Persepsi pimpinan senior korporasi terhadap dampak serangan siber lebih baik
Ransomware Wannacry bikin susah banyak negara pada 2017. Serangan siber dengan permintaan uang tebusan ini membawa kerugian bagi korporasi. Belajar dari serangan itu, laporan Grant Thornton Busineess Report (IBR) 2018 menyebutkan ada perubahan di korporasi global soal persepsi atas serangan siber!
Masih ingat ransomware 'WannaCry’ pada pertengahan 2017? Serangan siber itu menginfeksi dan mengenkripsi lebih dari 200 ribu komputer di 99 negara, termasuk Indonesia, yang diiringi tuntutan tebusan. Korporasi besar, universitas, hingga kementerian menjadi sasaran utamanya.
-
Bagaimana Malware berhasil menyebar dan menyerang sistem Indodax? Meskipun engineer yang terlibat bukan engineer utama, dia tetap memiliki akses ke server. Akses inilah yang kemudian menjadi celah awal masuknya Malware yang menyebar pada sistem. Menurut Oscar, meski server yang diretas bukan server utama, Malware tersebut berhasil menyebar dan mengeksploitasi server yang lainnya.
-
Dimana para penjahat siber menyembunyikan malware? Karena sebagian besar mod dan cheat didistribusikan di situs web pihak ketiga, penyerang menyamarkan malware dengan berpura-pura sebagai aplikasi ini.
-
Dimana ransomware menyerang di Indonesia? Terbaru, Pusat Data Nasional (PDN) Sementara 2 di Surabaya yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), terkena ransomware.
-
Apa itu virus? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
-
Kapan serangan ransomware di Indonesia meningkat? Fakta mencengangkan lainnya, tahukah kamu kalau Indonesia ternyata menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah serangan ransomware terbanyak di tahun 2022?
-
Apa jenis malware yang menginfeksi aplikasi pinjaman tersebut? Dikenal sebagai aplikasi SpyLoan, aplikasi bermasalah ini banyak ditemukan di Google Play Store — dan beberapa juga ditemukan di App Store Apple.
Setelah serangan global tersebut, bagaimana persepsi pimpinan senior korporasi global dalam menghadapi serangan siber? Apalagi berbagai sektor industri telah menerapkan IoT (Internet of Things) dalam basis operasional sehari-hari mereka.
Adam Shrok, Managing Director of Cyber Risk Grant Thornton Amerika Serikat, menjelaskan hal tersebut berdasarkan Grant Thornton International Business Report (IBR) 2018. Laporan ini menyebutkan, terjadi perubahan siginifikan pandangan para pimpinan senior korporasi terhadap bagaimana serangan siber akan memengaruhi dan berdampak bisnis mereka.
Seperti dampak terhadap waktu manajemen terkuras sebesar 29,9 persen, ini lebih tinggi dari hasil IBR 2016 yang 26 persen. Kemudian dampak hilangnya reputasi 22,3 persen (29,2 persen) dan biaya penanggulangan 18,4 persen.
“Jumlah serangan siber secara global memang belum meningkat secara dramatis seperti pada tahun lalu, meski kami mencatat ada kenaikan serangan sebesar 6,8 persen sejak 2015. Dan dampaknya terhadap pendapatan usaha korporasi relatif kecil, yang mana dilaporkan terjadi penurunan pendapatan korporasi sebesar 1-2 persen akibat serangan siber,” ujar Adam dalam keterangan persnya, Kamis (25/10).
Menurutnya, serangan siber sewaktu-waktu dapat terjadi, kapan saja, dan di mana saja. Belajar dari kasus 'WannaCry' pada tahun lalu, sangat penting bagi korporasi untuk menganalisis dan menempatkan pembaruan keamanan pada komputer dan perangkat seluler. Karena begitu malware berada di dalam organisasi, mereka akan segera menyebar. Jadi penting untuk bereaksi cepat dan membatasi kerusakan yang timbul. Namun demikian, jauh lebih baik melakukan persiapan berikut pencegahan serangan siber.
Maka itu, disarankan, manajemen keamanan siber menjadi bagian dalam proses bisnis, sehingga dunia usaha memiliki perspektif yang lebih lengkap, dengan menyertakan risiko ancaman siber yang dapat mengancam operasional bisnis secara keseluruhan.
Grant Thornton adalah organisasi global yang menyediakan jasa audit, tax, dan advisory, yang membantu berbagai organisasi untuk berkembang dengan menyediakan konsultasi untuk memajukan perusahaan-perusahaan. Tim proaktif yang dipimpin member firm di setiap negara, menggunakan pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan insting untuk memahami isu-isu kompleks, serta membantu menemukan solusinya. Lebih dari 47.000 tim Grant Thornton berada di lebih dari 130 negara. KAP Gani Sigiro dan Handayani adalah member firm Grant Thornton di Indonesia.
Bagaimana keamanan siber di Indonesia?
Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, mengatakan dengan populasi besar dan pertumbuhahan ekonomi baik, Indonesia berpotensi menjadi salah satu target utama serangan siber, khususnya oleh peretas internasional. Apalagi laporan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure Coordinator Center (ID-SIRTI/CC) menyebutkan, jumlah serangan dari luar Indonesia lebih dari 205 juta serangan sepanjang 2017, dengan serangan paling banyak berasal dari malware.
Maka itu, penting bagi para pimpinan senior korporasi untuk mengambil langkah pencegahan, mengingat potensi serangan siber masih tinggi. Meski kenyataannya para pimpinan senior memiliki berbagai sikap berbeda terhadap risiko serangan siber, tergantung industri, sektor, dan bahkan tipe kepribadian.
"Terpenting untuk menyadari bahwa setiap bisnis tidak pernah bisa 100 persen aman dari serangan siber dan tingkat toleransi risiko yang dimiliki pelaku bisnis juga berperan besar terhadap strategi perusahaan menghadapi serangan siber," ujar Johanna Gani.
Pada pandangannya, dengan teknologi yang selalu berubah, serangan siber pun beradaptasi dengan cepat, tanpa mengenal batasan fisik, lokasi, dan waktu. Jadi bisnis harus memiliki strategi manajemen risiko kuat, yang selaras dengan strategi bisnis lebih luas untuk memitigasi risiko di masa depan.
(mdk/sya)