Tak Perlu Pembatasan Akses Medsos Dilakukan Lagi selama Sidang Sengketa Pilpres
Executive Director, Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan berlebihan jika pemerintah membatasi akses media sosial (medsos) dan aplikasi pesan instan.
Executive Director, Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan berlebihan jika pemerintah membatasi akses media sosial (medsos) dan aplikasi pesan instan.
Menurutnya, hal itu tidak efektif dan justru melanggar UU.
-
Bagaimana cara mengurangi penggunaan media sosial? Kurangi penggunaan ponsel dan media sosial atau lakukan "detoks" dengan mengambil jeda dari perangkat digital.
-
Kata-kata lucu apa yang dibagikan di media sosial? Kata-Kata lucu yang dibagikan di medsos bisa menjadi hiburan bagi orang lain.
-
Kenapa WhatsApp Channel dianggap lebih privat? "Tujuan kami adalah untuk membuat layanan siaran paling privat tersedia. Saluran berbeda dari chat Anda, dan orang yang Anda pilih untuk Anda ikuti tidak akan terlihat oleh pengikut lainnya. Kami juga melindungi informasi pribadi admin dan pengikut," ujar Zuckerberg dalam keterangannya, Sabtu (16/9).
-
Bagaimana status konyol di media sosial bisa menghibur? Beberapa status konyol ini memberikan humor yang menghibur.
-
Apa tanda yang paling jelas bahwa nomor WhatsApp Anda diblokir oleh orang lain? Ciri pertama saat seseorang memblokir chat Anda adalah foto profilnya kosong atau tak muncul.
-
Modus penipuan apa yang sering dilakukan di WhatsApp? Modus penipuan seperti ini sudah cukup banyak memakan korban. Oleh karena itu, penting untuk selalu waspada akan modus-modus di dunia maya.
"Gak perlu lah, medsos diblok kembali. Tidak efektif dan melanggar UU," jelasnya kepada Merdeka.com melalui pesan singkat, Jumat (14/6).
Lebih lanjut, katanya, alangkah baiknya pemerintah melakukan partroli medsos terhadap akun-akun robot, pseudonym, akun organik yang dianggap menyebar hoaks.
"Ini agar tidak disamartakan antara yang bersalah dan benar dalam menggunakan media sosial," ungkap dia.
Lagipula, ia melanjutkan, informasi persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) adalah domain publik, sehingga semua masyarakat diperbolehkan tahu. "Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," terangnya.
Ia juga menyinggung mesin pengais konten-konten negatif yang dibeli pemerintah seharga Rp 200 miliar. Dengan mesin AIS yang dibeli seharga itu, seharusnya mampu untuk mengendalikan penyebaran informasi hoaks dari akun-akun bodong.
"AIS harusnya kan canggih. Rp. 200 miliar itu anggarannya. Jadi akun robot, akun penyebar hoax bisa cepat diketahui dan diblok," jelas dia.
Sebelumnya, menurut Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, sejauh ini pemerintah berharap pembatasan akses medsos dan pesan instan tidak dilakukan selama persidangan sengketa pilpres di MK.
"Kami berharap tidak akan dilakukan pembatasan atau pelambatan medsos selama sidang MK," ujar pria yang karib disapa Nando itu.
Dilanjutkannya, langkah tersebut dilakukan bila terjadi peningkatan eskalasi hoaks dan hasutan di media sosial.
"Dan sejauh pemantauan kami pagi ini, belum ada peningkatan eskalasi hoaks dan hasutan," jelasnya.
(mdk/faz)