Ini Plus Minus Starlink Satelit Elon Musk Masuk Indonesia
Tetap akan ada pro dan kontra ketika satelit Starlink masuk Indonesia.
Tetap akan ada pro dan kontra ketika satelit Starlink masuk Indonesia.
Ini Plus Minus Starlink Satelit Elon Musk Masuk Indonesia
Kabar masuknya jaringan satelit Starlink ke Indonesia makin santer terdengar. Tentu hal ini menimbulkan pro dan kontra, terutama dari para penyedia jaringan internet di Indonesia.
Sekjen ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia) Marwan O. Basir menyatakan bahwa kehadiran Starlink di Indonesia perlu diatur pemerintah agar tidak mengancam pihak-pihak lainnya, terutama penyedia layanan internet di Indonesia.
- Satelit Starlink Milik Elon Musk Targetkan Masuk Indonesia 2024, Ini Respons Operator Seluler
- Starlink Milik Elon Musk Ingin Layani Langsung Pelanggan di Indonesia, Ini Kata Kominfo
- Pemerintah Terkesan Ngotot Ingin Satelit Starlink Elon Musk Masuk Indonesia, Ada Apa?
- Terkuak Ternyata Ini Alasan Elon Musk Luncurkan Puluhan Ribu Satelit Starlink
“Starlink memang memiliki kelebihan, seperti coveragenya yang sudah menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan adanya mitra Telkomsat untuk B2B. Namun jika tidak diatur dengan tepat, bisnis Starlink dapat berpotensi untuk mengancam bisnis penyelenggara telko nasional seperti Seluler, Jartup, dan Penyelenggara Satelit GSO,” jelasnya.
Hingga saat ini, Starlink telah mengorbitkan lebih dari 4.660 Satelit Orbit Rendah (Low Earth Orbit) dari keseluruhan target 12.000. Kemampuan datanya setara dengan satelit HTS dan 5G, sehingga kehadirannya di Indonesia dapat menimbulkan ancaman bagi bisnis internet seluler yang telah ada.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Starlink juga dapat membantu pemerataan jaringan internet di Indonesia.
Saat ini, hanya sekitar 70 persen desa di Indonesia yang tercover internet 4G, sisanya masih blank spot. Karena itu, kehadiran satelit internet yang dapat menjangkau daerah-daerah tersebut sangat dibutuhkan.
Pemerataan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia juga masih sangat sulit dilakukan. Biaya dan risiko yang tinggi serta revenue yang rendah membuat para penyedia layanan kesulitan untuk berinvestasi dalam proses ini.
Karena itu, ATSI menyarankan bahwa masuknya Starlink ke Indonesia harus dibarengi berbagai persyaratan, seperti penggunaan Alokasi Penomoran IP Indonesia, membangun Server dan DRC di Indonesia, dan comply terhadap Regulasi Lawfull Interception di Indonesia.
Sebagai penyelenggara jasa, Starlink juga diharuskan untuk membayar BHP Tel dan USO.
Masih Pengajuan Landing Right
Meski Starlink telah menargetkan untuk menyediakan layanan di Indonesia mulai tahun 2024 mendatang, tetapi Kominfo menyatakan bahwa Starlink masih berada dalam tahap pengajuan surat izin Hak Labuh (Landing Right) di Indonesia. Hak Labuh sendiri merupakan hak untuk menggunakan satelit asing yang diberikan oleh Menteri kepada Penyelenggara Telekomunikasi atau Lembaga Penyiaran.
“Landing Right merupakan salah satu persyaratan untuk izin penyelenggaraan. Tapi masih banyak lagi persyaratan yang perlu dipenuhi, tidak hanya Landing Right,” ungkap Direktur Telekomunikasi Dirjen PPI Kementerian Kominfo, Aju Widya Sari dalam diskusi yang digelar Selular di Jakarta.