Amerika Serikat Ternyata Sudah Pernah Akui Palestina Negara Merdeka, ini Buktinya Ada di Isi Surat Presiden Roosevelt ke Hitler Jerman
Amerika Serikat menjadi pendukung utama Israel menduduki tanah Palestina.

Sebuah video arsip berisi pidato Kanselir Jerman, Adolf Hitler pada tahun 1939 mengungkap fakta di masa lalu yang tak banyak diketahui publik.
Dikutip dari Instagram @merindink, Selasa (11/2) Hitler membacakan sebuah surat yang dikirimkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Franklin D. Roosevelt yang berisi desakan untuk memberikan jaminan bahwa Jerman tidak akan menyerang 31 negara merdeka.
- Seperti Nazi, Israel Diam-Diam Akan Bangun Kamp Konsentrasi di Gaza, Dijaga Tentara Bayaran dari CIA
- Dipimpin Benjamin Netanyahu, APBN Israel Porak-poranda Akibat Perang Lawan Palestina
- Siasat Muka Dua Amerika Suplai Senjata Canggih ke Israel
- Demi PM Israel Netanyahu, Amerika Serikat Mati-matian Sampai Ancam Mahkamah Internasional
Surat tersebut dikirim lantaran AS khawatir akan terjadinya kekacauan massal akibat agresi yang dilancarkan Jerman.
Alih-alih mendapat persetujuan, surat tersebut justru mendapat ejekan dari Hitler dan seluruh peserta sidang di gedung Reichstag.
Dalam surat tersebut, AS menyebut 31 negara merdeka yang di antaranya adalah Palestina.
Arsip tersebut tentu menjadi bukti bahwa AS telah mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat jauh sebelum berdirinya Israel pada 14 Mei 1948.
Isi Surat Presiden Roosevelt ke Hitler
Yang Mulia
AdolfHitler,
Kanselir Reich Jerman,
Berlin, Jerman
Anda menyadari, saya yakin, bahwa di seluruh dunia saat ini ratusan juta umat manusia hidup dalam ketakutan terus-menerus terhadap perang baru atau bahkan serangkaian perang.
Adanya ketakutan ini—dan kemungkinan terjadinya konflik semacam ini—menjadi keprihatinan nyata bagi masyarakat Amerika Serikat yang menjadi wakil saya, dan juga bagi masyarakat negara-negara lain di seluruh Belahan Bumi Barat. Mereka semua tahu bahwa perang besar apa pun, meskipun hanya terjadi di benua lain, akan sangat merugikan mereka selama perang tersebut berlangsung dan juga untuk generasi mendatang.
Karena kenyataan bahwa setelah ketegangan akut yang dialami dunia selama beberapa minggu terakhir, setidaknya ada relaksasi sesaat—karena saat ini tidak ada pasukan yang bergerak—ini mungkin merupakan saat yang tepat bagi saya untuk mengirimkan pesan ini kepada Anda.
Pada kesempatan sebelumnya saya telah berbicara kepada Anda atas nama penyelesaian masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial dengan cara damai dan tanpa menggunakan senjata.
Namun gelombang peristiwa tampaknya telah kembali ke ancaman senjata. Jika ancaman seperti ini terus berlanjut, maka tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar negara di dunia akan ikut terlibat dalam kehancuran bersama. Seluruh dunia, negara pemenang, negara yang kalah, dan negara netral, akan menderita. Saya menolak untuk percaya bahwa dunia, tentu saja, adalah tawanan takdir. Sebaliknya, jelas bahwa para pemimpin negara-negara besar mempunyai kekuasaan untuk membebaskan rakyatnya dari bencana yang akan datang. Jelas pula bahwa dalam pikiran dan hati mereka sendiri, masyarakat menginginkan agar ketakutan mereka diakhiri.
Namun, sayangnya kita perlu mempertimbangkan fakta-fakta terkini.
Tiga negara di Eropa dan satu di Afrika telah menyaksikan berakhirnya kemerdekaan mereka. Sebuah wilayah yang luas di negara merdeka lainnya di Timur Jauh telah diduduki oleh negara tetangga. Laporan-laporan, yang kami yakini tidak benar, menegaskan bahwa tindakan agresi lebih lanjut akan dilakukan terhadap negara-negara merdeka lainnya. Jelasnya, dunia sedang bergerak menuju momen di mana situasi ini harus berakhir dengan bencana kecuali ada cara yang lebih rasional untuk mengarahkan kejadian-kejadian tersebut.
Anda telah berulang kali menegaskan bahwa Anda dan rakyat Jerman tidak mempunyai keinginan untuk berperang. Jika ini benar maka tidak perlu ada perang. Tidak ada yang dapat meyakinkan masyarakat di bumi bahwa pemerintah mana pun mempunyai hak atau kebutuhan untuk menimbulkan akibat perang terhadap diri mereka sendiri atau orang lain, kecuali demi pertahanan rumah tangga yang nyata.
