persen). Mereka juga ingin membentuk kolaborasi dengan korporasi atau konglomerasi lokal (44,1 persen) serta perusahaan teknologi start-up lokal dari industri lain (44,1 persen).
Baca juga:
Investree.id incar dana kelola Rp 100 Miliar di tahun 2017
Startup Weekend Jakarta ajak anak muda buat startup secara kilat
Wujudkan mimpi lebih cepat lewat barang bekas
Startup Cubeacon incar juara di ASEAN ICT Award 2016
Traveloka ingin jadi raja online travel di Asia Tenggara
BeKraf siapkan startup Indonesia tembus World Cup 2017