Kecerdasan Buatan Dalam Humor: Bisa Melucu Namun Tak Bisa Pahami Lelucon
Kecerdasan Buatan Dalam Humor: Bisa Melucu Namun Tak Bisa Pahami Lelucon
Ketika Anda khawatir kalau kecerdasan buatan dalam robot suatu saat akan mengganti pekerjaan Anda, ilmuwan telah mengingatkan kalau salah satu kelebihan manusia ketimbang robot adalah kreativitas.
Robot tak mungkin memiliki kreativitas, dan salah satu hal yang tak dimiliki robot adalah selera humor.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan penelitian ini dilakukan? Studi ini didasarkan pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1999–2018, yang melibatkan lebih dari 17.000 wanita berusia 20 hingga 65 tahun.
-
Apa yang para ilmuwan temukan tentang keheningan? Para ilmuwan telah menemukan bahwa keheningan sebenarnya adalah suara.
-
Siapa yang melakukan penelitian mengenai keheningan? “Sejauh ini, sampai penelitian kami muncul, belum ada tes empiris utama untuk pertanyaan ini. Dan itulah yang ingin kami berikan,” kata Rui Zhe Goh, peneliti bidang Sains dan Filsafat dari Johns Hopkins University. Goh dan para profesornya mengerjakan ilusi sonik untuk memahami jika orang merasakan keheningan saat mereka memproses suara dari perspektif kognitif.
Benar. Banyak laporan yang menulis kalau bahkan Alexa, Siri, atau Google Assistant bisa memberi Anda lelucon. Namun, deretan kecerdasan buatan ini tak akan bisa memahami lelucon. Katakanlah jika Anda melontarkan lelucon ke otak robot ini, mereka tak akan paham.
Kiki Hempelmann, ahli bahasa komputasi yang kebetulan meneliti tentang humor di A&M University-Commerce, menegaskan hal ini.
"Kecerdasan buatan tak akan pernah memahami lelucon layaknya manusia," ungkap Kiki.
"Dalam kecerdasan buatan, mereka tidak perlu humor. Mereka benar-benar tak akan pernah memahami konteks lelucon," lanjutnya, melansir laporan dari AP.
Tristan Miller, seorang ilmuwan komputer sekaligus ahli bahasa di Universitas Teknologi Darmstadt di Jerman ini menjembatani selera humor dan kecerdasan buatan. Hasilnya? Tentu ia gagal.
Pasalnya menurut dia, kata-kata tak cukup. Lelucon adalah soal konteks dan itu adalah kunci. Kecerdasan buatan tak akan sampai pada tahap mereka akan memahami rujukan konteks dalam sebuah lelucon.
Tristan sendiri telah sia-sia menganalisis lebih dari 10.000 lelucon pendek untuk diterapkan di kecerdasan buatan. Mengapa sia-sia? Karena pengetahuan dunia nyata, pengetahuan akan latar belakang sebuah premis lelucon ketika dilontar, serta pengetahuan akal sehat, adalah yang terpenting dalam berhasilnya sebuah lelucon.
Komputer, kecerdasan buatan, robot, dan sejenisnya, tentu tak memiliki pengalaman di dunia nyata. Mereka diprogram, dan hanya mengerti apa-apa yang diprogramkan. Sedetil apapun informasi yang dimiliki, tetap akal sehat untuk mengkoneksikan semua informasi tersebut tak dimiliki kecerdasan yang sifatnya buatan manusia.
Komedi di Kecerdasan Buatan Ternyata Jadi Ladang Baru Ilmuwan
Humor dan kecerdasan buatan ternyata adalah bidang yang menantang bagi para ilmuwan.
Hal ini tersirat dari karya Ilmuwan Komputer dari Universitas Purdue yakni Julia Rayz. Ia telah menghabiskan 15 tahun untuk mencoba agar komputer bisa memahami humor.
Saat ini, ia menyebut bahwa komputer yang dikembangkannya dapat menghasilkan dan memahami permainan kata-kata atau pun, yang merupakan lelucon paling dasar. Ini tanpa bantuan manusia. Itu pun yang model leluconnya paling sederhana.
Dalam usahanya selama 15 tahun ini, ia pernah menguji komputernya dengan memberi komputer dua kelompok kalimat yang berbeda yang di antaranya adalah lelucon. Hasilnya, komputer selalu salah identifikasi.
Hal ini berarti, tantangan untuk komputer bisa lebih dianggap 'cerdas' dengan memahami komputer, masih sangat-sangat panjang. Karena untuk membuat komputer menang catur tak butuh waktu lama.
Namun ketika berurusan dengan bahasa dan maknanya, terlebih rujukan luas yang diperlukan dalam humor, kecerdasan buatan masih sama sekali tidak cerdas.
(mdk/idc)