Dalam membuat pernyataan ini, kita sebagai orang Amerika berbicara bukan karena keegoisan, ketakutan, atau kelemahan. Jika kita berbicara sekarang ini adalah dengan suara kekuatan dan dengan persahabatan bagi umat manusia. Bagi saya masih jelas bahwa permasalahan internasional dapat diselesaikan di meja dewan.
Oleh karena itu, bukanlah jawaban terhadap permohonan diskusi damai jika salah satu pihak menyatakan bahwa kecuali mereka mendapat jaminan sebelumnya bahwa keputusan akan diambil, mereka tidak akan melepaskan senjatanya. Di ruang konferensi, seperti halnya di pengadilan, kedua belah pihak perlu melakukan diskusi dengan itikad baik, dengan asumsi bahwa keadilan substansial akan diperoleh keduanya; dan sudah menjadi kebiasaan dan perlu bagi mereka untuk meninggalkan tangan mereka di luar ruangan tempat mereka berunding.
Saya yakin bahwa tujuan perdamaian dunia akan sangat maju jika negara-negara di dunia dapat memperoleh pernyataan yang jujur mengenai kebijakan Pemerintah saat ini dan di masa depan.
Karena Amerika Serikat, sebagai salah satu Bangsa di Belahan Barat, tidak terlibat dalam kontroversi langsung yang timbul di Eropa, saya percaya bahwa Anda mungkin bersedia membuat pernyataan kebijakan seperti itu kepada saya sebagai kepala Negara yang jauh dari Eropa agar saya, yang bertindak hanya dengan tanggung jawab dan kewajiban sebagai perantara yang bersahabat, dapat menyampaikan pernyataan tersebut kepada negara-negara lain yang sekarang khawatir mengenai arah kebijakan yang mungkin diambil oleh Pemerintah Anda.
Apakah Anda bersedia memberikan jaminan bahwa angkatan bersenjata Anda tidak akan menyerang atau menyerbu wilayah atau kepemilikan negara-negara merdeka berikut ini: Finlandia, Estonia, Latvia, Lituania, Swedia, Norwegia, Denmark, Belanda, Belgia, Inggris Raya dan Irlandia, Prancis, Portugal, Spanyol, Swiss, Liechtenstein, Luksemburg, Polandia, Hongaria, Rumania, Yugoslavia, Rusia, Bulgaria, Yunani, Turki, Irak, Arab, Suriah, Palestina, Mesir, dan Iran.
Jaminan seperti itu jelas harus diterapkan tidak hanya pada saat ini tetapi juga pada masa depan yang cukup lama agar dapat memberikan setiap kesempatan untuk bekerja dengan metode damai demi perdamaian yang lebih permanen. Oleh karena itu, saya menyarankan agar Anda menafsirkan kata "masa depan" untuk diterapkan pada periode minimum jaminan non-agresi sepuluh tahun, setidaknya seperempat abad, jika kita berani melihat sejauh itu.
Jika jaminan tersebut diberikan oleh Pemerintah Anda, saya akan segera mengirimkannya kepada Pemerintah negara-negara yang telah saya sebutkan dan saya akan secara bersamaan menanyakan apakah, sebagaimana saya cukup yakin, masing-masing negara yang disebutkan pada gilirannya akan memberikan jaminan serupa untuk transmisi kepada Anda.
Jaminan timbal balik seperti yang telah saya uraikan akan memberikan bantuan segera kepada dunia.
Saya mengusulkan bahwa jika hal ini diberikan, dua masalah penting harus segera dibahas dalam lingkungan yang damai, dan dalam diskusi tersebut Pemerintah Amerika Serikat akan dengan senang hati mengambil bagian.
Diskusi-diskusi yang ada dalam pikiran saya berkaitan dengan cara yang paling efektif dan segera agar bangsa-bangsa di dunia dapat memperoleh bantuan progresif dari beban berat persenjataan yang setiap hari semakin membawa mereka ke jurang bencana ekonomi. Pada saat yang sama, Pemerintah Amerika Serikat akan siap untuk mengambil bagian dalam diskusi-diskusi yang mencari cara yang paling praktis untuk membuka jalur perdagangan internasional sehingga setiap bangsa di dunia dapat melakukan jual beli dengan syarat yang sama di pasar dunia serta memiliki jaminan memperoleh bahan-bahan dan produk-produk kehidupan ekonomi yang damai.
Pada saat yang sama, Pemerintah selain Amerika Serikat yang berkepentingan langsung dapat melakukan diskusi politik yang mereka anggap perlu atau diinginkan.
Kami menyadari adanya permasalahan-permasalahan dunia yang kompleks yang mempengaruhi seluruh umat manusia, namun kami mengetahui bahwa kajian dan diskusi mengenai masalah-masalah tersebut harus dilakukan dalam suasana damai. Suasana damai seperti itu tidak akan tercipta jika perundingan dibayangi oleh ancaman kekerasan atau ketakutan akan perang.
