Kisah Nyata Prajurit TNI Tersapu Tsunami Aceh, Istri & Anak Hilang Tak Pernah Ketemu
Mencari hingga lebih dari satu bulan, ia harus rela melepas kepergian keluarga untuk selama-lamanya
Bencana alam tsunami tahun 2004 silam memberikan pengalaman kelam bagi bangsa Indonesia, terutama masyarakat Aceh. Banyak yang kehilangan harta benda hingga sanak saudara.
Seorang prajurit TNI yang bertugas di salah satu daerah di Aceh mengalami kejadian pilu. Ia kehilangan istri dan dua orang anak.
-
Kapan Museum Tsunami di Banda Aceh didirikan? Museum Tsunami menjadi monumen untuk memperingati bencana tsunami yang melanda Aceh pada penghujung 2004.
-
Kapan tsunami Storegga terjadi? Tsunami kolosal yang melanda Eropa utara lebih dari 8.000 tahun yang lalu mungkin telah membinasakan penduduk Zaman Batu di Inggris utara.
-
Apa penyebab tsunami Storegga? Dipicu oleh tanah longsor besar di bawah air di lepas pantai Norwegia, peristiwa ini menyebabkan gelombang raksasa setinggi lebih dari 20 meter (65 kaki) menghantam Kepulauan Shetland, yang terletak di utara daratan Skotlandia.
-
Di mana tsunami Storegga terjadi? Tsunami kolosal yang melanda Eropa utara lebih dari 8.000 tahun yang lalu mungkin telah membinasakan penduduk Zaman Batu di Inggris utara.
-
Kapan tsunami terjadi? Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air di bawah laut akibat pergeseran lempeng bumi, erupsi gunung berapi bawah laut, hingga jatuhnya meteor ke laut.
-
Kapan gempa dan tsunami Aceh yang menghancurkan Rumah Sakit Umum Meuraxa? Peristiwa gempa dan tsunami Aceh pada 2004 masih terus dikenang sampai saat ini.
Mencari hingga lebih dari satu bulan, ia harus rela melepas kepergian keluarga untuk selama-lamanya. Mereka tak pernah ditemukan.
Berikut ulasan selengkapnya.
Pindah Tugas ke Nanggroe Aceh Darussalam
Pengalaman seorang prajurit TNI asal Ujung Pandang, Sulawesi Selatan begitu pahit. Berpindah tugas ke Aceh membuatnya harus menghadapi kepiluan seorang diri.
"Saya dipindahkan ke Banda Aceh sejak referendum," ujarnya dalam video yang diunggah pada kanal YouTube Batalyon TV.
YouTube Batalyon TV ©2021 Merdeka.com
Kala itu, ia berpindah ke Aceh bersama dengan seorang istri dan dua orang anak yang masing-masing masih berusia 6 tahun dan 6 bulan. Saat kejadian berlangsung, ia menjabat sebagai Danpos di salah satu daerah di Aceh.
"Istri satu, anak dua yang pertama 6 tahun yang kedua 6 bulan," tambahnya.
"Jadi pada saat itu, saya diperintahkan ke [...] menjabat sebagai Danpos," ungkapnya.
Hendak Pulang Temui Istri & Anak
Minggu, 28 Desember 2004 merupakan momen yang tak pernah ia lupakan. Di tengah jalan, prajurit kelahiran tahun 1974 ini merasakan gempa bumi yang begitu dahsyat. Padahal saat itu ia ingin menemui istri dan anaknya.
"Pada saat itu, hari Minggu tanggal 28 Desember saya berangkat. Saya berangkat pagi ikut rute sampai di Pelabuhan, pas keluar di Peukan Bada, gempa. Jam 8 sekian menit, gempa. Saya berhenti dan saya berdoa di situ. Gempanya itu kurang lebih 15 menit," terangnya.
Terjebak Air Tsunami
Tak berselang lama, air pasang tsunami pun menghampirinya. Ia tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan pulang untuk menemui keluarga. Baru beberapa langkah hendak menyelamatkan diri, gelombang telah lebih dulu menyapu langkah kakinya.
YouTube Batalyon TV ©2021 Merdeka.com
"Setelah itu, gempanya reda. Saya lanjutkan perjalanan lewat koramil. Waktu lewat, orang sudah teriak air air. Jadi sudah panik, jalanan sudah penuh. Orang sudah ketakutan, panik. Nah dari situ baru empat langkah, air sudah sampai," ucapnya.
"Keluarga di mana?" tanya prajurit lain.
"Keluarga masih di rumah semua," jawabnya.
Tak Sadar Terbawa Arus Gelombang
Dashyatnya kecepatan gelombang membuatnya tak bisa berkutik. Ia tak sadarkan diri. Gelombang tsunami membawanya ke atas batang pohon. Ia selamat.
"Air sudah menangkap, enggak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan saya terbawa dan tidak sadar.
Rupanya saya sudah nyangkut di atas pohon. Itu jaraknya sekitar 3 km dari kejadian saya ketangkap air sampai di sana," ungkapnya.
"Itu baru mau pulang ke rumah?" tanya salah satu prajurit.
"Baru mau pulang ke rumah," terangnya.
Cari Keluarga & Kerabat
Gelombang tsunami mereda. Ia lantas berusaha kembali ke asrama, tempat keluarga dan kerabatnya berada.
Ia tak menemukan siapa pun di lokasi. Semua bangunan tak bisa ia kenali lagi kala itu.
"Itu mata saya selama 5 jam kabur, mana penjagaan, mana rumah mana ini enggak kelihatan sambil nangis kayak orang gila. Stres lah katakan seperti itu. Saya panggil komandan saya, istri saya, kawan saya, semua," katanya.
YouTube Batalyon TV ©2021 Merdeka.com
Tak Temui Jenazah Istri
Tak putus asa, ia tetap mencari keluarganya ke seluruh tempat yang memungkinkan. Sejauh 8 km ia tempuh demi mendapatkan secercah harapan mengenai keberadaan sang istri. Tak ditemukan apapun.
"Anda enggak ketemu sama jenazah almarhumah istri? Enggak? Enggak ada?" tanya prajurit lainnya.
"Jadi istri enggak ada sampai satu bulan. Saya usahakan cari sampai belakang 8 km dari asrama, keliling ke kampung-kampung, enggak ada. Sama sekali," kenangnya.
"Jadi diikhlaskan saja, ya?" tanya prajurit lain.
Sejak saat itu, ia berusaha pasrah dan ikhlas. Ia sadar, jalan Tuhan tak pernah salah. Ia telah merelakan sang istri dan kedua anaknya untuk selama-lamanya.
"Jadi adanya kejadian ini, saya ikhlas. Karena ini takdir dari Yang Kuasa. Dan dari kejadian ini pun, saya ambil kesimpulan apalah arti hidup ini. Tidak ada artinya pangkat jabatan, dan kekayaan enggak bisa dibawa. Cuma iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa," pungkasnya.
(mdk/mta)