Ilmuwan Menyimpulkan Bahwa Keheningan Dianggap sebagai Suara
Ilmuwan memiliki sederet uji coba sebelum menyimpulkan hal itu.
diamIlmuwan memiliki sederet uji coba sebelum menyimpulkan hal itu.
Ilmuwan Menyimpulkan Bahwa Keheningan Dianggap sebagai Suara
Para ilmuwan telah menemukan bahwa keheningan sebenarnya adalah suara. Dilansir dari IndiaTimes, Senin (17/7), secara historis, keheningan telah dipelajari melalui dua perspektif yakni perseptual dan kognitif.
-
Apa yang ditemukan para ilmuwan tentang suara paus? Para ilmuwan telah mengungkap rahasia di balik nyanyian kompleks dan menghantui yang dilantunkan paus terbesar di laut. Paus bungkuk dan spesies paus balin lainnya ternyata memiliki "kotak suara" khusus yang memungkinkan mereka bernyanyi di dalam air.
-
Siapa yang melakukan penelitian tentang ular dan suara? Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilaporkan Scientific American, Senin (24/7), bisa disimpulkan bahwa ular menggunakan pendengarannya untuk menginterpretasikan dunia terhadap suara di udara.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
-
Bagaimana Sains menjelaskan pengalaman di Surga? Dikutip dari NewsWeek, Selasa, (22/8), memberikan hipotesis bahwa surga bukanlah suatu tempat yang benar-benar ada atau nyata, melainkan proses atau bahkan peristiwa supranatural yang terjadi pada otak manusia ketika sudah meninggal atau ketika tidak bekerja.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
Yang pertama berpendapat bahwa kita dapat mendengar kesunyian sedangkan yang kedua mengklaim bahwa kehadiran keheningan menjadi jelas ketika tidak ada suara lain.
“Sejauh ini, sampai penelitian kami muncul, belum ada tes empiris utama untuk pertanyaan ini. Dan itulah yang ingin kami berikan,” kata Rui Zhe Goh, peneliti bidang Sains dan Filsafat dari Johns Hopkins University.
Goh dan para profesornya mengerjakan ilusi sonik untuk memahami jika orang merasakan keheningan saat mereka memproses suara dari perspektif kognitif.
"Jadi strategi kami adalah menguji apakah beberapa ilusi pendengaran yang terjadi pada suara juga terjadi pada keheningan," kata Goh.
Hasilnya adalah ilusi pendengaran dapat membuat orang mendengar suara lebih lama atau lebih pendek dari yang sebenarnya. Kecenderungan ini diuji pada 1.000 peserta melalui ilusi pendengaran yang mereka juluki sebagai "one-silence-is-more illusion."
- 300 Tahun Sebelum Ditemukan, Benua Antartika Sudah Ada dalam Peta Karya Ilmuwan Turki
- Kajian Artinya Penyelidikan, Berikut Pengertian dan Contohnya
- Cak Imin Ajak Warga Pilih Pemimpin dari Rekam Jejak: Silakan Dibandingkan yang Sungguh-Sungguh dan Bergimik Ria
- TPN Ganjar-Mahfud Tegaskan Peran Penting Pemilih Pemula di Pilpres 2024
- Serahkan Bonus, Bupati Ipuk Juga Akan Fasilitasi Beasiswa untuk Atlet Berprestasi
- VIDEO: Anang Blak-blakan di Balik Heboh Bernyanyi Usai Laga Timnas Indonesia, Akui Salah
Ilusi "one-silence-is-more illusion”
Ini mengacu pada fenomena di mana satu bunyi bip panjang tampak lebih panjang dari dua bunyi bip pendek berturut-turut, meskipun kedua urutannya sama panjang.
Lalu, apakah keheningan itu Termasuk suara?
Temuan dari penelitian mereka diterbitkan dalam jurnal PNAS, dan menyoroti bagaimana orang menemukan bahwa satu momen hening yang panjang lebih lama daripada dua momen hening yang singkat. Pada dasarnya, hasil dari ilusi one-is-more asli juga direplikasi di sini.
Temuan tentang ilusi berbasis keheningan ini menunjukkan bahwa orang mendengar keheningan sama seperti mereka mendengar suara, menyiratkan proses kognitif yang serupa di antara keduanya. “Pendekatan kami adalah untuk menanyakan apakah otak kita memperlakukan keheningan dengan cara mereka memperlakukan suara. Jika Anda bisa mendapatkan ilusi yang sama dengan keheningan seperti yang Anda dapatkan dengan suara, maka itu mungkin menjadi bukti bahwa kita benar-benar mendengar keheningan,” kata Chaz Firestone, asisten profesor ilmu psikologi dan otak, dan direktur di Johns Hopkins Perception & Mind Laboratory, dalam sebuah pernyataan.