Saya pikir Anda tidak akan salah memahami semangat kejujuran yang saya sampaikan kepada Anda pesan ini. Para pemimpin pemerintahan besar pada saat ini benar-benar bertanggung jawab atas nasib umat manusia di tahun-tahun mendatang. Mereka pasti mendengarkan doa rakyatnya agar dilindungi dari kekacauan perang yang bisa diperkirakan. Sejarah akan meminta mereka bertanggung jawab atas kehidupan dan kebahagiaan semua orang—bahkan yang terkecil sekalipun.
Saya berharap jawaban Anda akan memungkinkan umat manusia menghilangkan rasa takut dan mendapatkan kembali keamanan selama bertahun-tahun yang akan datang.
Pesan serupa juga ditujukan kepada Kepala Pemerintahan Italia.
Akui Palestina Merdeka Sebelum Perang Dunia II
Surat Roosevelt kepada Hitler menjadi bukti sikap Amerika Serikat yang mengakui kemerdekaan Palestina sebelum Perang Dunia II terjadi.
Pernyataan tersebut tentu bukan tanpa alasan mengingat kondisi tanah Palestina di masa itu masih cenderung stabil.
Meski demikian, gesekan antara kelompok Arab di Palestina dan gerakan nasional Yahudi dan imigrasi Yahudi ke Palestina juga mulai banyak terjadi.
Menurut sejarah, invasi kaum Zionis ke tanah Palestina dimulai saat mereka berusaha mendirikan tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina yang saat itu masih dikuasai oleh Kesultanan Ottoman pada akhir abad ke-19.
Pemerintah Inggris pun sempat mengadakan deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang berisi dukungan terhadap gagasan tanah air Yahudi di Palestina. Setelah itu, warga Yahudi dari Eropa mulai banyak datang ke Palestina.
Pada awal 1920 dan 1921 di Jaffa, kerusuhan besar-besaran terhadap orang-orang Yahudi mulai marak terjadi.
Pada tahun 1929, peristiwa kerusuhan ini mengakibatkan kematian 133 orang Yahudi dan 116 orang Arab, dengan banyak korban orang Yahudi di Hebron dan Safed, dan evakuasi orang Yahudi dari Hebron dan Gaza.
Sikap AS Pasca Perang Dunia II, Pilih Dukung Israel
Hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan Israel mulai terjalin sejak 1948 tak lama setelah negara zionis itu merdeka. Negara Israel waktu itu didirikan setelah membantai dan mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Peristiwa itu dikenal dengan sebutan Nakba.
Presiden AS ke-33 saat itu, Harry Truman menjadi pemimpin dunia pertama yang mengakui Israel sebagai negara yang berdaulat.
Israel dipilih menjadi mitra Amerika Serikat di berbagai bidang. Sepanjang sejarah, AS juga telah membantu Israel secara militer dan keuangan dalam jumlah besar.
Bahkan, AS juga membantu Israel dalam mengembangkan infrastruktur dan perekonomian pasca merdeka.
Pada 1985, Washington menandatangani Free Trade Agreement (FTA) dengan Israel. Sejak saat itu, perdagangan dan jasa bilateral AS-Israel telah terjalin hingga sekarang.
AS juga rutin memberikan bantuan militer kepada Israel. Bahkan, Washington memberikan komitmen terhadap keamanan Israel lewat Nota Kesepahaman (MOU) senilai US$38 miliar yang ditandatangani oleh AS dan Israel pada tahun 2016.
Selain bantuan keamanan, AS-Israel juga terlibat banyak kerjasama militer seperti latihan bersama, penelitian, hingga pengembangan senjata. Bahkan keduanya memiliki pasukan khusus melalui Kelompok Kontraterorisme Gabungan tahunan.
Dalam bidang politik, AS juga telah menjadi sekutu utama di internasional. Termasuk mendukung Israel di berbagai isu di bidang keamanan dan kedaulatan.
Dukungan AS kepada Israel tak jarang menimbulkan ketegangan antar negara di Timur Tengah.
foto: Reuters / Leah Millisis Reuters / Leah Millisis
AS Tidak Akui Kemerdekaan Palestina
Sikap Amerika Serikat terhadap Palestina 86 tahun lalu seperti tak lagi berlaku di masa sekarang. Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina telah membuat wilayah Palestina semakin mengecil akibat dicaplok Israel.
Bahkan kependudukan Israel mendapat dukungan langsung dari Amerika Serikat. Sejatinya, pengakuan kedaulatan Palestina sebagai sebuah negara sudah berlangsung sejak 1988. Namun keanggotaan Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selalu diveto oleh AS.
Meski demikian, hingga saat ini Palestina telah mendapatkan pengakuan resmi dari setidaknya 146 negara anggota PBB.
Amerika Serikat menjadi satu dari beberapa negara yang belum memberikan pengakuan kemerdekaan terhadap Palestina. Alasan terbesarnya adalah karena dukungan mereka terhadap mitra utama yaitu Israel.
Selain itu, AS juga memiliki kepentingan di bidang ekonomi dan politik di Timur Tengah.